Sebagai dokter gigi, diperlukan tindakan-tindakan atau upaya untuk mendapatkan hasil yang maksimal pada avulsi gigi. Avulsi merupakan terlepasnya gigi secara utuh dari soketnya karena trauma. Trauma yang menyebabkan avulsi gigi terbanyak adalah terjatuh, kecelakaan lalu lintas, dan trauma akibat pemukulan.
Kejadian avulsi paling tinggi berada pada usia 7 - 9 tahun, dengan gigi yang paling banyak mengalami avulsi adalah gigi anterior maksila. Meskipun prevalensi avulsi cukup rendah, berkisar antara 0.5-3% dari seluruh trauma dental, namun avulsi gigi sering menimbulkan masalah psikologis bagi pasien. Hal ini disebabkan karena hilangnya gigi anterior menurunkan estetika seseorang. Dengan demikian, perawatan gigi avulsi yang berupa replantasi merupakan sebuah langkah penting untuk mengembalikan gigi tersebut secara fungsional maupun estetik.[1,2]
Tantangan dalam perawatan gigi avulsi adalah untuk mempertahankan vitalitas dari sel-sel ligamen periodontal, karena prognosis dari replantasi bergantung pada viabilitas dan vitalitas sel ligamen periodontal. Segera setelah gigi tersebut terlepas dari soketnya, hendaknya gigi tersebut direndam dalam media fisiologis seperti susu, saliva atau saline sebelum perawatan oleh profesional dilakukan. Gigi tidak boleh berada di lingkungan kering untuk waktu lebih dari 60 menit. [1,2]
Media Penyimpanan Gigi Avulsi
Gigi avulsi tidak boleh ditempatkan pada situasi kering dan harus segera ditempatkan ke dalam media penyimpanan sesegera mungkin sebelum gigi tersebut bisa di replantasi. Fase ini merupakan fase krusial untuk mendapatkan hasil replantasi yang baik, karena tanpa media penyimpanan yang baik maka sel-sel ligamen periodontal akan mengalami nekrosis. Sehingga proses replantasi tidak berhasil.[2]
Beberapa Cairan Fisiologi dan Kriteria Penyimpanan Gigi Avulsi
Kriteria media penyimpanan gigi avulsi yang baik adalah sebagai berikut:
- Memiliki sifat antimikrobial
- Mampu menjaga viabilitas dari serat periodontal selama waktu yang dibutuhkan
- Mampu mendukung kapasitas proliferatif sel
- Memiliki osmolaritas yang sama dengan cairan tubuh dan pH netral
- Tidak reaktif terhadap cairan tubuh
- Tidak menimbulkan reaksi antigen-antibodi
- Mampu mengurangi risiko resorpsi atau ankilosis pasca replantasi
- Harus tetap dapat stabil di dalam berbagai macam iklim dan kondisi
- Harus memiliki efek cleansing yang membersihkan bahan asing
- Harus mampu memulihkan metabolit seluler[1,2]
Dengan banyaknya kriteria yang harus dipenuhi tersebut, tidak banyak media yang dapat menjadi media penyimpanan gigi avulsi. Berdasarkan bahannya, media penyimpanan gigi avulsi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu: bahan natural dan laboratoris. Contoh bahan natural adalah susu, saliva, propolis, air kelapa, telur putih, hingga air keran. Sementara untuk bahan laboratoris, contohnya adalah Hank’s Balanced Salt Solution (HBBS), saline, custodiol, gatorade™, ViaSpan™, Eagle, hingga asam askorbat.[2]
Penggunaan media penyimpanan yang tidak tepat dapat berpotensi meningkatkan nekrosis sel ligamen periodontal yang dapat mengakibatkan ankilosis atau resorbsi akar setelah gigi direplantasi. Meskipun media HBSS, ViaSpan™ dan Eagle dilaporkan memiliki potensi besar untuk mempertahankan sel periodontal ligamen, namun ketersediaannya yang kurang di pasaran menjadikannya kurang ideal. Sehingga, solusi yang paling diandalkan untuk menjadi media penyimpanan yang baik adalah susu. Keunggulan susu sebagai media penyimpanan adalah murah (cost effective), banyak tersedia dalam segala situasi, dan memiliki kemampuan untuk mempertahankan viabilitas dan vitalitas sel ligamen periodontal.[3]
Penatalaksanaan Gigi Avulsi
Avulsi gigi dapat terjadi pada gigi desidui maupun gigi permanen. Namun, jika avulsi terjadi pada gigi desidui maka replantasi tidak direkomendasikan. Sementara, pada kasus gigi permanen yang avulsi maka jenis perawatan dapat dibedakan menjadi dua. Perawatan tersebut adalah avulsi gigi yang akarnya sudah menutup sempurna dan yang belum menutup sempurna.[1]
Penatalaksanaan Avulsi Gigi yang Akarnya Menutup Sempurna
Pada gigi permanen avulsi dengan apeks tertutup, maka identifikasi kasus tersebut apakah sudah direplantasi secara mandiri oleh pasien atau belum. Jika sudah, maka langsung lakukan splinting untuk dua pekan ke depan jika tidak ada jeda yang lama (kurang dari 60 menit) antara terlepasnya gigi tersebut dengan replantasi. Splinting tersebut diikuti dengan peresepan antibiotik untuk 7 hari. Kemudian, observasi dilakukan selama 7 hingga 10 sehari pasca replantasi.[1]
Jika gigi permanen avulsi tersebut belum direplantasi atau sudah direplantasi namun memiliki jeda yang cukup lama di ekstraoral (lebih dari 60 menit), maka langkah yang harus dilakukan adalah meletakkan gigi tersebut pada sodium fluoride 1.23%, di splinting selama 4 minggu. Antibiotik diresepkan untuk 7 hari dan observasi 7-10 hari.[1]
Sementara, jika jeda di ekstraoral berada di antara 20-60 menit dan atau diletakkan dalam media penyimpanan gigi avulsi (HBSS atau susu) maka rendam di dalam doxycycline selama 5 menit, lalu splinting selama 2 minggu, diresepkan antibiotik selama 7 hari, dan diobservasi selama 7-10 hari pasca replantasi.[1]
Pilihan lain dalam perawatan gigi avulsi yang berada di ekstraoral lebih dari 60 menit adalah dengan melakukan Perawatan Saluran Akar (PSA) di luar soket. Setelah gigi tersebut dilakukan PSA, kemudian baru dilakukan replantasi ke dalam soket. Hal ini dianggap dapat mengurangi risiko terjadinya resorbsi akar maupun ankilosis.[1,4]
Selain itu, pada seluruh kasus gigi permanen avulsi yang dilakukan replantasi perlu dilakukan pemberian , obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), dan instruksi untuk makan makanan lembut dahulu selama 2 minggu. Penjelasan informasi untuk menjaga kebersihan rongga mulut dengan menyikat gigi setelah makan dan meresepkan obat kumur chlorhexidine 2 kali perhari selama 7 hari. Pada saat melakukan kontrol pada hari ke-7 hingga 10, lakukan pelepasan splint, perawatan endodontik jika diperlukan, lakukan evaluasi radiologis setelah 2-3 pekan, 3-4 pekan, 6-8 pekan, 6 bulan, 1 tahun dan 5 tahun pasca replantasi.[1]
Penatalaksanaan Avulsi Gigi dengan Akar Terbuka
Pada gigi permanen dengan apeks terbuka, maka perawatannya yang pertama adalah rendam gigi ke dalam 20 ml saline yang sudah dicampur dengan 1 mg doxycycline, jika berada di ekstraoral selama beberapa menit saja. Jika berada di ekstraoral selama antara 20-60 menit, maka rendam di dalam HBSS selama 30 menit dan segera direplantasi. Jika berada di ekstraoral lebih dari 60 menit, maka rendam di asam sitrat, stannous fluoride 2%, doxycycline dan segera direplantasi. Selanjutnya lakukan splinting selama dua minggu, yang diikuti dengan apeksifikasi menggunakan kalsium hidroksida.[1,5]
Berbagai laporan klinis menyatakan bahwa perawatan gigi avulsi tersebut di atas memiliki tingkat kegagalan yang cukup tinggi. Hal ini dikarenakan gigi yang avulsi biasanya sudah berada di lingkungan ekstraoral dan kering dalam waktu yang lama, sehingga ligamen periodontal yang ada di akar gigi avulsi mengalami nekrosis. Dengan alasan itu, penelitian mengenai pendekatan baru dalam melakukan perawatan gigi avulsi mulai dilakukan.[6,7]
Pendekatan baru tersebut adalah dengan melakukan transplantasi sel punca dan melakukan implantasi membran biokolagen dan bioglass. Pendekatan baru ini memungkinkan jaringan periodontal untuk dapat melakukan regenerasi meskipun gigi sudah berada di ekstraoral dan lingkungan yang kering selama lebih dari 2 jam. Mulai dari tahun 2013 hingga sekarang, penelitian mengenai sel stem untuk penatalaksanaan gigi avulsi ini terus dikembangkan.[6,7]
Kesimpulan
Avulsi merupakan salah satu kasus trauma dental yang akan ditemukan oleh dokter gigi maupun dokter umum. Avulsi menimbulkan keluhan fungsional, psikologis, dan estetika. Prognosis dari gigi avulsi ini bergantung dari jaringan periodontal pada gigi tersebut.
Manajemen inisial gigi avulsi adalah menempatkan gigi pada larutan fisiologis untuk mencegah nekrosis pada ligamen periodontal. Beberapa cairan yang digunakan adalah susu, saliva, propolis, air kelapa, telur putih, air keran, Hank’s Balanced Salt Solution (HBBS), saline, custodiol, gatorade™, ViaSpan™, Eagle, hingga asam askorbat. Selain itu, kondisi apikal gigi yang masih membuka atau sudah menutup juga menentukan jenis perawatan lanjutan yang akan dilakukan, yaitu akan dilakukan apeksifikasi atau tidak.
Pendekatan baru untuk melakukan perawatan gigi avulsi mulai dikembangkan untuk meningkatkan keberhasilan perawatan replantasi. Pendekatan baru tersebut adalah dengan melakukan penanaman sel stem ke dalam soket. Pendekatan ini dianggap dapat meningkatkan penyembuhan sel ligamen periodontal walaupun gigi sudah berada di lingkungan ekstraoral lebih dari 60 menit.