Kaitan Penggunaan Statin dengan Risiko Diabetes

Oleh :
dr.Eduward Thendiono, SpPD,Finasim,IDF-Fellow

Statin telah dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes mellitus tipe 2 awitan baru. Statin atau hydroxymethyl glutaryl coenzyme A (HMG-CoA) reductase inhibitor menghambat enzim yang mengkatalisis konversi HMG-CoA menjadi mevalonat dalam metabolisme kolesterol. Golongan obat ini merupakan pilihan utama dalam terapi dislipidemia, serta terapi lini pertama pencegahan atherosclerotic cardiovascular disease (ASCVD).

Statin, pada umumnya aman dan dapat ditolerir dengan baik. Meski demikian, sejumlah bukti ilmiah mengindikasikan adanya asosiasi yang kuat antara pemberian statin dengan peningkatan insiden awitan baru diabetes tipe 2 (NOD2).[1-4]

Kaitan Penggunaan Statin dengan Risiko Diabetes

Basis Bukti Ilmiah Kaitan Statin dan Risiko Diabetes

Beberapa studi di awal tahun 2000-an mengindikasikan adanya hubungan antara statin dan risiko diabetes mellitus tipe 2. Tetapi ada pula studi di kisaran tahun yang sama yang menunjukkan hasil berlawanan.[5-9]

Hasil studi inisial ini kemudian ditindaklanjuti oleh Sattar et al dengan laporan meta-analisis yang melibatkan total 91.140 partisipan. Dalam analisis ini, terapi statin ditemukan meningkatkan risiko insiden diabetes sebanyak 9%. Hasil serupa ditemukan dalam meta analisis lain, yakni peningkatan hingga 12% pada penggunaan statin seperti atorvastatin, rosuvastatin, dan simvastatin dosis tinggi.[10,11]

Hasil kedua meta-analisis tersebut semakin dikonfirmasi dalam sebuah population based study dan meta-analisis yang lebih baru. Selain dari penggunaan statin semata, bukti awal turut menunjukkan bahwa pada partisipan yang menerima dosis statin intensitas tinggi terdapat peningkatan risiko diabetes lebih tinggi, yakni sebesar 14,3% berbanding 11,9% pada statin intensitas rendah.[12-14]

Efek Statin pada Pasien yang Sudah Didiagnosis Diabetes Tipe 2 Sebelumnya

Suatu meta-analisis terhadap 26 studi menunjukkan bahwa tidak ditemukan peningkatan bermakna pada kontrol glikemik terkait pemberian statin pada pasien yang telah didiagnosis diabetes sejak awal masa studi. Tetapi hasil ini berlawanan dengan studi lain yang melaporkan adanya peningkatan HbA1c pada grup yang mendapatkan statin jika dibandingkan dengan plasebo, yang mana juga menemukan bahwa atorvastatin dosis tinggi dapat memperburuk kontrol kadar glukosa.[15,16]

Hasil serupa turut dilaporkan oleh meta-analisis lain, di mana dilaporkan adanya peningkatan HbA1c sebesar 0,12% dan 0,21%. Penggunaan statin intensitas tinggi juga telah dilaporkan berkaitan dengan peningkatan penggunaan obat penurun kadar glukosa, termasuk peningkatan probabilitas keperluan penggunaan insulin untuk mengontrol hiperglikemia.[17-19]

Temuan Bukti Ilmiah Studi Berbasis Populasi

Kekurangan dari percobaan atau studi statin sebelumnya adalah bahwa partisipan yang masuk dalam studi ialah mereka yang berisiko tinggi mengalami ASCVD. Hal tersebut tidak merepresentasikan populasi secara keseluruhan. Selain itu, diagnosis NOD2 pada studi sebelumnya lebih menggunakan kriteria glukosa darah puasa dan HbA1c saja, sedangkan kriteria terkini untuk penegakan diagnosis diabetes tipe 2 sudah melibatkan glukosa darah puasa, glukosa darah 2 jam post prandial, dan HbA1c.[3]

Dalam suatu studi populasi yang melibatkan 471.250 pasien yang mendapatkan statin yang berusia lanjut tanpa diabetes saat baseline, ditemukan bahwa jika dibandingkan dengan pravastatin, atorvastatin meningkatkan risiko NOD2 sebesar 22% diikuti oleh rosuvastatin 18%, dan simvastatin 10%. Fluvastatin dan lovastatin tidak meningkatkan risiko NOD2 jika dibandingkan dengan pravastatin. Namun, studi ini memiliki kelemahan yakni tidak memiliki grup kontrol yang tidak menggunakan statin sejak baseline.[12]

Hasil serupa ditemukan pula pada studi lain yang melaporkan penggunaan atorvastatin meningkatan risiko NOD2 sebesar 25%, rosuvastatin 42%, dan simvastatin 14%.[20,21]

Statin Dosis Tinggi Meningkatkan Risiko Lebih Besar

Studi populasi terhadap 3.390.799 veteran Amerika Serikat yang mengevaluasi dampak penggunaan statin dosis rendah-moderat-tinggi terhadap grup yang tidak mendapat statin melaporkan bahwa penggunaan statin dosis rendah meningkatkan insiden NOD2 sebesar 21%, statin dosis moderat sebesar 22%, dan statin dosis tinggi meningkatkan insiden NOD2 hingga 34%. Dalam studi ini, dosis tinggi didefinisikan sebagai simvastatin >80 mg, atorvastatin >40 mg, dan rosuvastatin >10 mg.[22]

Studi populasi jangka panjang Metabolic Syndrome in Men (METSIM) menemukan 625 orang yang menggunakan statin terdiagnosis NOD2 dari 8.749 partisipan non-diabetes dalam durasi observasi 6 tahun. Simvastatin dan atorvastatin berkaitan dengan peningkatan risiko NOD2 dalam dose-dependent manner. Terapi statin berkaitan dengan penurunan sensitivitas insulin sebesar 24% dan penurunan sekresi insulin sebesar 12% jika dibandingkan dengan partisipan yang tidak mendapatkan statin.[23,24]

Banyak studi lain menunjukkan hasil serupa, termasuk meta analisis oleh Engeda et al terhadap data 8 uji klinis acak terkontrol dan 15 studi observasi. Meta analisis tersebut menemukan adanya peningkatan signifikan insiden NOD2 sebesar 55% pada studi observasi dan 11% pada studi percobaan terkontrol.[25-27]

Perbandingan Risiko Diabetes Antara Setiap Jenis Statin

Seperti telah disebutkan di atas, terapi statin intensitas tinggi, seperti simvastatin dan atorvastatin, lebih sering berkaitan dengan peningkatan insiden NOD2 jika dibandingkan dengan statin intensitas moderat, seperti pravastatin dan pitavastatin. Penelitian Cui et al menemukan bahwa penggunaan pitavastatin intensitas moderat malah memperbaiki nilai HbA1c jika dibandingkan dengan atorvastatin intensitas tinggi.[11,16]

Sebuah meta-analisis pada data penelitian berbasis populasi melaporkan bahwa fluvastatin dan lovastatin tidak meningkatkan risiko NOD2 jika dibandingkan dengan pravastatin. Penelitian lain juga melaporkan bahwa penggunaan statin intensitas rendah dan moderat, seperti pravastatin dan fluvastatin, berkaitan dengan peningkatan insiden NOD2 sebesar 21-22%, sedangkan penggunaan statin intensitas tinggi berkaitan dengan peningkatan insiden sebesar 34%.[12,22]

Mekanisme Statin Menimbulkan Diabetes

Statin bekerja dengan menghambat enzim HMG-CoA reduktase, yang terlibat dalam pembentukan kolesterol dalam hati. Namun, enzim ini juga berperan dalam produksi isoprenoid dan prekursor lipid yang penting untuk fungsi seluler.

Penghambatan enzim ini dapat mengganggu jalur metabolisme glukosa dan insulin dengan mengganggu aktivasi protein Rho, yang berperan dalam regulasi sensitivitas insulin. Selain itu, penelitian menunjukkan bahwa statin dapat mengurangi ekspresi reseptor insulin pada permukaan sel-sel hati, yang berkontribusi terhadap resistensi insulin.

Studi klinis juga menunjukkan bahwa penggunaan statin dapat meningkatkan kadar glukosa darah dan HbA1c, yang merupakan penanda diabetes. Beberapa penelitian epidemiologi juga menemukan hubungan dosis-respons antara penggunaan statin dan risiko diabetes, menunjukkan adanya korelasi yang signifikan antara durasi penggunaan dan peningkatan risiko diabetes.[2,3,15,28-33]

Implikasi Klinis

Data meta-analisis menyoroti bahwa terapi statin memiliki manfaat signifikan dalam mencegah kejadian kardiovaskular mayor (MACE), dengan estimasi bahwa setiap 5 tahun terapi statin standar pada 10.000 pasien dapat mencegah sekitar 1.000 kejadian MACE pada pasien risiko tinggi dan 500 kejadian MACE pada pasien risiko rendah. Meski demikian, efek samping statin tetap perlu diperhatikan, termasuk peningkatan risiko diabetes, di mana terapi statin standar selama 5 tahun telah dilaporkan dapat menyebabkan sekitar 50-100 kasus NOD2.

Meskipun terdapat peningkatan risiko diabetes akibat penggunaan statin, penelitian menunjukkan bahwa statin memiliki manfaat dalam mencegah komplikasi mikrovaskular pada individu diabetes, seperti retinopati dan neuropati. Penurunan risiko ini mencapai 40% untuk retinopati dan 34% untuk neuropati.

Dengan demikian, meskipun terdapat risiko peningkatan diabetes, manfaat pencegahan kejadian kardiovaskular dari terapi statin masih dianggap lebih besar. Ini tercermin dalam panduan manajemen dislipidemia terkini, di mana dianjurkan untuk tidak menunda terapi statin pada pasien yang berisiko mengalami MACE, meskipun terdapat risiko efek samping NOD2.

Perlu dicatat bahwa tetap penting bagi dokter untuk memantau kadar glukosa darah pasien yang menerima terapi statin secara rutin, sehingga dapat mendeteksi insiden prediabetes atau diabetes lebih dini dan memberikan intervensi yang sesuai.[2-4,34-36]

Kesimpulan

Berbagai bukti ilmiah, termasuk studi observasional, meta analisis, maupun studi berbasis populasi, telah menunjukkan adanya peningkatan risiko mengalami diabetes tipe 2 awitan baru (NOD2) pada pasien yang mendapat terapi statin. Risiko ini terutama meningkat pada pasien yang menggunakan statin dengan dosis lebih tinggi atau pada penggunaan statin intensitas tinggi, seperti simvastatin dan atorvastatin.

Walau demikian, adanya risiko NOD2 ini tidak menjadi alasan untuk menunda terapi statin. Terapi statin merupakan bagian penting dalam terapi dislipidemia dan pencegahan aterosklerosis, yang tentunya akan menurunkan risiko kejadian kardiovaskular mayor. Atas dasar ini, keuntungan dalam penggunaan statin masih dianggap lebih besar dibandingkan risiko NOD2. Meski begitu, dokter tetap harus melakukan pemantauan berkala terkait risiko diabetes dan prediabetes agar dapat dilakukan deteksi dan terapi dini.

Referensi