Penyebab pasti sindrom DRESS atau Drug Reaction with Eosinophilia and Systemic Symptoms masih belum jelas, tetapi beberapa obat telah dikaitkan dengan risiko lebih tinggi, termasuk antikonvulsan seperti phenytoin, carbamazepine, dan phenobarbital, serta antibiotik seperti sulfonamida, dan allopurinol. Di antara obat tersebut, antikonvulsan merupakan penyebab yang paling umum.
Sindrom DRESS adalah reaksi obat yang jarang namun serius, ditandai oleh peradangan kulit yang luas, eosinofilia, serta keterlibatan organ internal seperti hati, ginjal, paru, dan jantung. Meskipun patogenesisnya belum sepenuhnya dipahami, sindrom DRESS diyakini merupakan respons imun kompleks terhadap obat-obatan tertentu.[1-3]
Cara Mengenali Sindrom DRESS
Diagnosis sindrom DRESS dapat sulit ditegakkan karena gejalanya bisa menyerupai penyakit infeksi atau autoimun lain. Oleh karena itu, penting untuk mempertimbangkan kemungkinan sindrom DRESS pada pasien yang mengalami ruam kulit yang luas, eosinofilia, dan keterlibatan organ internal setelah penggunaan obat tertentu. Penegakan diagnosis juga dapat dibantu sistem skoring berdasarkan kriteria Registry of Severe Cutaneous Adverse Reactions (RegiSCAR.[1-3]
Gejala awal yang sering muncul adalah ruam kulit morbiliformis luas, bisa disertai edema wajah. Ruam biasanya dimulai beberapa minggu setelah memulai obat tertentu. Namun, penting diingat bahwa awitan bisa sangat bervariasi, dari beberapa hari hingga bulan setelah pengobatan.
Selain itu, terdapat eosinofilia dengan peningkatan kadar eosinofil lebih dari 1,5 × 10^9/L. Keterlibatan organ internal juga sering terjadi, yang bisa menimbulkan gejala seperti hepatomegali, peningkatan kreatinin, infiltrat paru, atau gagal jantung.[2,4-7]
Tabel 1. Sistem Skoring RegiSCAR
Kriteria | Skor | Minimal | Maksimal | ||
-1 | 0 | +1 | |||
Erupsi Kulit Akut | |||||
Ruam kulit luas | Tidak atau tidak diketahui | >50% luas permukaan tubuh (LPT) | -2 | +2 | |
Ruam kulit menandakan DRESS | Tidak | Tidak diketahui | Ya | ||
Biopsi menandakan DRESS | Tidak | Ya atau tidak diketahui | |||
Demam ≥38,5 C | Tidak atau tidak diketahui | Ya | -1 | 0 | |
Limfadenopati | Tidak atau tidak diketahui | Ya | 0 | +1 | |
Keterlibatan Organ Internal | |||||
Hepar | Tidak atau tidak diketahui | Ya | 0 | +2 | |
Ginjal | Tidak atau tidak diketahui | Ya | |||
Paru | Tidak atau tidak diketahui | Ya | |||
Otot atau jantung | Tidak atau tidak diketahui | Ya | |||
Keterangan: · Dibutuhkan ≥ 3 kriteria untuk diagnosis sindrom DRESS · Perhatikan poin minimum atau maksimum yang dapat dicetak per kriteria. Misalnya, meskipun dalam kriteria Keterlibatan Organ ada 3 organ positif, hanya 2 poin yang dapat dicetak dalam kategori tersebut. Interpretasi: · Skor < 2: bukan sindrom DRESS · Skor 2-3: mungkin sindrom DRESS · Skor 4-5: sangat mungkin sindrom DRESS · Skor >5: definitif sindrom DRESS |
Sumber: dr. Bedry Qintha, Alomedika, 2024.[7]
Obat Pencetus Sindrom DRESS
Antikonvulsan aromatik seperti phenytoin, carbamazepine, dan phenobarbital; serta sulfonamida seperti dapsone dan sulfasalazine, merupakan agen yang paling banyak dikaitkan sebagai pencetus sindrom DRESS. Berbagai studi menunjukkan bahwa carbamazepine merupakan obat pencetus tersering sindrom DRESS (sekitar 27% kasus).
Secara lebih spesifik, terdapat banyak sekali obat yang telah dikaitkan dengan terjadinya sindrom DRESS. Meski begitu, agen yang paling banyak dilaporkan adalah:
- Allopurinol
- Antikonvulsan: phenobarbital, carbamazepine, phenytoin, lamotrigine, dan asam valproat
- Antibiotik: minocycline, vancomycin, cotrimoxazole, ampicillin, obat antituberkulosis, dan amoxicillin
- Sulfonamida: dapsone, sulfasalazine, disulfone
- Lainnya: fluindione, proton pump inhibitors seperti omeprazole, dan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS).[1,9]
Pada pasien pediatri, terdapat studi yang menunjukkan bahwa antikonvulsan menjadi pencetus tersering DRESS, yakni pada sekitar 50% kasus. Pencetus tersering lain pada populasi ini mencakup antibiotik (30%), sulfasalazine (4,6%), dan obat antiinflamasi nonsteroid (4,6%).
Sementara itu, pada pasien dewasa, antikonvulsan merupakan pencetus tersering (35%). Pencetus tersering lain pada populasi dewasa adalah allopurinol (18%), sulfonamida (12%), dan antibiotik (11%).[9]
Tabel 2. Daftar Beberapa Obat Pencetus Sindrom DRESS
Jenis Obat | Nama Obat | Jenis Obat | Nama Obat |
Anti-gout | Allopurinol | Analgesik dan antiinflamasi | Celecoxib |
Antikonvulsan | Carbamazepine, | Diclofenac | |
Phenytoin | Ibuprofen | ||
Lamotrigine | Obat Antikanker | Daclizumab | |
Phenobarbital | Imatinib | ||
Antibiotik | Vancomycin | Sorafenib | |
Minocycline | Vemurafenib | ||
Cotrimoxazole | Obat Lainnya | Sulfasalazine | |
Pyrimethamine-sulfadiazine | Omeprazole | ||
Obat antituberkulosis, seperti isoniazid dan ethambutol | Azathioprine | ||
Piperacillin-tazobactam | Olanzapine | ||
Antiaritmia | Mexiletine | Nevirapine | |
Antivirus | Abacavir | Fluindione | |
Boceprevir | Hydroxychloroquine | ||
Nevirapine | |||
Telaprevir |
Sumber: dr. Bedry Qintha, Alomedika, 2024.[1,3,7,9]
Penanganan Sindrom DRESS
Terapi terpenting untuk mengatasi sindrom DRESS adalah dengan memberhentikan obat yang dicurigai menjadi pencetus. Selanjutnya, pilihan terapi akan bergantung pada derajat keparahan penyakit. Pada beberapa kasus ringan, pemberian steroid topikal mungkin cukup untuk mengatasi ruam. Meski begitu, jika ada keterlibatan organ internal, maka pasien perlu dirawat di ruang intensif (ICU).
Kortikosteroid sistemik biasanya diberikan pada pasien dengan manifestasi sedang hingga berat. Kortikosteroid yang dapat diberikan adalah prednisolone oral 40-60 mg/hari atau methylprednisolone intravena 1-1,5 mg/kg. Setelah manifestasi klinis dan laboratorium stabil, disarankan untuk melakukan pengurangan dosis bertahap selama beberapa minggu hingga bulan mengingat kecenderungan DRESS mengalami relaps.[1,3,7]
Kesimpulan
Sindrom DRESS (Drug Reaction with Eosinophilia and Systemic Symptoms) merupakan reaksi erupsi obat yang telah dikaitkan dengan reaksi alergi terhadap konsumsi obat tertentu. Antikonvulsan merupakan jenis obat yang paling sering dikaitkan dengan DRESS. Meski begitu, kondisi ini juga bisa dicetuskan oleh jenis obat lain, termasuk allopurinol, antibiotik, antituberkulosis, sulfonamida, dan obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS).