Pedoman Penanganan Esofagitis Eosinofilik – Ulasan Guideline Terkini

Oleh :
dr.Bedry Qintha

Pedoman penanganan esofagitis eosinofilik dipublikasikan oleh American College of Gastroenterology (ACG) pada tahun 2025. Pedoman ini menekankan pentingnya melakukan endoskopi diagnostik awal tanpa pengaruh obat seperti proton pump inhibitor (PPI), steroid topikal (inhalasi maupun intranasal), serta tanpa pembatasan diet, guna mencegah hasil negatif palsu.

Dalam hal penatalaksanaan, PPI dosis tinggi direkomendasikan sebagai terapi lini pertama, yang perlu disertai edukasi pasien mengenai mekanisme kerja PPI pada esofagitis eosinofilik. Steroid topikal seperti budesonide maupun fluticasone dapat digunakan, dengan waktu pemberian optimal setelah makan atau sebelum tidur, dan dianjurkan untuk tidak makan atau minum dalam 30–60 menit setelah pemberian.[1]

Esofagitis Eosinofilik

Tabel 1. Tentang Pedoman Klinis Ini

Penyakit Esofagitis eosinofilik
Tipe Diagnosis dan Penatalaksanaan
Yang Merumuskan

American College of Gastroenterology (ACG)

Tahun 2025
Negara Asal Amerika Serikat
Dokter Sasaran Dokter Umum, Spesialis Penyakit Dalam.

Penentuan Tingkat Bukti

Penentuan tingkat bukti dalam pedoman klinis ini dilakukan melalui pendekatan sistematis menggunakan metodologi GRADE (Grading of Recommendations, Assessment, Development, and Evaluation). Tim panel terdiri dari ahli klinis dan metodologis, yang menyusun pertanyaan klinis terstruktur dalam format PICO (Population, Intervention, Comparison, Outcome) untuk kemudian ditinjau.

Bukti ilmiah yang diperoleh dinilai berdasarkan lima parameter utama, yakni risiko bias, bias publikasi, heterogenitas studi, kedekatan bukti terhadap pertanyaan klinis (directness), dan ketepatan estimasi efek. Kualitas bukti diklasifikasikan menjadi tinggi, sedang, rendah, atau sangat rendah, dan kekuatan rekomendasi ditentukan sebagai kuat atau kondisional, mempertimbangkan kualitas bukti, rasio manfaat-risiko, kelayakan implementasi, biaya, serta perspektif pasien dan populasi.[1]

Rekomendasi Utama untuk Diterapkan dalam Praktik Klinis Anda

Dalam pedoman klinis ini, dicantumkan rekomendasi mengenai diagnosis dan penatalaksanaan. Diagnosis merujuk pada gejala dan pemeriksaan penunjang yang diperlukan, sedangkan tata laksana dijabarkan secara spesifik menurut beberapa skenario klinis yang mungkin ditemukan.[1]

Rekomendasi Terkait Diagnosis Esofagitis Eosinofilik

  • Kecurigaan diagnosis esofagitis eosinofilik diperlukan pada pasien yang mengalami gejala disfungsi esofagus seperti kesulitan menelan atau regurgitasi makanan.
  • Pemeriksaan endoskopi inisial sebaiknya dilakukan tanpa pengaruh obat-obatan, seperti PPI, restriksi diet, ataupun steroid intranasal dan inhalasi yang digunakan untuk mengatasi asma atau sinusitis. Hal ini untuk menghindari adanya hasil negatif palsu.
  • Gunakan sistem skoring standar, seperti Endoscopic Reference Score, saat melakukan endoskopi dan ambil setidaknya 6 sampel jaringan dari setidaknya 2 bagian esofagus untuk dianalisis.
  • Temuan yang dapat menegakkan diagnosis esofagitis eosinofilik adalah adanya gejala disfungsi esofagus, temuan berupa ≥15 eosinofil per high power field (hpf) pada sampel jaringan esofagus yang diambil dengan biopsi, disertai eksklusi dari diagnosis banding lainnya.

Rekomendasi Terkait Penatalaksanaan Esofagitis Eosinofilik

  • Penggunaan PPI dosis tinggi, seperti esomeprazole 40 mg/hari, direkomendasikan untuk pengobatan esofagitis eosinofilik.
  • Penggunaan steroid topikal, seperti budesonide suspensi oral atau tablet orodispersible 2-4 mg/hari, juga direkomendasikan untuk pengobatan esofagitis eosinofilik.
  • Terapi eliminasi diet, seperti 6-food elimination diet (6FED), dapat dipertimbangkan karena banyak kasus esofagitis eosinofilik bersifat food antigen-driven.
  • Pada pasien yang tidak responsif terhadap terapi PPI dosis tinggi, injeksi subkutan dupilumab 300 mg/minggu dapat digunakan sebagai terapi lini kedua.
  • Penggunaan omalizumab, cromolyn, dan montelukast tidak dianjurkan untuk pengobatan esofagitis eosinofilik.
  • Pada pasien esofagitis eosinofilik yang mengalami striktur esofagus yang menyebabkan disfagia, terapi dilasi bisa digunakan sebagai adjuvan farmakoterapi.[1]

Rekomendasi Terkait Pemantauan Pengelolaan Esofagitis Eosinofilik

  • Pemantauan dengan mengandalkan gejala saja tidak dapat diandalkan untuk mengetahui perkembangan kondisi pasien dengan esofagitis eosinofilik. Hal ini karena beratnya gejala tidak berkorelasi dengan temuan histologi dan endoskopi pada esofagitis eosinofilik.
  • Respons histologis <15 eosinofil/hpf dapat dianggap sebagai keberhasilan terapi, namun pasien perlu tetap dipertahankan pada terapi inisial setelah remisi histologis tercapai karena sifat kronisitas dari penyakit ini.
  • Meski insufisiensi adrenal jarang terjadi pada penggunaan kronis steroid topikal, pemantauan terhadap insufisiensi adrenal boleh dilakukan, terutama pada pasien dengan faktor risiko.[1]

Perbandingan dengan Pedoman Klinis di Indonesia

Belum ada pedoman penanganan untuk esofagitis eosinofilik di Indonesia. Meski demikian, pedoman dari ACG ini bisa dibandingkan dengan pedoman klinis dari British Society of Gastroenterology (BSG).

Secara garis besar, rekomendasi dari ACG dan BSG sangat serupa. Dalam hal diagnosis, BSG juga menyebutkan bahwa diagnosis esofagitis eosinofilik ditegakkan berdasarkan gejala klinis seperti disfagia, dengan histologi esofagus yang menunjukkan jumlah puncak eosinofil ≥15 eosinofil/hpf (atau ≥15 eosinofil/0,3 mm2 atau >60 eosinofil/mm2, tanpa adanya penyebab lain eosinofilia esofagus).

Dalam hal tata laksana, BSG menekankan pada modifikasi diet, yakni menggunakan 6FED, disertai dengan pemberian PPI dan steroid. Terkait dengan penggunaan dupilumab, BSG baru menyebutkan bahwa obat ini memiliki potensi untuk digunakan pada esofagitis eosinofilik, tetapi belum memberikan rekomendasi spesifik. Ini mungkin karena pedoman BSG dipublikasikan pada tahun 2022, yang mana bukti ilmiah terkait efikasi dupilumab masih terbatas saat itu.[2]

Kesimpulan

American College of Gastroenterology (ACG) mempublikasikan pedoman penanganan esofagitis eosinofilik pada tahun 2025. Beberapa rekomendasi utama yang penting diketahui dari pedoman klinis ini adalah:

  • Diagnosis esofagitis eosinofilik ditegakkan dengan mengevaluasi gejala disfungsi esofagus, seperti disfagia, menemukan ≥15 eosinofil/hpf dalam sampel jaringan esofagus yang diambil selama biopsi, dan menyingkirkan kemungkinan diagnosis banding lain.
  • Pedoman ini merekomendasikan untuk menggunakan sistem skoring standar, seperti Endoscopic Reference Score, selama setiap endoskopi dan mengambil setidaknya 6 sampel jaringan biopsi dari setidaknya 2 bagian esofagus untuk diperiksa.
  • Untuk pengobatan esofagitis eosinofilik, pedoman klinis ini mendukung penggunaan farmakoterapi, yakni proton pump inhibitor (PPI) dosis tinggi dan steroid topikal, serta dapat diikuti dengan eliminasi alergen melalui diet.
  • Jika pasien tidak merespon adekuat terhadap pendekatan penanganan tersebut, penggunaan obat biologis dupilumab dapat dipertimbangkan.

Referensi