Manfaat dan keamanan vaksin dengue masih menjadi topik yang sering didebatkan. Menurut WHO, vaksin dengue idealnya harus memberikan proteksi terhadap keempat serotipe virus dengue, dapat diberikan dalam dosis tunggal, bisa memberikan imunitas jangka panjang, dan tidak memiliki efek samping serius. Namun, vaksin dengue yang ada saat ini umumnya belum memenuhi seluruh kriteria tersebut.
Dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan virus dengue. Virus dengue memiliki 4 serotipe, yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Virus ini ditransmisikan melalui gigitan nyamuk Aedes. Setiap tahunnya, diperkirakan terjadi 390 juta infeksi dengue dengan 96 juta kasus bergejala. Strategi pencegahan dengue saat ini lebih berfokus pada pengendalian vektor daripada vaksinasi.[1,2]
Latar Belakang Pengembangan Vaksin Dengue
Saat ini hanya ada satu jenis vaksin dengue yang sudah berlisensi, yakni Dengvaxia (CYD-TDV) yang merupakan vaksin tetravalen rekombinan hidup. Dengvaxia pertama kali didaftarkan di Meksiko pada Desember 2015. Vaksin ini diberikan dalam 3 dosis pada bulan ke-0, ke-6, dan ke-12.[3,4]
Pada bulan Juli 2016, WHO merilis pernyataan bahwa vaksin dengue dipertimbangkan sebagai strategi pencegahan hanya jika data epidemiologi menunjukkan tingginya beban penyakit. Hal ini dikarenakan vaksin dengue terbukti kurang efektif pada individu yang belum pernah terpapar virus dengue (seronegatif). Vaksin pada kelompok tersebut dikhawatirkan akan bertindak seperti infeksi dengue pertama kali, sehingga terjadi peningkatan risiko dengue berat saat pasien terpapar virus dengue serotipe lain.[3]
Pada akhir 2018, vaksin CYD-TDV disetujui untuk digunakan di daerah-daerah endemik di Eropa untuk penduduk berusia 9–45 tahun yang pernah terpapar virus dengue (seropositif). Lalu, pada tahun 2019, FDA menyetujui vaksin CYD-TDV sebagai upaya pencegahan penyakit dengue yang disebabkan keempat serotipe virus pada penduduk berusia 9–16 tahun di daerah endemis, yang memiliki riwayat dengue sebelumnya dan dibuktikan oleh pemeriksaan laboratorium.[3]
Saat ini juga terdapat dua vaksin dengue lainnya yang masih menjalani uji klinis fase 3, yakni vaksin TAK-003 dari Takeda dan vaksin Butantan-DV dari Instituto Butantan.[4]
Studi terkait Manfaat dan Efikasi Vaksin Dengue
Vaksin dengue diharapkan bermanfaat untuk mengurangi kerentanan individu terhadap infeksi, mengurangi progresivitas infeksi menjadi kasus simtomatik dan kasus berat, serta memberi efek herd immunity pada komunitas.[5]
Penggunaan vaksin CYD-TDV disetujui oleh FDA berdasarkan hasil dua studi pada pasien (n>35.000) di area endemis dengue. Subjek penelitian dibagi menjadi dua kelompok, yakni kelompok yang mendapat vaksinasi dan kelompok yang mendapat plasebo berupa larutan garam.[3,6]
Kemudian, kedua kelompok dipantau untuk melihat muncul atau tidaknya dengue simtomatik yang terkonfirmasi secara virologis (virologically confirmed dengue atau VCD). Efikasi vaksin dinilai mulai dari 28 hari pasca vaksinasi ketiga hingga 12 bulan. Hasilnya, vaksin CYD-TDV dilaporkan 76% efektif mencegah VCD simtomatik pada pasien berusia 9–16 tahun yang seropositif dengue saat vaksin.[3,6]
Studi oleh Reynales et al di Kolombia meneliti 9.740 partisipan berusia 9–16 tahun yang menerima vaksin CYD-TDV atau plasebo dengan perbandingan 2:1. Studi tersebut menunjukkan CYD-TDV memiliki efikasi 67,5% untuk mencegah VCD simtomatik yang disebabkan serotipe apa pun mulai dari injeksi pertama hingga 25 bulan setelahnya.[7]
Follow-up yang dilakukan selama 6 tahun juga menunjukkan berkurangnya tingkat rawat inap pada pasien dengue. Studi ini menyimpulkan bahwa CYD-TDV bermanfaat dan perlu dipertimbangkan sebagai strategi pengendalian dengue di Kolombia yang memiliki banyak area endemis.[7]
Namun, meta analisis oleh Silveira et al memberikan hasil yang berbeda. Meta analisis ini mempelajari 7 uji klinis yang dipublikasikan pada 2000–2017 dengan total 36.371 partisipan, yang berusia 2–45 tahun. Hasil meta analisis menunjukkan bahwa efikasi vaksin CYD-TDV adalah 44% dengan kisaran 25–59%. Angka ini jauh lebih rendah daripada vaksin komersial untuk penyakit lainnya, seperti hepatitis B dan rubella.[1]
Profil Keamanan Vaksin Dengue
Vaksin dengue umumnya dinilai cukup aman. Efek samping yang dapat timbul setelah pemberian vaksin meliputi reaksi lokal di area injeksi, ruam ringan, nyeri kepala, lemas, myalgia, neutropenia ringan, dan penurunan fungsi hati ringan.
Studi oleh Villar et al pada 20.689 anak di Amerika Latin pernah mencatat efek samping yang cukup serius, seperti serangan asma dan kejang pada 28 hari setelah pemberian CYD-TDV. Namun, anak yang mengalami efek samping dilaporkan sembuh tanpa sekuel. Tidak ada laporan kematian dan infeksi akibat vaksin.[5]
Studi oleh Flasche et al menunjukkan vaksin CYD-TDV berpotensi menurunkan angka opname akibat dengue sebesar 13–25% dan efektif secara biaya pada area endemis dengue. Namun, di area dengan prevalensi dengue yang rendah, vaksinasi dapat meningkatkan insidensi penyakit dengue berat.[8]
Argawal et al meninjau 6 uji klinis untuk menilai imunogenisitas dan keamanan vaksin CYD-TDV pada anak-anak. Hasil menunjukkan bahwa kelompok yang mendapat vaksin memiliki imunogenisitas lebih tinggi terhadap antigen virus dengue daripada kelompok plasebo. Dari segi keamanan, vaksin CYD-TDV dinilai memuaskan, di mana hampir semua efek samping serius yang muncul tidak berhubungan dengan vaksin. Tinjauan studi tersebut menyimpulkan CYD-TDV aman untuk daerah endemis.[9]
Telaah kritis oleh Satari et al juga telah menelusuri berbagai studi untuk mengetahui keamanan vaksin dengue pada individu seronegatif yang berusia >9 tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa risiko relatif rawat inap dan risiko dengue berat karena VCD pada kelompok tersebut tidak signifikan.[10]
Kontroversi Vaksin Dengue di Filipina
Program vaksin dengue pernah dijalankan pada sekitar 800.000 anak usia sekolah di Filipina. Akan tetapi, setelah program tersebut dijalankan, perusahaan produsen vaksin dengue menemukan bahwa vaksin ini dapat meningkatkan risiko dengue derajat berat bila penerima belum pernah terinfeksi dengue sebelumnya.
Angka infeksi dengue di Filipina mencapai 90%. Oleh karena itu, dengan menggunakan vaksin dengue, sekitar 10% penerima yang belum pernah terinfeksi dengue akhirnya justru berisiko mengalami dengue berat dan kematian. Distribusi vaksin ini di Filipina akhirnya dihentikan. Kontroversi ini menjadi salah satu alasan munculnya keraguan vaksin pada masyarakat awam, termasuk terhadap vaksin lain selain dengue.[11]
Rekomendasi tentang Vaksin Dengue di Indonesia
Di Indonesia, reevaluasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyatakan bahwa pemberian CYD-TDV pada individu seronegatif meningkatkan risiko dengue berat dan risiko rawat inap bila dibandingkan dengan individu seronegatif yang mendapat plasebo. Oleh karena itu, BPOM memutuskan bahwa vaksin CYD-TDV hanya dapat digunakan untuk mengurangi risiko kejadian dan keparahan dengue pada anak usia 9–16 tahun yang seropositif.[12]
Kesimpulan
Vaksin dengue idealnya mampu memberikan proteksi terhadap keempat serotipe virus, dapat diberikan dalam dosis tunggal, memberikan imunitas jangka panjang, dan tidak memiliki efek samping serius. Namun, mayoritas vaksin dengue yang dikembangkan kesulitan memenuhi seluruh kriteria ini.
Saat ini hanya ada satu jenis vaksin dengue yang sudah berlisensi, yakni Dengvaxia (CYD-TDV) yang diberikan dalam 3 dosis dengan interval 6 bulan. Namun, vaksin ini tidak disarankan pada individu seronegatif atau individu di daerah nonendemis karena dapat meningkatkan risiko infeksi dengue berat.
Di Indonesia, BPOM memutuskan bahwa vaksinasi CYD-TDV hanya dapat digunakan untuk mengurangi risiko kejadian dengue dan risiko keparahan dengue pada anak usia 9–16 tahun yang seropositif.
Penulisan pertama oleh: dr. Hunied Kautsar