Terapi oral untuk psoriasis vulgaris umumnya diperlukan pada kasus berderajat sedang hingga berat yang tidak dapat ditangani dengan obat topikal dan fototerapi saja. Terapi oral yang umum digunakan di Indonesia adalah methotrexate dan cyclosporine. Namun, kedua obat oral ini dapat menimbulkan efek samping bermakna dalam jangka panjang, sehingga opsi obat oral yang lain patut ditelusuri.
Psoriasis adalah penyakit kulit yang dimediasi sel T, yang menyebabkan pertumbuhan sel kulit berlebih dan akumulasi lesi psoriatik. Psoriasis tipe plak adalah varian yang paling banyak dijumpai, yang mencakup >80% kasus psoriasis secara keseluruhan. Psoriasis plak ditandai dengan adanya plak atau bercak eritem berskuama, yang sering muncul di daerah ekstensor. Lesi juga dapat muncul di sela-sela jari, telapak tangan, telapak kaki, dan kuku.[1,2]
Psoriasis dihubungkan dengan beberapa komorbid termasuk psoriatic arthritis, penyakit kardiometabolik, dan depresi. Oleh sebab itu, terapi yang efektif dan aman untuk pasien psoriasis sangat diperlukan dan masih terus dipelajari.[1,2]
The American Academy of Dermatology-National Psoriasis Foundation menyarankan agen biologik sebagai pilihan utama untuk terapi psoriasis plak derajat sedang hingga berat karena efikasi dan profil keamanannya baik. Contoh agen biologik adalah injeksi secukinumab. Namun, obat oral masih banyak digunakan karena kepraktisannya dan akses yang lebih mudah didapatkan. Obat oral untuk psoriasis mencakup methotrexate, cyclosporine, acitretin dan apremilast.[1]
Methotrexate untuk Terapi Psoriasis Vulgaris
Methotrexate (MTX) bekerja dengan cara menghambat biosintesis folat sehingga dapat mengganggu replikasi DNA. MTX memiliki efek antiinflamasi dan sitostatik. MTX umum digunakan pada pasien yang gagal diterapi topikal dan fototerapi. MTX digunakan pada kasus psoriasis sedang-berat dan rekalsitran.[3]
Methotrexate dilaporkan efektif untuk pengobatan jangka panjang pada kasus berat, termasuk pada psoriasis eritroderma dan psoriasis pustular. Untuk pasien psoriasis plak lesi luas, MTX dapat dikombinasikan dengan calcipotriene.[3]
Namun, beberapa efek samping akibat MTX dapat terjadi, misalnya depresi sumsum tulang, hepatotoksisitas, dan pneumonitis. Untuk mengurangi toksisitas, pasien dapat diberikan tambahan suplemen folat. MTX sudah tersedia di Indonesia dalam bentuk tablet dan injeksi. Dosis mingguan umumnya adalah 7,5–25 mg. Dosis maksimal tidak melebihi 30 mg/minggu.[3]
Cyclosporine untuk Terapi Psoriasis Vulgaris
Cyclosporine merupakan agen imunosupresan yang poten. Obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas sel T dan mengikat cyclophilin yang menghambat calcineurin dan menghambat signal proinflamasi. Cyclosporine digunakan pada kasus psoriasis tipe plak sedang dan berat, kasus rekalsitran berat, dan kasus eritrodermik serta palmoplantar pustular generalisata.[4]
Namun, efek samping cyclosporine bisa berupa hipertensi, nefrotoksisitas, hiperkalemia dan hipomagnesemia. Cyclosporine sudah tersedia di Indonesia. Dosis awal umumnya 2,5 mg/kg/hari yang dibagi menjadi 2 dosis dan diberikan selama 1 bulan. Dosis tidak boleh melebihi 4 mg/kg/hari. Obat ini hanya bisa dipakai <1 tahun. Penggunaan jangka panjang (>2 tahun) dilaporkan bisa berkaitan dengan risiko keganasan.[4]
Acitretin untuk Terapi Psoriasis Vulgaris
Acitretin adalah generasi kedua tretinoin yang dapat mengatur mitosis keratinosit. Acitretin menghambat proliferasi collencytes dan generasi protein sehingga diferensiasi dan proliferasi kulit menjadi normal. Acitretin juga memiliki aksi antiinflamasi.[5]
Acitretin digunakan pada kasus psoriasis pustular, eritodermik, dan plak sedang hingga berat. Efek terapi meningkat dramatis jika dikombinasikan dengan PUVA (psoralen dan ultraviolet A) dan ultraviolet B dosis rendah.[5]
Namun, efek samping acitretin dapat berupa mulut kering, bibir bengkak, dan gangguan tidur. Acitretin juga bersifat teratogenik dan cenderung bertahan dalam jaringan tubuh. Acitretin saat ini belum tersedia di Indonesia. Dosis awal yang umum digunakan adalah 25–30 mg tiap hari selama 2–4 minggu.[5]
Apremilast untuk Terapi Psoriasis Vulgaris
Apremilast adalah phosphodiesterase 4 inhibitor (PDE4) oral. Apremilast menurunkan regulasi respons proinflamasi antara Th1, Th17, dan jalur interferon yang penting dalam patogenesis psoriasis. Apremilast bisa mengurangi aktivitas sitokin proinflamasi seperti TNF-α, IL-2, IL-8, IL-12, IL-23, dan IFN-ƴ, yang akan menekan jalur psoriasis.[6]
Apremilast awalnya diindikasikan untuk pasien dewasa dengan psoriasis plak sedang dan berat, terutama psoriasis kepala dan palmar plantar. Namun, uji klinis ADVANCE yang mempelajari penggunaan apremilast pada psoriasis ringan hingga sedang juga menunjukkan luaran klinis yang baik, dengan efek samping ringan. Hal ini menjadikan apremilast sebagai satu-satunya obat oral yang dapat diberikan pada psoriasis ringan, sedang, maupun berat.[6,7]
Efek samping apremilast dapat berupa penurunan berat badan, mual, muntah, dan diare. Efek samping ini umumnya muncul pada minggu pertama terapi. Pengurangan dosis dapat dipertimbangkan jika keluhan ini muncul. Dosis awal umumnya adalah 10 mg di pagi hari, yang kemudian ditingkatkan frekuensi pemberiannya menjadi 2 kali sehari dan dosisnya juga dapat ditingkatkan. Namun, saat ini apremilast belum tersedia di Indonesia.[6]
Kesimpulan
Terapi oral untuk psoriasis vulgaris umumnya diberikan pada kasus berderajat sedang hingga berat yang tidak dapat ditata laksana hanya dengan obat topikal dan fototerapi. Contoh obat oral yang digunakan adalah methotrexate, cyclosporine, dan acitretin. Di Indonesia, obat oral yang tersedia saat ini adalah methotrexate dan cyclosporine.
Penggunaan methotrexate, cyclosporine, dan acitretin masih dikaitkan dengan risiko efek samping yang cukup tinggi, terutama untuk penggunaan jangka panjang. Karena itu, penyediaan obat oral yang lebih baru dengan efikasi dan keamanan yang baik amat diperlukan.
Apremilast, suatu phosphodiesterase 4 inhibitor (PDE4), merupakan opsi terapi oral psoriasis yang lebih baru. Apremilast dilaporkan mempunyai efikasi yang baik dan efek samping yang cenderung ringan dalam uji klinis. Selain itu, apremilast merupakan obat oral yang tidak hanya dapat digunakan untuk kasus psoriasis derajat sedang hingga berat, tetapi juga untuk psoriasis derajat ringan. Namun, obat ini memang saat ini belum tersedia di Indonesia.