Menyampaikan kabar buruk, terutama pada pasien dengan penyakit terminal, merupakan tugas menantang bagi seorang dokter. Beban dari penyampaian berita semacam itu sangat besar. Selain itu, komunikasi yang gagal juga dapat menyebabkan hilangnya kepercayaan pasien dan keluarganya.[1]
Definisi Pasien dengan Penyakit Terminal
Pasien dengan penyakit terminal didefinisikan sebagai pasien yang memiliki kondisi medis ireversibel yang dalam waktu dekat akan mengakibatkan kematian atau penurunan kesadaran menetap yang tidak memungkinkan untuk disembuhkan. Sederhananya, penyakit terminal adalah penyakit yang memiliki ancaman kematian tinggi dalam jangka waktu dekat walaupun sudah dilakukan upaya pengobatan. Contohnya adalah tumor otak agresif seperti glioblastoma.
Hingga kini belum ada batasan jelas batas harapan hidup pasien dengan penyakit terminal, apakah 1 tahun atau 2 tahun ataupun dalam hitungan bulan. Berbagai ahli menggunakan durasi spesifik 6 atau 12 bulan, namun tidak ada bukti objektif untuk mendukung kerangka waktu ini.[2]
Kendala dalam Menyampaikan Kabar Buruk pada Pasien dengan Penyakit Terminal
Tidak jarang dokter menghadapi kekhawatiran dalam menyampaikan berita buruk kepada pasien, dan hal ini tidak berkurang dengan lamanya waktu berpraktik seorang dokter. Pada umumnya, dokter khawatir memunculkan reaksi emosional, serta cemas disalahkan atas berita buruk tersebut. Dokter juga khawatir berita buruk tersebut membuat pasien kehilangan harapan, jatuh dalam depresi, atau menolak melanjutkan pengobatan.[3]
Menyampaikan kabar buruk membutuhkan kemampuan verbal yang baik dari dokter. Selain itu, diperlukan kemampuan untuk merespons reaksi emosional pasien, menghadapi ekspektasi pasien untuk sembuh, menghadapi tuntutan dari pasien dan keluarga, serta memberikan motivasi pada pasien meskipun kondisi yang dialaminya seakan sudah tidak ada harapan. Di tengah semua hal itu, dokter juga tetap perlu mengajak pasien berdiskusi untuk ikut serta dalam mengambil keputusan terkait pengobatannya ke depan.[3,4]
Protokol ABCDE untuk Menyampaikan Kabar Buruk pada Pasien dengan Penyakit Terminal
Protokol ABCDE merupakan salah satu protokol yang dapat membantu dokter memahami cara menyampaikan kabar buruk. Protokol ABCDE meliputi advanced preparation, build a therapeutic environment, communicate well, deal with patient reaction, serta encourage and validate emotions.
Advanced Preparation
Dalam tahap advanced preparation, dokter melakukan review riwayat pasien, serta menyiapkan mental dan emosional pasien. Dokter mencari tahu apa yang pasien sudah dan ingin ketahui mengenai penyakitnya.
Build a Therapeutic Environment/Relationship
Dalam tahap ini, dokter memastikan kecukupan waktu dan privasi. Sebaiknya dokter, pasien, dan keluarga dalam posisi duduk. Apabila pantas secara budaya, posisi dokter dan pasien cukup dekat sehingga ada kontak mata yang baik.
Communicate Well
Prinsip protokol ini adalah berusaha sebisa mungkin mengkomunikasikan informasi dalam bahasa yang mudah dimengerti. Dokter sebaiknya menghindari jargon medis. Pastikan adanya jeda, agar pasien dan keluarga dapat mencerna informasi yang diberikan.
Deal with Patient and Family Reactions
Saat menyampaikan kabar buruk pada pasien dengan penyakit terminal, pasien dan keluarga bisa merespon dalam berbagai bentuk reaksi. Dokter perlu menjaga agar dirinya tetap tenang. Tidak lupa untuk mendengarkan dengan aktif, menelaah perasaan pasien, dan mengekspresikan empati.
Encourage and Validate Emotions
Dalam menyampaikan kabar buruk pada pasien dengan penyakit terminal, dokter perlu memvalidasi emosi pasien dan memberikan semangat meskipun kondisi pasien sepertinya sudah tanpa harapan. Dokter dapat mengoreksi misinformasi pengetahuan, serta menjelaskan apa makna berita ini terhadap pasien.[3,5]
Protokol BREAKS untuk Menyampaikan Kabar Buruk pada Pasien dengan Penyakit Terminal
Protokol lain yang dapat digunakan untuk menyampaikan kabar buruk pada pasien dengan penyakit terminal adalah protokol BREAKS. Secara garis besar, protokol ini memiliki isi yang kurang-lebih sama dengan protokol ABCDE.[3]
Background: Langkah awal yang dapat dilakukan adalah menggali latar belakang, riwayat klinis dan dukungan sosial/keluarga
Rapport: Dokter membangun hubungan dan mengalokasikan waktu untuk memahami kekhawatiran pasien.
Explore: Dokter menggali pemahaman pasien terhadap penyakitnya
Announce: Dokter menyampaikan pengantar berita buruk memakai bahasa nonmedis. Dokter perlu menghindari penjelasan yang terlampau panjang. Jangan berikan lebih dari 3 buah informasi sekaligus
Kindle: Dokter memahami emosi yang muncul dari pasien, meminta pasien mengulangi atau merangkum apa yang telah disampaikan. Waspada adanya penolakan (denial)
Summarize: Dokter merangkum kabar buruk dan kekhawatiran pasien. Dokter juga bisa membuat ringkasan secara tertulis untuk pasien. Pastikan juga keamanan pasien, termasuk kecenderungan bunuh diri dan keamanan berkendara saat pulang[3,5]
Protokol SPIKES untuk Menyampaikan Kabar Buruk pada Pasien dengan Penyakit Terminal
Protokol lain yang bisa digunakan untuk menyampaikan kabar buruk adalah SPIKES (setting, perception, invitation, knowledge, emotion, strategy dan summary). Protokol ini bisa dibilang merupakan yang paling umum digunakan, meskipun garis besarnya tidak berbeda jauh dengan pendekatan lain yang telah disebutkan.[3]
Setting
Lakukan peninjauan ulang apa yang akan disampaikan pada pasien. Siapkan kelengkapan data pendukung diagnosis, pikirkan bagaimana cara menyampaikan kabar buruk, dan bagaimana kira-kira pasien akan merespons kabar buruk tersebut.
Persiapkan ruangan yang dapat menjamin privasi pasien dan keluarganya. Bila kabar buruk harus disampaikan pada ruang rawat yang berisi lebih dari 1 pasien, pasang pembatas tirai. Bila dibutuhkan dapat disediakan tisu.
Sebelum menyampaikan kabar buruk, tanyakan apakah pasien butuh didampingi keluarga atau teman. Pada beberapa kasus, pihak yang bertanggung jawab terhadap pembiayaan perawatan pasien juga perlu dilibatkan.
Kabar buruk sebaiknya disampaikan dalam keadaan duduk, tidak terburu-buru, dan berikan ruang untuk berdiskusi dengan pasien. Bila memungkinkan, duduklah berhadapan langsung dengan pasien, tanpa penghalang apapun.
Bina hubungan baik dengan pasien. Buat pasien merasa mendapat perhatian dokter dengan kontak mata yang cukup. Menyentuh dan menggenggam tangan pasien dapat dilakukan jika memungkinkan. Hindari kemungkinan gangguan yang ada, misalnya suara telepon.
Perception
Dokter perlu menggali persepsi dan pemahaman pasien terhadap penyakitnya. Tanyakan juga harapan pasien. Usahakan untuk menggunakan pertanyaan terbuka. Bila ditemukan kekeliruan pemahaman dan informasi, lakukan koreksi agar pasien memiliki pemahaman yang tepat.
Persepsi pasien bisa bervariasi, mulai dari ingin sembuh seutuhnya, ingin tidak nyeri, ingin tumornya diangkat, tidak ingin dioperasi, tidak ingin minum obat, serta ada juga yang sudah berpasrah diri.
Invitation
Dokter menanyakan sejauh apa pasien ingin mengetahui penyakitnya. Mintalah ijin sebelum menyampaikan hasil pemeriksaan kepada pasien. Apabila ada penolakan, tawarkan pasien untuk bertemu di lain waktu ketika pasien siap atau ketika keluarga mendampingi.
Ada pasien yang ingin mengetahui penyakitnya secara mendetail, namun sebagian lagi hanya ingin mengetahui penyakitnya secara garis besar. Hormati apapun permintaan pasien. Beberapa pasien menolak mendengarkan informasi penyakit secara detail karena sudah tidak memiliki harapan dan cenderung berpasrah diri. Penolakan atas informasi detail tersebut biasanya merupakan mekanisme koping.
Knowledge
Akan lebih mudah bagi pasien untuk dapat mempersiapkan diri menerima kabar buruk apabila dokter memberikan petunjuk di awal pembicaraan. Meski demikian, dalam beberapa studi didapatkan bahwa tidak semua pasien memilih mendapat peringatan.
Gunakan kata-kata yang mudah dipahami pasien dan hindari jargon medis. Hindari pula pemakaian kata-kata ambigu. Kata-kata yang dipilih harus bersifat tegas dan lugas tanpa menjatuhkan harapan pasien. Hindari memberi ketakutan berlebihan.
Berikan informasi dalam potongan-potongan singkat dan berikan jeda waktu untuk pasien mencerna informasi yang diberikan.
Walaupun pasien dalam kondisi terminal, usahakan untuk tidak memutus harapan pasien seketika. Sebaiknya dokter memberikan informasi mengenai upaya-upaya yang bisa dilakukan untuk menjaga kualitas hidup pasien.
Emotion
Pahami emosi yang muncul dari pasien, baik itu diam atau menangis. Gunakan pernyataan empati dan validasi perasaan pasien. Contoh kalimat yang dapat digunakan adalah:
- “Tentu saja ini bukan kabar yang sama-sama kita harapkan”
- “Saya paham mengapa Anda merasa seperti itu”
- “Boleh tahu apa yang membuat Anda khawatir?”
Nyatakan dukungan terhadap pasien. Tunda pembicaraan yang bersifat teknis dan medis sampai pasien merasa lebih tenang atau lebih baik.
Strategy dan Summary
Dalam tahap ini, dokter merangkum informasi dan mendiskusikan rencana follow-up, pemeriksaan selanjutnya, serta pilihan terapi. Hindari kalimat “Tidak ada lagi yang bisa kami lakukan” walaupun prognosis pasien buruk. Tentukan dan dukung tujuan pasien; misalnya untuk mengontrol gejala, mengoptimalkan kualitas hidup, atau mendapat dukungan sosial. Hindari bias ketika mendiskusikan tujuan perawatan.[3,4,6]
Kesimpulan
Menyampaikan kabar buruk pada pasien dengan penyakit terminal merupakan tugas yang kompleks bagi seorang dokter. Banyak dokter yang merasa terbebani, tidak siap dengan respons pasien, atau takut menunjukkan emosi yang berlebihan.
Komunikasi yang baik merupakan poin penting dalam menyampaikan kabar buruk pada pasien dengan penyakit terminal. Cara komunikasi yang salah bisa menghilangkan kepercayaan pasien dan membuat pasien enggan melanjutkan terapi.
Beberapa protokol dapat digunakan untuk memandu dokter dalam menyampaikan kabar buruk pada pasien dengan penyakit terminal, antara lain protokol ABCDE, BREAKS, dan SPIKES. Pada dasarnya protokol ini melibatkan:
- Persiapan yang matang sebelum penyampaian informasi
- Memperhatikan waktu dan tempat dalam menyampaikan kabar buruk
- Menyampaikan kabar buruk dengan bahasa yang mudah dimengerti
- Menunjukkan empati dan memberi pasien ruang untuk mencerna informasi
- Memvalidasi emosi pasien
- Merangkum informasi yang telah dibahas
Penulisan pertama oleh: dr. Immanuel Natanael Tarigan