Terapi target dengan antibodi monoklonal telah dilaporkan bermanfaat untuk penanganan kanker endometrium. Kanker endometrium merupakan neoplasia organ genitalia wanita yang paling sering timbul, terutama pada wanita pascamenopause, dengan usia rerata saat diagnosis adalah 60 tahun. Pada tahun 2020, dilaporkan terdapat 60.000 kasus baru kanker endometrium di Amerika Serikat dan lebih dari 12.000 wanita meninggal karena kanker ini.[1,2]
Banyak faktor mempengaruhi risiko terkena kanker endometrium, termasuk obesitas, konsumsi estrogen setelah menopause, riwayat kontrasepsi hormonal, sindrom ovarium polikistik (PCOS), serta riwayat keluarga dengan kanker endometrium atau kolorektal. Terapi utama kanker endometrium adalah dengan operasi. Terapi tambahan biasanya mencakup radioterapi pelvis, brakiterapi vagina, kemoterapi, dan kombinasi kemoterapi dan radioterapi.[3-5]
Studi tentang karakteristik molekuler kanker endometrium telah mengarah pada identifikasi perubahan molekuler yang dapat ditargetkan. Atas dasar temuan ini, terapi target, terutama antibodi monoklonal, diduga dapat bermanfaat dalam pengobatan kanker endometrium.[6,7]
Pendekatan Penanganan Kanker Endometrium
Dahulu, pembedahan terbuka merupakan terapi pilihan pada kanker endometrium. Meski demikian, penelitian menunjukkan bahwa pembedahan invasif minimal, seperti laparoskopi dan bedah robotik, merupakan alternatif yang lebih baik. Selain itu, biopsi kelenjar getah bening sentinel lebih disukai untuk penentuan stadium kanker endometrium, menggantikan limfadenektomi.
Kedua pendekatan terapi yang lebih tidak invasif tersebut dianggap lebih baik karena berkaitan dengan lebih sedikit komplikasi intraoperatif dan pascaoperasi, meskipun data awal menunjukkan tidak ada perbedaan dalam hal kesintasan pasien. Sentinel node mapping yang dikombinasikan dengan ultrastaging juga memungkinkan identifikasi lebih banyak pasien dengan penyakit di kelenjar getah bening, serta memungkinkan identifikasi sel tumor yang terisolasi dan sekitar 50% mikrometastasis yang tidak terdeteksi melalui analisis histopatologis.[8-10]
Selain itu, telah terdapat beberapa studi yang menunjukkan efek menguntungkan dari penggunaan antibodi monoklonal pada kanker endometrium. Antibodi monoklonal dapat dirancang untuk mengenali dan mengikat protein tertentu yang diekspresikan oleh sel kanker endometrium, memicu respon imun untuk menghancurkan sel-sel tersebut. Pendekatan ini dapat meningkatkan efikasi pengobatan dan mengurangi efek samping yang terkait dengan metode konvensional.[9]
Antibodi Monoklonal Untuk Terapi pada Kanker Endometrium
Terapi target, utamanya antibodi monoklonal, telah muncul sebagai pilihan menarik untuk pengobatan berbagai jenis kanker ginekologi. Antibodi monoklonal bekerja dengan menargetkan reseptor tumor terkait secara tepat, sehingga mengganggu kelangsungan hidup atau proliferasi sel kanker dan menghalangi fungsi reseptor tersebut pada sel kanker. Antibodi monoklonal juga dikembangkan untuk memblokade penekanan imunitas atau meningkatkan fungsi sel efektor.[11]
Suatu antibodi monoklonal, yakni dostarlimab, telah disetujui penggunaannya untuk orang dewasa dengan kanker endometrium mismatch repair–deficient (dMMR) stadium lanjut atau rekuren. Dosis yang dianjurkan adalah 500 mg setiap 3 minggu selama 6 dosis dengan carboplatin dan paclitaxel, diikuti dengan monoterapi 1000 mg setiap 6 minggu hingga perkembangan penyakit atau toksisitas yang tidak dapat diterima atau hingga 3 tahun.[12]
Dostarlimab Sebagai Terapi Kanker Endometrium
Carboplatin plus paclitaxel adalah kemoterapi standar untuk kanker endometrium primer stadium lanjut atau rekuren. Meski demikian, luaran klinis jangka panjang dari regimen ini masih buruk, dengan rerata kesintasan kurang dari 3 tahun.[7]
Penggunaan antibodi monoklonal yang ditujukan terhadap programmed cell death protein 1 (PD-1) dan ligannya (programmed cell death 1 ligand 1/PD-L1), telah dilaporkan efektif untuk sejumlah kanker, seperti melanoma dan limfoma. Beberapa antibodi monoklonal ini telah disetujui penggunaannya secara klinis, seperti pembrolizumab dan nivolumab. Sementara itu, dostarlimab merupakan anti-PD-1 yang menunjukkan afinitas tinggi terhadap PD-1, dengan aktivitas klinis terhadap kanker endometrium yang dilaporkan pada studi tahap awal.[13]
Sekitar 20-30% kanker endometrium berhubungan dengan dMMR atau ketidakstabilan mikrosatelit yang tinggi (MSI-H). Melalui penghambatan jalur PD-1, dostarlimab memungkinkan sel T untuk mengenali dan menyerang sel kanker endometrium dMMR, yang biasanya memperlihatkan tingkat mutasi yang tinggi. Hal ini dapat menghasilkan peningkatan respons terhadap pengobatan dan diharapkan meningkatkan luaran klinis pasien.[14]
Basis Bukti Efikasi Antibodi Monoklonal pada Kanker Endometrium
Sebuah uji klinis fase 3 skala global, buta ganda, acak, dan terkontrol plasebo, mengevaluasi efikasi dostarlimab pada pasien kanker endometrium tahap lanjut atau kanker endometrium rekuren pertama kali. Subjek studi diacak dalam rasio 1:1 untuk menerima dostarlimab (500 mg) atau plasebo, ditambah dengan carboplatin dan paclitaxel, setiap 3 minggu (6 siklus), diikuti dengan dostarlimab (1000 mg) atau plasebo setiap 6 minggu selama maksimal 3 tahun.
Hasil menunjukkan bahwa pada populasi dMMR MSI-H, kesintasan tanpa progresi penyakit setelah 24 bulan diperkirakan mencapai 61,4% dalam kelompok dostarlimab dan 15,7% dalam kelompok plasebo. Pada populasi secara keseluruhan, kesintasan tanpa progresi penyakit pada 24 bulan adalah 36,1% dalam kelompok dostarlimab dan 18,1% dalam kelompok plasebo. Kesintasan keseluruhan pada 24 bulan adalah 71,3% dengan dostarlimab dan 56,0% dengan plasebo.
Dari studi ini, aspek keamanan dostarlimab tampaknya cukup baik. Efek samping yang paling sering dilaporkan adalah mual, alopesia, dan kelelahan. Meski demikian, studi lebih lanjut untuk mengevaluasi kesintasan keseluruhan (overall survival) masih diperlukan untuk mengonfirmasi manfaat dostarlimab untuk penanganan kanker endometrium.[7]
Kesimpulan
Bukti ilmiah yang tersedia menunjukkan bahwa penggunaan antibodi monoklonal efektif dalam meningkatkan luaran klinis pasien kanker endometrium. Antibodi monoklonal dostarlimab telah dilaporkan efektif dan disetujui penggunaannya untuk orang dewasa dengan kanker endometrium mismatch repair–deficient (dMMR) stadium lanjut atau rekuren. Dalam 24 bulan setelah memulai pengobatan, sekitar 61% dari pasien yang diobati dengan dostarlimab masih hidup tanpa kankernya bertambah parah, dibandingkan dengan 16% pada kelompok plasebo.