Penanganan Avulsi Hamstring Proksimal: Operatif vs Non-Operatif

Oleh :
dr.Putra Rizki Sp.KO

Avulsi hamstring proksimal dapat ditangani dengan pendekatan operatif dan non-operatif. Meski begitu, luaran penanganan operatif dan non-operatif sangat jarang dibandingkan dalam studi ilmiah.

Secara klinis, avulsi hamstring proksimal merupakan jenis cedera otot hamstring yang paling parah dalam bidang kedokteran olahraga. Walau memiliki gejala klinis yang cukup jelas, cedera ini kerap terlambat atau salah didiagnosis.[1,2]

Penanganan Avulsi Hamstring Proksimal

Avulsi hamstring proksimal paling sering terjadi pada aktivitas yang memerlukan akselerasi cepat seperti lari, lompat, dan olahraga menendang dengan biomekanik hiperfleksi pinggul dan ekstensi lutut ipsilateral. Avulsi hamstring proksimal pada individu tersebut dapat mengakibatkan kecacatan yang signifikan, periode rehabilitasi yang lama, dan absensi dalam kompetisi dalam waktu lama pada atlet.[2-4]

Penanganan Operatif Avulsi Hamstring Proksimal

Beberapa studi menunjukkan perbaikan yang signifikan pasca tata laksana repair avulsi hamstring proksimal, namun belum ada konsensus yang mendeklarasikan waktu optimal untuk operasi. Selain itu, juga masih terdapat perbedaan pendapat apakah robekan parsial memiliki hasil luaran yang sama setelah dilakukan repair dengan ruptur total pada avulsi hamstring proksimal, sehingga pengambilan keputusan pembedahan harus melalui banyak pertimbangan.

Bukti lain menunjukkan bahwa tindakan operatif atau repair pada kasus avulsi total proksimal hamstring pada atlet memberikan manfaat dengan hasil yang lebih baik dari segi pemulihan kekuatan otot, periode pemulihan yang lebih singkat, dan risiko cedera ulang yang lebih kecil.[5-7]

Ada beberapa pilihan teknik dan pendekatan untuk repair avulsi hamstring proksimal, namun perbedaan teknik tidak mempengaruhi hasil akhir operasi. Hasil akhir operasi repair lebih dipengaruhi oleh paparan tuberositas iskia yang memadai saat operasi, identifikasi dan perlindungan saraf regional yang adekuat, mobilisasi unit tendon otot yang cedera, optimalisasi dalam memperbaiki fiksasi tendon yang avulsi pada tuberositas iskia, dan hasil uji repair intraoperatif.[6,8-10]

Penanganan Non-Operatif Avulsi Hamstring Proksimal

Tata laksana non-operatif atau konservatif pada cedera avulsi hamstring proksimal masih menjadi pilihan. Tata laksana konservatif pada kasus akut bisa berupa istirahat, kompres es, modifikasi aktivitas, obat antiinflamasi nonsteroid, latihan penguatan, dan fisioterapi. Tata laksana tambahan seperti shock wave, kortikosteroid, dan platelet-rich plasma bukan merupakan pilihan pada kasus akut, tetapi dapat dipertimbangkan untuk pasien dengan tendinopati kronis insersional hamstring proksimal.[5,11]

Biasanya tata laksana non-operatif lebih disukai untuk kasus avulsi parsial. Selain itu, beberapa pertimbangan lain untuk pemilihan tata laksana non-operatif adalah robekan yang hanya melibatkan satu atau dua tendon, individu yang tidak banyak bergerak atau beraktivitas, pasien dengan penyakit penyerta, atau pasien yang kemungkinan besar tidak dapat mematuhi protokol rehabilitasi pasca operasi.[5,11,12]

Perbandingan Luaran Penanganan Operatif vs Non-Operatif Avulsi Hamstring Proksimal

Sebuah studi membandingkan tata laksana operatif dan non-operatif, melibatkan 24 pasien avulsi hamstring proksimal yang diverifikasi dengan MRI. Dalam studi ini, kelompok yang menjalani perawatan operatif memiliki waktu lebih singkat untuk memulai perawatan sejak terjadinya cedera dan memiliki jumlah retraksi tendon yang lebih besar dibandingkan kelompok non-operatif. Namun, 12 bulan setelah pengobatan, kedua kelompok menunjuk hasil klinis yang baik menurut skor Perth Hamstring Assessment Tool (PHAT).[13]

Studi lain mengevaluasi secara prospektif luaran klinis dan radiologis 1 tahun setelah perawatan operatif dan non-operatif. Perawatan operatif atau non-operatif dipilih melalui proses pengambilan keputusan bersama, didapatkan 26 pasien masuk kelompok operatif dan 33 pasien kelompok non-operatif. Dalam studi ini, pasien yang menjalani operasi memiliki skor PHAT sebelum pengobatan yang lebih rendah namun meningkat secara substansial untuk mencapai skor PHAT yang sebanding dengan pasien non-operatif.[14]

Peneliti lain melakukan uji coba non-inferioritas di 10 pusat kesehatan di Swedia dan Norwegia.  Sebanyak 97 pasien dikelompokkan untuk mendapat perawatan operatif atau non-operatif secara acak dan selanjutnya diobservasi. Studi ini menyimpulkan bahwa pengobatan non-operatif bersifat non-inferior terhadap pengobatan operatif.[15]

Studi lain membandingkan hasil fungsional pada kasus avulsi hamstring proksimal dengan waktu pemantauan lebih panjang. Studi ini menunjukkan bahwa pengobatan operatif pada kasus avulsi hamstring proksimal secara signifikan meningkatkan skor fungsional jangka panjang, tingkat kepuasan pasien, dan tingkat serta kualitas return to sport (RTS) setelah tindak lanjut >4 tahun dibandingkan perawatan non-operatif. Meski begitu, luaran studi ini bersifat subjektif dan tidak dilakukan blinding, sehingga tinggi risiko bias.[16]

Kesimpulan

Beberapa studi menunjukkan bahwa tata laksana operatif dan non-operatif menghasilkan luaran klinis yang sebanding pada kasus avulsi hamstring proksimal, tetapi ada pula yang menunjukkan bahwa pendekatan operatif menghasilkan luaran parameter fungsional dan kepuasan pasien yang lebih baik dalam jangka panjang. Untuk mengetahui dengan lebih pasti pendekatan mana yang lebih superior, masih diperlukan uji klinis acak terkontrol skala besar yang membandingkan antara terapi operatif dan non-operatif.

Referensi