Virtual reality dan video gaming dilaporkan dapat menjadi etiologi motion sickness. Motion sickness merupakan kumpulan gejala yang muncul karena adanya konflik yang melibatkan banyak sistem, yakni penglihatan, keseimbangan, dan sistem otot. Konflik ini biasanya terjadi akibat suatu gerakan osilasi berulang pada tubuh. Kumpulan gejala yang dialami dapat berupa rasa lemas, pusing, mual, dan muntah.[1,2]
Selama ini motion sickness diyakini terjadi karena ketidakselarasan impresi sensori dalam suatu gerakan, yang biasa dijumpai pada orang yang sedang berada dalam alat transportasi, seperti kapal, mobil, atau pesawat. Hal ini terjadi akibat perpindahan pasif yang dialami penumpang hingga mengalami konflik sensori.[3]
Namun, seiring dengan berkembangnya teknologi, terutama dalam ranah visual, motion sickness juga dapat disebabkan oleh virtual reality (VR) dan video gaming.[4]
Apakah Virtual Reality dan Video Gaming Benar Menyebabkan Motion Sickness
Studi oleh Chang et al menilai apakah motion sickness terjadi setelah 24 orang dewasa bermain video game dalam kondisi restrained (beberapa bagian tubuh distabilkan dengan pita elastis). Hasil menunjukkan bahwa 20,83% partisipan tetap mengalami motion sickness. Hal ini diduga terjadi karena partisipan tetap bergerak dan mengikuti stimulus nauseogenic visual dari video game meskipun sudah restrained.[5]
Studi lain oleh Munafo et al mempelajari 36 mahasiswa yang memainkan game dengan perangkat virtual reality. Insiden motion sickness dilaporkan mencapai 22%. Motion sickness yang terjadi bervariasi tergantung jenis game yang dimainkan. First person game (perspektif grafik dari sudut pandang pemain) akan memperbesar risiko motion sickness. Wanita juga dilaporkan lebih rentan mengalami motion sickness akibat virtual reality daripada pria.[6]
Mekanisme Terjadinya Motion Sickness Akibat Virtual Reality
Untuk kasus motion sickness yang terjadi akibat rangsangan visual dari virtual reality, teori yang paling diyakini adalah teori mengenai ketidakcocokan informasi visual dan vestibular yang mengakibatkan ambiguitas posisi tubuh terhadap lingkungan sekitarnya. Hal ini terjadi karena stimulus yang diterima secara visual melalui virtual reality berbeda dengan keadaaan sebenarnya.[7]
Ketidakcocokan informasi ini berpusat di otak (terbukti oleh electroencephalography atau EEG), di mana terjadi peningkatan proporsi gelombang pendek pada regio temporo-occipital. Temuan ini bahkan terjadi di hampir seluruh area otak yang terlibat dalam pembentukan sinyal vestibular dan deteksi gerakan sendiri (refleks).[7]
Faktor Risiko Terjadinya Motion Sickness Akibat Virtual Reality
Beberapa studi melaporkan bahwa jenis kelamin pasien, jenis lingkungan virtual, usia pasien, dan durasi penggunaan virtual reality dapat menentukan risiko motion sickness.
Jenis Kelamin Pasien
Beberapa penelitian yang mengukur gejala mual dan oculomotor dalam menilai motion sickness menunjukkan bahwa wanita memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami motion sickness daripada pria. Penelitian lain juga mengungkapkan bahwa meskipun sama-sama mengalami motion sickness, wanita cenderung memiliki skor motion sickness yang secara signifikan lebih tinggi daripada pria.[6,8]
Lingkungan Virtual
Penelitian memaparkan bahwa orang yang menjalankan program virtual reality dengan suasana gelap lebih mudah mengalami motion sickness daripada suasana virtual reality yang lebih terang. Hal lain yang berpengaruh adalah grafik dari program atau game pada virtual reality tersebut. Meskipun tidak begitu signifikan, grafik yang kasar ternyata lebih cenderung mengakibatkan motion sickness dibanding grafik yang halus.[8]
Locomotion
Locomotion merupakan cara seorang pengguna virtual reality menjalankan lingkungan virtualnya. Secara umum, locomotion diklasifikasikan sebagai:
Stationary: pengguna lebih pasif atau duduk
Controller-based movement: pengguna mengendalikan gerakan di dunia virtual
-
Physically walking: pengguna berjalan di tempat atau di treadmill
Menurut meta analisis Saredakis et al, controller-based movement menunjukkan skor Simulator Sickness Questionnaire (SSQ) yang paling tinggi. Hal ini berarti pengguna controller-based movement lebih rentan mengalami motion sickness dengan gejala yang cenderung lebih berat. Namun, jika penilaian dibatasi pada gejala mual dan oculomotor, pengguna virtual reality tipe stationary memiliki skor yang paling tinggi.[9]
Usia Pasien
Meta analisis Saredakis et al melaporkan bahwa orang yang berusia tua cenderung mengalami gejala mual dan oculomotor, sedangkan orang berusia muda cenderung mengalami gejala disorientasi. Namun, masih banyak hal yang harus dipertimbangkan, terutama faktor lingkungan virtual dan locomotion.[9]
Durasi Penggunaan Virtual Reality
Secara umum, teori meyakini bahwa semakin lama penggunaan virtual reality, semakin besar kemungkinan motion sickness. Namun, hasil studi masih saling bertentangan. Beberapa studi menunjukkan gejala mual dan disorientasi pada skor SSQ lebih rendah pada kelompok dengan durasi <10 menit daripada kelompok >10 menit.[9]
Sebaliknya, beberapa studi menunjukkan skor yang lebih rendah pada kelompok durasi >20 menit daripada >10 menit. Hasil yang bertentangan ini mungkin terjadi karena beberapa studi menggunakan program atau game dengan gambaran lingkungan virtual reality yang lebih minimalis dan grafik yang lebih halus.[9]
Kesimpulan
Virtual reality dan video gaming dapat menyebabkan motion sickness pada pengguna, yang diperkirakan terjadi karena stimulus yang diterima pengguna secara visual melalui virtual reality berbeda dengan keadaaan sebenarnya.
Faktor-faktor risiko yang berkaitan dengan motion sickness akibat virtual reality adalah pengguna berjenis kelamin perempuan, virtual reality bersuasana gelap dan bergrafik kasar, serta virtual reality bertipe controller-based movement. Usia pasien dan durasi penggunaan virtual reality juga diperkirakan berpengaruh, tetapi studi lebih lanjut masih diperlukan.