Masih Cocokkah Menjadi Dokter Spesialis Saat Ini Secara Profesional & Finansial? - Diskusi Dokter

general_alomedika

Alo DokterDalam beberapa tahun terakhir, makin banyak calon dokter dan bahkan dokter muda yang mulai mempertanyakan: benarkah menjadi dokter spesialis adalah...

Diskusi Dokter

  • Kembali ke komunitas
  • Masih Cocokkah Menjadi Dokter Spesialis Saat Ini Secara Profesional & Finansial?

    Dibalas 24 April 2025, 10:43
    dr. William Alexander Setiawan, SpOG
    dr. William Alexander Setiawan, SpOG
    Dokter Spesialis Kandungan

    Alo Dokter

    Dalam beberapa tahun terakhir, makin banyak calon dokter dan bahkan dokter muda yang mulai mempertanyakan: benarkah menjadi dokter spesialis adalah jalur karier terbaik bagi seorang dokter, baik secara profesional maupun finansial?

    Untuk menjadi seorang spesialis, kita rela mengorbankan waktu 4–6 tahun masa produktif. Biaya pendidikan hingga mencapai ratusan juta. Tekanan mental dan fisik luar biasa, jam kerja panjang, tanggung jawab klinis tinggi, serta keterbatasan mencari penghasilan tambahan. Waktu bersama keluarga pun tersita.


    Ironisnya, begitu lulus pun, banyak dokter spesialis yang harus memulai dari nol. Persaingan antar sejawat semakin ketat, pendapatan belum tentu stabil, dan banyak yang masih dibebani utang pendidikan atau keharusan membantu keluarga. Ada yang hanya bisa praktik di 1-2 tempat karena minimnya slot, sementara sebagian lagi harus “berjuang” dengan tarif jasa medis yang tidak sebanding dengan keahlian dan pengorbanan mereka.


    Di sisi lain, dokter umum kini punya lebih banyak peluang. Klinik pribadi berkembang pesat. Karier non-klinis makin terbuka seperti contohnya menjadi edukator, digital content creator, entrepreneur, medical writer, dan sebagainya. Waktu dan fleksibilitas pun lebih besar dibanding PPDS.


    Hal ini memunculkan keraguan. Apakah jalan menjadi dokter spesialis masih worth it di era sekarang, ataukah kita sedang mempertahankan sistem yang sudah tidak relevan dengan realita masa kini?


    Berangkat dari keraguan tersebut, sehingga menimbulkan pertanyaan

    “Dengan biaya pendidikan yang tinggi, durasi pendidikan yang panjang, serta ketidakpastian finansial pasca lulus, apakah profesi dokter spesialis masih merupakan pilihan karier terbaik secara finansial dan kehidupan jangka panjang?”


    Pertanyaan ini penting, bukan untuk merendahkan profesi spesialis, tapi justru agar kita bisa menyusun masa depan profesi ini dengan lebih realistis dan terencana.


    Bagaimana menurut sejawat sekalian?

    Kalau kamu dokter umum, apakah kamu masih tertarik lanjut spesialis?

    Kalau kamu sudah spesialis, apa yang ingin kamu sampaikan kepada adik-adik sejawat ?

20 April 2025, 09:43
Tks sudah share insight nya dok. Ini suatu hal yang menarik dan penting untuk dibahas bagi sejawat dokter umum dan dokter spesialis. Buat saya pribadi, faktor utama atau alasan utama saya mengambil spesialisasi kulit adalah saya sangat tertarik terhadap penyakit dan kesehatan kulit dan ingin memperdalam ilmu dan keahlian  di bidang dermatologi venereologi dan estetika. Jasa medis, karir dan manfaat lain yang muncul sesudah saya menjadi spesialis adalah bonus atau tambahan yang bisa didapatkan meskipun kita bukan spesialis. Pesan saya buat dokter umum yang ingin mengambil spesialisasi adalah fokus ke ilmunya, ambil spesialisasi yang anda tertarik secara keilmuan.
20 April 2025, 12:39
dr. William Alexander Setiawan, SpOG
dr. William Alexander Setiawan, SpOG
Dokter Spesialis Kandungan
Terima kasih banyak atas insightnya dok.
Apa yang dokter sampaikan sangat menguatkan, bahwa ketika niat awalnya adalah cinta pada ilmu, maka jalan spesialisasi bisa jadi perjalanan yang memuaskan secara batin, bukan sekadar karier.


Ini pelajaran penting buat sejawat dokter umum. Jangan ambil spesialis karena “katanya menjanjikan”, tapi karena jiwamu tertarik untuk menyelam lebih dalam. Karena saat yang kita kejar adalah kedalaman ilmu, maka hasilnya akan datang sebagai bonus, bukan beban.


Salut dok. Terima kasih sudah jadi pengingat bahwa passion terhadap ilmu adalah kompas terbaik dalam perjalanan profesi ini.

18 April 2025, 18:20
Cintai yang kita kerjakan.. hidup itu seperti lari marathon  bukan sprint race.. bbrp pedoman hidupku sbg dokter ^^ .. sempat ambil spesialis di UI tapi gak lanjut, gpp tapi nyesel bgt.. jadi gak tau juga, mending DU spt skrg atau mending DS, ya^^ .. yang pasti di usia skrg, kok bisa, ya, aku mengagumi rintik hujan 😅
18 April 2025, 18:37
dr. William Alexander Setiawan, SpOG
dr. William Alexander Setiawan, SpOG
Dokter Spesialis Kandungan
Ah dok… ini jujur banget, dan justru itu yang bikin kalimatnya ngena banget.


Hidup memang ibarat marathon. Kadang kita berhenti di tengah, menengok ke belakang, lalu bertanya, “Kalau waktu itu aku lanjut, gimana ya?” Tapi di saat yang sama, kita juga bisa menemukan keindahan yang tak kita rencanakan.


Dan mungkin, hidup memang bukan soal benar atau salah memilih jalur, tapi bagaimana kita tetap berjalan dengan hati yang utuh.


Terima kasih sharingnya dok. Cerita ini nggak cuma menguatkan, tapi juga mengingatkan bahwa kita semua sedang tumbuh dengan cara kita masing-masing.

18 April 2025, 16:28
Saya masih dokter umum dan baru saja selesai iship, Dok. Sejak koas sebenarnya saya mulai tidak tertarik melanjutkan ke spesialis dengan alasan seleksi masuk yang ketat dan masa pendidikan yang sulit. Tapi sebagaimana calon dokter pada umumnya yang memandang dokter yg "makmur" adalah dokter spesialis, saya memaksakan diri untuk membuka hati pada jalur profesi ini. Tapi semakin ke sini, saya mencari-cari jalur karir yang lain karena setelah iship, saya baru sadar kalau pilihan karir seorang dokter itu luas.
18 April 2025, 16:37
dr. William Alexander Setiawan, SpOG
dr. William Alexander Setiawan, SpOG
Dokter Spesialis Kandungan
Terima kasih sudah jujur dok. Apa yang dokter rasakan, saya yakin banyak juga yang merasakannya, tapi tidak semua berani mengungkapkan.


Kita tumbuh dengan narasi bahwa “spesialis = sukses.” Tapi setelah melewati iship, dunia terlihat lebih luas ya dok. Dan kita mulai sadar, ternyata banyak jalan untuk tetap berdampak, tetap bermakna, tanpa harus memaksakan satu jalur.


Kalau hari ini dokter sedang mencari arah baru, menurut saya itu bukan kelemahan. Itu justru tanda keberanian. Karena yang terpenting bukan gelar, tapi hidup yang selaras dengan hati dan tujuan.


Semangat terus dok. Dunia medis butuh lebih banyak dokter yang memilih jalan dengan sadar, bukan karena tekanan.

21 April 2025, 05:09
dr. Putu Gizha Satrya Gautama M, SpPD
dr. Putu Gizha Satrya Gautama M, SpPD
Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Saya pribadi sejak koas sudah memantapkan hati memilih spesialis penyakit dalam. Alasan saya cuma satu, karena saya suka ilmunya. Bahkan saya tidak terlalu memikirkan bagaimana kedepannya, saya tidak tau apakah dokternya sudah banyak, apakah demand nya masih ada atau tidak, berapa rata-rata penghasilan bulanannya, dll
Setelah saya lulus saya baru tau kalau ternyata realita dokter spesialis apapun itu tidak seindah itu, tapi karena memang tujuan awal saya tidak semata-mata karena materi maka saya tidak terlalu mempermasalahkan itu.
Saat ini saya malah mengembangkan karir saya menjadi dosen di salah satu universitas di kota saya agar tetap bisa menyalurkan ilmu saya dan menginfluence dokter dokter muda untuk suka penyakit dalam.
Asal dilandasi dengan niat dan tujuan baik dan dilengkapi dengan rasa cukup dan syukur, saya rasa semua pilihan baik adanya. Semangat dokter
23 April 2025, 08:26
dr. William Alexander Setiawan, SpOG
dr. William Alexander Setiawan, SpOG
Dokter Spesialis Kandungan
Wah, luar biasa sekali dok. Terima kasih sudah berbagi cerita dan semangatnya.


Apa yang dokter sampaikan benar-benar menyentuh. Bahwa ketika kita melangkah dengan cinta terhadap ilmu dan niat untuk berbagi, maka realita sekeras apa pun bisa tetap dijalani dengan rasa syukur.


Menjadi dosen, menginfluence generasi dokter muda, dan tetap setia pada bidang yang dicintai. Hal ini bukan sekedar karier, tapi bentuk panggilan jiwa.


Dan memang benar, di titik tertentu:
“Rasa cukup dan syukur” adalah kekuatan yang jauh lebih stabil dibanding sekadar “angka di rekening.”


Terima kasih sudah mengingatkan kami semua bahwa dalam dunia kedokteran, ilmu dan nilai hidup bisa tetap berjalan beriringan.


Semangat juga untuk dokter, selalu menjadi inspirasi bagi banyak sejawat muda di luar sana.

23 April 2025, 05:42
Alo Dokter,


Izin saya ikut berbagi dalam diskusi ini—berangkat dari pengalaman pribadi.


Sejak masuk semester pertama pendidikan S1 kedokteran gigi, saya sudah merancang jalan karier saya dengan cukup jelas. Target saya: setelah lulus sebagai drg, mengikuti program PTT (dulu masih wajib, kecuali kalau bersatus TNI atau dosen FK/FKG PTN) lalu lanjut ke PPDGS dan menjadi dosen. Bahkan sejak awal saya sudah mantap memilih prodi KGA, meski saat itu programnya masih sangat baru—baru ada tiga residen tahun pertama dan belum ada lulusan. Tapi saya yakin, dan itulah jalan yang saya tempuh hingga hari ini.


Berbeda dengan saya, suami yang seorang dokter umum tidak menunjukkan antusiasme yang sama untuk melanjutkan pendidikan spesialis. Ia memang tidak pernah secara eksplisit mengatakan ingin atau tidak ingin, tapi saya melihat semangatnya selalu muncul saat ia diminta menjelaskan suatu penyakit kepada orang lain. Setelah PTT, ia bekerja sebagai dokter umum di IGD sebuah rumah sakit.


Setelah saya lulus PPDGS, saya meminta giliran suami untuk melanjutkan pendidikan spesialis. Ia setuju dan mencoba menjalani, tapi saya bisa merasakan ia tidak benar-benar bahagia. Hingga akhirnya, di tahun keempat, ia memutuskan untuk berhenti.


Ia kembali bekerja di IGD. Dan bertahun-tahun kemudian, saya benar-benar melihat betapa ia menemukan kebahagiaannya di sana. Ia menikmati perannya sebagai dokter yang mampu menenangkan pasien dan keluarganya yang panik. Saya bahkan beberapa kali mendapat cerita langsung dari pasien atau keluarga mereka, bahwa penjelasan dari suami memberi mereka rasa aman dan tenang.


Secara finansial, mungkin tidak semewah yang diimpikan sebagian orang. Tapi secara batin, saya bisa bilang: hidup yang ia jalani sekarang sangat worth it.


Jadi, intinya menurut saya:
Tanyakan dulu pada diri sendiri—apa yang benar-benar kamu inginkan?
Jangan ragu mencoba.
Dan jangan malu bila di tengah jalan kamu merasa perlu memilih ulang.


Karier kedokteran, baik spesialis maupun umum, pada akhirnya akan lebih bermakna kalau dijalani dengan kesadaran dan kebahagiaan, bukan semata-mata karena ekspektasi.


Semangat ya, semoga membantu…

23 April 2025, 08:29
dr. William Alexander Setiawan, SpOG
dr. William Alexander Setiawan, SpOG
Dokter Spesialis Kandungan
Terima kasih banyak, Prof, atas kisah yang begitu jujur, tulus, dan menyentuh.


Apa yang Prof bagikan bukan hanya pengalaman pribadi, tapi juga sebuah pelajaran hidup bagi kami semua. Tentang pentingnya merancang jalan dengan sadar, tapi juga berani jujur saat arah hati berubah.


Kisah tentang Prof dan suami menggambarkan bahwa kebahagiaan dalam karier medis tidak selalu ada di balik gelar yang panjang, tapi dalam peran yang kita nikmati, dan dampak yang kita rasakan langsung.


Kalimat Prof ini benar-benar mengena:
“Karier kedokteran akan lebih bermakna kalau dijalani dengan kesadaran dan kebahagiaan, bukan semata ekspektasi.”


Terima kasih sudah menghadirkan perspektif yang tidak hanya kuat secara intelektual, tapi juga sangat manusiawi.
Diskusi ini terasa jauh lebih utuh karena kehadiran Prof.


Semangat selalu dan salam hormat dari kami semua, Prof.

18 April 2025, 17:48
dr. I Gede Bagus Arya Maharta, Sp.OG
dr. I Gede Bagus Arya Maharta, Sp.OG
Dokter Spesialis Kandungan
Terima kasih dokter, izin menjawab.. Menurut saya  menjadi Spesialis atau tidak itu merupakan pilihan personal tiap orang, tapi di era digital saat ini jika kita mengacu terhadap sisi Finansial, Spesialis bukanlah satu2nya pilihan. Dengan mempertimbangkan dari durasi waktu pendidikan yang tergolong lama dan kita tidak mendapatkan income, serta jika lulus pun dengan jumlah Dokter Spesialis yang sangat banyak tidak akan menjamin kita settle secara finansial.Kembali lagi kepada kemauan pribadi, apakah ingin mengejar income atau meningkatkan skill dan pengetahuan untuk mengabdi ke masyarakat. Jika hanya mengacu kepada finansial sebagai  Dokter umum saja kita sudah bisa meningkatkan income seperti, membuat usaha klinik/ Praktek pribadi dan bekerja sama dengan B*JS, meningkatkan skill dibidang kecantikan hingga berkecimpung dibidang entertain  seperti menjadi konten kreator.Terima kasih dokter 🙏🏻🙏🏻
18 April 2025, 18:33
dr. William Alexander Setiawan, SpOG
dr. William Alexander Setiawan, SpOG
Dokter Spesialis Kandungan
Luar biasa, Dok. Saya setuju ini soal pilihan personal, bukan dogma.


Kadang kita terlalu cepat menyamakan “dokter sukses = harus spesialis,” padahal makna sukses sendiri bisa sangat luas, bisa berdampak, bisa berkembang, dan bisa hidup dengan tenang serta bermakna.


Era sekarang membuka banyak pintu. Dan ya, finansial bukan monopoli gelar. Yang penting kita tahu apa yang kita kejar—income, makna, atau keduanya

23 April 2025, 09:23
dr. Anak Agung Ifan Distyajaya, Sp.PD
dr. Anak Agung Ifan Distyajaya, Sp.PD
Dokter Spesialis Penyakit Dalam
Selamat pagi dok...ijin ikut memberikan pengalaman...saya menjadi dokter umum selama 15 tahun dan sempat PTT di Papua karena waktu itu keharusan bila ingin menjadi PPDS. Dan setelah itu sempat tes PPDS dan gagal dan saya sudah merancangkan bahwa sepertinya memang memjadi dokter spesialis bukan rencana Tuhan buat saya...mungkin saya menjadi dokter umum tetapi mungkin sekolah S2 untuk mengembangkan karir.
Ternyata saya lulus tes PNS dan saya diberikan kesempatan untuk mengulang kembali PPDS atau masuk sekolah manajemen... dan pada saat itu saya katakan ini tes terakhir saya kepada manajemen..kalo tidak lulus saya akan tes manajemen....ternyata saya lulus dan harus mengikuti pendidikan PPDS yang berat dengan sudah berkeluarga dan anak 3. Dan saya pun sempat berpikir untuk berhenti ditengah jalan yang salah satu nya adalah masalah ekonomi dan waktu untuk keluarga..Tapi ternyata Tuhan membukakan jalan buat saya...Sehingga bisa lulus dengan baik.
Dan setelah tanat pun semua tidak semudah yang kita kira.
Jadi saran saya buat teman-teman yang lain...bahwa ke depannya mungkin tidak semulus dan seindah jalan yang kita harapkan...Tapi saat kita berkeinginan baik menjadi Spesialis, menjadi manajerial, fungsional dokter umum, influencer lakukan semuanya sesuai passion yg dokter-dokter semua inginkan...Jangan lihat ke depan selalu tetapi jalanilah proses nya apapun itu pilihannya. Pasti Tuhan akan memberikan kepada dokter semua yang terbaik sesuai rencanaNya.
Selamat beraktifitas
23 April 2025, 10:06
dr. William Alexander Setiawan, SpOG
dr. William Alexander Setiawan, SpOG
Dokter Spesialis Kandungan
Terima kasih banyak sharingnya dok. Saya benar-benar terharu dan terinspirasi membaca perjalanan hidup dokter.


Meninggalkan istri dan tiga anak untuk menjalani pendidikan PPDS pasti bukan keputusan yang mudah, itu bukan sekadar pengorbanan waktu, tapi juga perasaan sebagai kepala keluarga. Tapi justru di sanalah letak kekuatan yang luar biasa dari seorang ayah sekaligus pejuang ilmu.


Dokter bukan hanya lulus sebagai Spesialis, tapi juga lulus sebagai pribadi yang menang melawan ragu, lelah, dan godaan untuk menyerah.


Dan kalimat dokter ini layak dicatat:
“Jangan lihat ke depan selalu, tapi jalanilah prosesnya.”
Kadang jalan hidup memang tidak selalu terlihat terang di awal, tapi ternyata justru di proses itulah kita menemukan siapa diri kita sebenarnya.


Terima kasih telah memberi semangat bukan hanya bagi yang ingin menjadi spesialis, tapi juga bagi semua dokter yang sedang berjuang di jalan manapun yang mereka tempuh.


Salam hormat dan semangat selalu untuk dokter dan keluarga tercinta.
Perjalanan ini pantas dikenang dan pantas dijadikan inspirasi.

18 April 2025, 16:38
Tapi salah satu dokter spesialis senior di wahana saya pernah bilang kalau dokter umum tetap harus sekolah lagi, entah itu spesialis atau S2. Yang penting sekolah lagi, kata beliau. Kalau pendapat dokter sekalian, bagaimana ya?
18 April 2025, 16:43
dr. William Alexander Setiawan, SpOG
dr. William Alexander Setiawan, SpOG
Dokter Spesialis Kandungan
Saya setuju belajar itu penting. Tapi belajar tidak selalu berarti sekolah formal. Apalagi di jaman sekarang, banyak dokter berkembang luar biasa lewat jalur non-tradisional seperti workshop, sertifikasi, bahkan belajar dari lapangan dan pengalaman membangun sesuatu.


Yang penting menurut saya “kita terus bertumbuh”, bukan sekadar mengejar gelar.
Dan tujuan akhirnya bukan sekadar jadi “lebih tinggi,” tapi jadi lebih berdampak dan bermakna, buat diri sendiri dan orang lain.


Jadi bukan soal “harus sekolah,” tapi lebih ke
“Sekolah untuk apa? Dan apakah itu sejalan dengan panggilan hidup kita?”

21 April 2025, 01:30
dr.maharani risiska utami
dr.maharani risiska utami
Dokter Spesialis Anak
Menjadi spesialis bisa dibilang impian dan cita2 mungkin hampir setiap dokter umum. Saya lulus spesialis di usia 37 th dan Alhamdulillah tidak menyesal meski harus kembali merintis karir dari nol.
Sewaktu pendidikan memang dari mulai tenaga,waktu,pikiran dan juga materi tercurah dan sangat sedikit kesempatan bersama keluarga. Namun ada kepuasan serta rasa syukur yg sangat besar saat sudah berdiri mengikuti pelantikan dokter spesialis.
Bagi yg memang fokus menjalani karir selain dokter spesialis juga tidak perlu berkecil hati krn rejeki itu sudah ada takarannya,tidak akan meleset.
Hidup adalah pilihan, namun jika tidak pernah mencoba kita tidak akan pernah tau apakah kita mampu atau tidak untuk masuk/menjalani PPDS. Tetap semangat !!!
23 April 2025, 08:35
dr. William Alexander Setiawan, SpOG
dr. William Alexander Setiawan, SpOG
Dokter Spesialis Kandungan
Terima kasih banyak sharingnya dok.


Cerita dokter adalah bukti bahwa tidak ada kata terlambat untuk meraih impian.
Usia, tantangan, bahkan start dari nol, semuanya bisa dilewati kalau tujuannya jelas dan niatnya tulus.
Dan pelantikan itu—momen di mana segala lelah seakan lunas—adalah pengingat bahwa perjuangan tak pernah sia-sia.


Saya juga sangat setuju dengan pesan Dokter:
Hidup adalah pilihan, tapi jangan takut mencoba.
Karena kadang yang paling kita takuti, justru bisa menjadi bagian terindah dari perjalanan hidup kita.


Terima kasih sudah menyemangati banyak sejawat di sini dok.
Semoga kisah ini jadi pelita bagi mereka yang sedang ragu, dan jadi pelukan hangat bagi yang sedang berjuang.

23 April 2025, 19:23
dr.Farraskya
dr.Farraskya
Dokter Umum
Wah topik yang menarik dok. Kalau saya pribadi, pas kuliah dulu memang pengen banget jadi spesialis THT, sampe skripsi ngambilnya THT. Tapi selesai iship, rasanya kayak capek dan lama banget ya jadi dokter tuh. Ditambah biaya yg dikeluarkan gak sedikit dn pressure yang cukup berat (mental saya emg tempe pula 😅), saya pelan2 mundur dan passion buat jadi dokter spesialis hilang. Malah abis iship di puskesmas, saya tertarik untuk jadi dokter puskes dan berkutat di bidang kesehatan masyarakat. Ternyata dunia kedokteran itu luas banget ya dok, tinggal di mana kita tertariknya dan menyelami ilmu itu sampai menjadi 'ahli' di bidang tersebut.
24 April 2025, 10:43
dr. William Alexander Setiawan, SpOG
dr. William Alexander Setiawan, SpOG
Dokter Spesialis Kandungan
Betul sekali dok, perjalanan jadi dokter itu memang marathon, bukan sprint. Capek, lama, dan penuh tekanan adalah hal yang wajar dirasakan. Yang paling penting adalah bagaimana kita menemukan tempat di mana kita bisa merasa nyaman dan bermakna.


Pilihan Dokter untuk beralih ke kesehatan masyarakat di puskesmas menunjukkan betapa luasnya tempat pengabdian medis. Disana dokter bisa jadi ahli di bidang kesehatan masyarakat, memberi dampak bagi ribuan bahkan jutaan jiwa.


Yang saya suka dari kisah ini:


“Tinggal di mana kita tertariknya dan menyelami ilmu itu sampai menjadi ‘ahli’ di bidang tersebut.”


Itulah esensi sejati: bukan gelar, tapi kedalaman dan kebermanfaatan.


Salam hormat untuk langkah dokter. Terus semangat mengupayakan kesehatan masyarakat