Primaquine merupakan obat yang digunakan untuk pencegahan transmisi malaria falciparum. Malaria merupakan infeksi parasit dengan tingkat morbiditas dan mortalitas yang masih tinggi di seluruh dunia, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Infeksi malaria dapat menyebabkan gejala dari ringan hingga berat, dimana infeksi berat seringkali disebabkan oleh Plasmodium falciparum.
Hingga saat ini, pemberian primaquine masih direkomendasikan oleh World Health Organization (WHO) untuk mencegah transmisi malaria falciparum terutama pada area dengan tingkat transmisi yang rendah. Primaquine merupakan obat yang dapat bereaksi dengan gametosit dewasa Plasmodium falciparum. Obat ini dapat diberikan tanpa pemeriksaan glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD) terlebih dahulu.[1-3]
Mekanisme Kerja Primaquine pada Kasus Malaria Falciparum
Malaria merupakan penyakit yang ditransmisikan melalui nyamuk. Malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum dapat menjadi infeksi yang berat dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Malaria berat dapat menyebabkan gejala seperti anemia berat, malaria serebral dengan penurunan kesadaran, gangguan pernapasan, hingga gagal ginjal.
Patofisiologi malaria meliputi siklus hidup Plasmodium yang terbagi menjadi seksual dan aseksual. Ruptur dari skizon liver dan pelepasan merozoit ke sirkulasi perifer menyebabkan invasi pada sel darah merah yang dapat menyebabkan gejala simtomatik. Pada infeksi P.falciparum, parasit dapat memodifikasi permukaan dari sel darah merah yang sudah terinfeksi sehingga membentuk fenotipe adhesi. Sitoadhesi dari sel darah merah matur yang terinfeksi pada endotel, platelet, dan sel darah merah lain dapat menyebabkan sekuestrasi dan obstruksi dari sirkulasi, menyebabkan gangguan perfusi, dan kerusakan organ.[4,5]
Primaquine dan Malaria Falciparum
Primaquine merupakan salah satu obat 8-aminokuinolon yang digunakan dalam pengelolaan dan profilaksis infeksi malaria. Primaquine bekerja dengan cara mengeleminasi target hipnozoit di liver yang berada dalam kondisi dorman, sehingga mengurangi risiko relaps pada pasien. Dalam hal pencegahan transmisi, primaquine memiliki efek gametosidal yang mampu mengeradikasi gametosit matur secara cepat dan menurunkan risiko transmisi. Selain itu, primaquine juga telah dilaporkan memiliki efek sebagai profilaksis kausal.[2-5]
Penggunaan Primaquine dalam Pencegahan Transmisi Malaria Falciparum
WHO merekomendasikan pemberian primaquine untuk mencegah transmisi malaria falciparum terutama di area-area dengan intensitas transmisi yang rendah. Primaquine dapat diberikan dalam dosis tunggal 0,25 mg/kgBB yang dikombinasikan dengan artemisinin-based combination therapies (ACT). Dosis ini lebih rendah dari rekomendasi WHO sebelumnya yaitu 0,75 mg/kgBB. Hal ini bertujuan untuk menurunkan risiko hemolisis terutama pada pasien dengan defisiensi G6PD.
Pemberian dapat diberikan untuk semua pasien dengan infeksi malaria falciparum, kecuali ibu hamil, anak di bawah usia 6 bulan, serta ibu menyusui dengan anak di bawah usia 6 bulan. Dosis tunggal primaquine ketika ditambahkan dengan pemberian ACT dapat membunuh gametosit dewasa dengan cepat sehingga menurunkan risiko transmisi. Pemberian primaquine tidak memerlukan pemeriksaan G6PD terlebih dahulu.[2,6]
Basis Bukti Ilmiah
Sebuah uji klinis oleh Dicko et al yang mempelajari efikasi primaquine dalam menurunkan transmisi Plasmodium falciparum di Mali. Studi yang melibatkan 81 partisipan ini menunjukkan adanya penurunan infektivitas malaria lebih dari 90% pada hari ke-2 dan ke-7 setelah pemberian 0,25 mg/kg dosis primaquine serta ACT. Uji klinis fase dua ini menyimpulkan bahwa dosis tunggal 0,25 mg/kg primaquine yang diberikan bersamaan dengan dihydroartermisinin-piperaquine, aman dan efektif dalam mencegah transmisi malaria falciparum.[3]
Hasil serupa didapatkan dalam uji klinis yang melibatkan 274 partisipan (2017). Dalam uji klinis ini, primaquine 0,25 mg/kg yang dikombinasikan dengan regimen ACT dilaporkan menghasilkan penurunan karier gametosit secara signifikan. Meski demikian, penurunan kadar hemoglobin didapatkan signifikan pada pasien dengan defisiensi G6PD. Keparahan penurunan kadar hemoglobin dilaporkan berkaitan pula dengan tingkan defisiensi G6PD yang dialami pasien.[7]
Aspek Keamanan:
Efek samping yang dikhawatirkan dari primaquine yaitu hemolisis, dapat menimbulkan gejala berat seperti hemolisis intravaskular berat dengan urine gelap, ikterus, dan reaksi alergi. Akan tetapi, uji klinis oleh Mwaiswelo et al di Tanzania (2022) menunjukkan bahwa penggunaan primaquine aman dan dapat ditoleransi dengan baik tanpa memperhatikan status G6PD. Efek samping yang timbul cukup ringan dan dapat sembuh dengan sendirinya.[8]
Dalam sebuah tinjauan sistematik (2017), pemberian primaquine dosis tunggal 0,75mg/kgBB pada pasien dengan defisiensi G6PD menunjukkan adanya penurunan kadar hemoglobin 1,45 g/dl di hari ke-7 dan peningkatan risiko anemia sebanyak 11 kali lipat dibandingkan kelompok plasebo. Di lain pihak, pada kelompok yang diberikan primaquine dosis tunggal 0,25mg/kgBB tidak ada perbedaan penurunan hemoglobin di hari ke-7 pada pasien defisiensi G6PD dibandingkan kelompok plasebo.[9]
Kesimpulan
Bukti ilmiah yang tersedia menunjukkan bahwa pemberian primaquine yang dikombinasikan dengan artemisinin-based combination therapies (ACT) efektif dalam menurunkan transmisi malaria falciparum. WHO merekomendasikan pemberian primaquine bersama dengan ACT tanpa perlu melakukan pemeriksaan G6PD. Dosis yang direkomendasikan adalah dosis tunggal 0,25 mg/kgBB. Primaquine dapat diberikan untuk semua pasien dengan infeksi malaria falciparum, kecuali ibu hamil, anak di bawah usia 6 bulan, serta ibu menyusui dengan anak di bawah usia 6 bulan.
Penulisan pertama oleh: dr. Nathania S. Sutisna