Adakah Tempat bagi Penggunaan MRI untuk Skrining Kanker Prostat – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Harris Bartimeus, Sp.B

Results after four Years of Screening for Prostate Cancer with PSA and MRI

Hugosson J, Godtman RA, Wallstrom J, et al. Results after four years of screening for prostate cancer with PSA and MRI. New England Journal of Medicine. 2024. 391(12):1083–95. doi:10.1056/nejmoa2406050

studiberkelas

Abstrak

Latar Belakang: Data tentang efikasi dan keamanan dari skrining kanker prostat menggunakan magnetic resonance imaging (MRI) diperlukan dari studi-studi yang melakukan follow up skrining.

Metode: Dalam sebuah studi berbasis populasi yang dimulai sejak tahun 2015, peneliti mengikutkan pasien laki-laki berusia antara 50-60 tahun untuk menjalani skrining prostate-specific antigen (PSA).  Pasien laki-laki dengan kadar PSA 3 ng/ml atau lebih akan menjalani pemeriksaan MRI.

Pasien laki-laki juga dimasukan secara acak dalam grup biopsi, yang mana mereka akan menjalani biopsi secara sistematik, jika lesi mencurigakan ditemukan pada MRI, biopsi terarah atau biopsi berdasarkan hasil MRI, yang mana mereka hanya akan menjalani biopsi berbasis MRI saja.  Pada setiap kunjungan follow up, pasien akan diminta untuk melakukan skrining ulang 2, 4 atau 8 tahun kemudian, bergantung pada kadar PSA pasien.

Luaran primer yang diharapkan adalah temuan insignifikan kanker secara klinis (International Society of Urological Pathology/ISUP derajat 1); luaran sekunder adalah temuan signifikan kanker secara klinis (ISUP derajat 2); sedangkan temuan kasus lanjut atau risiko tinggi (metastase atau ISUP derajat 4 atau 5) juga dinilai dalam studi ini.

Hasil: Setelah selang waktu 3,9 tahun (kira-kira 26,000 pasien di setiap kelompok), kanker prostat terdeteksi pada 185 dari 6575 pasien laki-laki (2,8%) pada kelompok kelompok biopsi berbasis MRI dan 298 dari 6578 pasien laki-laki (4,5%) pada kelompok biopsi sistematik.  Relative risk dari kemungkinan mendapatkan temuan insignifikan kanker secara klinis pada kelompok biopsi berbasis MRI dibandingkan dengan kelompok biopsi sistematik adalah 0.43 (p<0.001) dan bahkan nilainya lebih rendah lagi saat skrining tersebut diulang kembali (relative risk, 0.25 vs 0.49); relative risk dari kemungkinan diagnosis kanker prostat yang signifikan secara klinis adalah 0.84.

Jumlah kasus lanjut atau risiko tinggi kanker yang terdeteksi (lewat skrining atau pun interval cancer) adalah sebanyak 15 pasien pada kelompok biopsi berbasis MRI dan 23 pasien pada kelompok biopsi sistematik (relative risk 0.65).  Didapatkan juga 5 kejadian efek samping yang timbul (3 pada kelompok biopsi sistematik dan 2 pada kelompok biopsi berbasis MRI).

Kesimpulan: Dalam studi ini, menghilangkan biopsi pada pasien dengan hasil MRI yang negatif kanker mengakibatkan berkurangnya lebih dari setengah jumlah diagnosis klinis kanker prostat yang insignifikan, dan risiko terkait dengan kemungkinan mengalami kanker stadium akhir yang terdiagnosis pada saat skrining atau pun sebagai interval cancer sangatlah rendah.

PenggunaanMRIKankerProstat

Ulasan Alomedika

Studi mengenai skrining kanker prostat telah banyak dilakukan, tetapi sampai saat ini belum ada konsensus mengenai rekomendasi skrining berbasis populasi. Salah satu masalah yang kerap timbul adalah seringnya penggunaan PSA sebagai penanda untuk deteksi risiko kanker prostat yang banyak menimbulkan overdiagnosis kanker prostat.

Adanya MRI yang diimplementasikan dalam proses skrining kanker prostat diharapkan dapat menurunkan overdiagnosis kanker prostat. Studi ini mencoba untuk menilai efikasi dan keamanan dari mengubah algoritma skrining kanker prostat dari biopsi sistematik berbasis PSA menjadi biopsi berbasis MRI.

Ulasan Metode Penelitian

Tujuan utama dari studi ini adalah untuk melihat apakah dengan menghilangkan biopsi sistematik pada pasien dengan kadar PSA lebih dari 3 ng/ml akan secara efektif mengurangi angka diagnosis kanker prostat yang insignifikan dan mengedepankan biopsi berbasis MRI dengan tetap menjaga kemampuan diagnosis kanker prostat yang signifikan secara klinis pada tahap yang masih bisa disembuhkan.

Populasi Studi dan Luaran:

Luaran primer yang dinilai adalah deteksi diagnosis kanker prostat yang insignifikan secara klinik (ISUP derajat 1).  Sementara itu, luaran sekunder adalah deteksi diagnosis kanker prostat yang signifikan secara klinis (ISUP derajat ³2).  Data hasil diagnosis kanker prostat yang stadium lanjut atau risiko tinggi (ISUP derajat 4 atau 5) tetap dinilai.

Populasi studi terbagi menjadi 3 kelompok, yang mana salah satu kelompok memiliki kadar PSA di bawah nilai cut-off (3 ng/ml), sedangkan 2 kelompok lain memiliki kadar PSA di atas nilai cut-off dan dibagi dalam kelompok biopsi sistematik dan biopsi berbasis MRI.  Pembagian kelompok didasarkan pada rasio 1:1:1.

Intervensi Studi:

Tahap pertama dari studi ini adalah pemeriksaan PSA. Hasil PSA yang yang kurang dari 3 ng/ml akan diarahkan untuk skrining PSA ulang setelah 2, 4, atau 8 tahun bergantung pada kisaran hasil PSA pasien. Apabila pada skrining ulang didapatkan kadar PSA lebih dari 3 ng/ml, maka akan dilakukan MRI sesuai dengan algoritma.  Untuk pasien yang didapatkan kadar PSA lebih dari 3 ng/ml, baik pada kelompok biopsi berbasis MRI maupun kelompok biopsi sistematik, akan dilakukan MRI prostat terlebih dahulu.

Pada kelompok biopsi sistematik, pasien dengan hasil apapun dari MRI akan dilanjutkan dengan biopsi.  Sementara itu, pada kelompok biopsi berbasis MRI, pasien hanya akan dibiopsi apabila ditemukan lesi mencurigakan dari pemeriksaan MRI atau bila kadar PSA lebih dari 10 ng/ml. Hasil pencitraan MRI akan diinterpretasikan oleh 2-4 dokter ahli radiologi yang berpengalaman lebih dari 5 tahun dalam hal MRI prostat.

Untuk pasien yang diindikasikan untuk dilakukan biopsi prostat, baik pada kelompok biopsi berbasis MRI maupun biopsi sistematik, akan dilakukan pemeriksaan rectal toucher dan ultrasonografi rektal sebelum dilakukan biopsi dengan panduan ultrasonografi rektal. Umumnya biopsi akan mengambil sebanyak 10-12 spesimen. Tambahan 3-4 spesimen akan dilakukan berdasarkan hasil MRI yang mencurigakan.

Evaluasi patologi akan dilakukan oleh 1 orang dokter ahli patologi mencakup data lokalisasi, perluasan tumor, distribusi semikuantitatif Gleason 4 dan 5, serta derajat ISUP.  Selain itu, hasil biopsi juga akan dievaluasi ulang oleh 2-3 dokter ahli uropatologi berpengalaman untuk meningkatkan validitas hasil dan mengurangi bias.

Ulasan Hasil Penelitian

Jumlah persentase pasien yang memiliki kadar PSA lebih dari 3 ng/ml adalah 6,8% pada kelompok biopsi berbasis MRI dan 6,9% pada kelompok biopsi sistematik. Untuk pasien yang terindikasi biopsi sebanyak 2,8% pada kelompok biopsi berbasis MRI dan 6,9% pada kelompok biopsi sistematik. Pada skrining ulangan ke-2 sampai 4, secara keseluruhan didapatkan 4,4% pada kelompok biopsi berbasis MRI dan 17,3% pada kelompok biopsi sistematik yang terindikasi dilakukan biopsi setidaknya sekali.

Pada skrining pertama, kebermaknaan hanya tampak pada perbedaan antara temuan klinis kanker yang insignifikan antara kelompok biopsi sistematik dan kelompok biopsi berbasis MRI (2,4% vs 1,0%). Pada skrining ulangan, tidak ditemukan kebermaknaan antara kelompok biopsi sistematik dan kelompok biopsi berbasis MRI dalam hal temuan klinis kanker yang insignifikan dan signifikan.

Secara keseluruhan juga, deteksi kanker yang insignifikan (ISUP derajat 1) pada kelompok biopsi berbasis MRI umumnya lebih rendah lebih dari 50% dibandingkan dengan kelompok biopsi sistematik.  Relative risk ditemukannya kanker yang signifikan secara klinis (ISUP derajat 2–5) pada kelompok biopsi berbasis MRI dibandingkan dengan kelompok biopsi sistematik adalah 0.84.  Sementara itu, perbedaan relative risk pada skrining primer maupun ulang tidak berbeda terlalu jauh (0.87 vs 0.91).

Kelebihan Penelitian

Interpretasi dari MRI pada studi dilakukan oleh lebih dari 1 dokter ahli radiologi dan dilakukan dengan tidak mengekspos data klinis pasien pada dokter ahli radiologi. Hal tersebut dapat menurunkan risiko bias. Selain itu, pembacaan hasil patologi prostat dicek ulang oleh dokter ahli patologi eksternal untuk memvalidasi hasil pembacaan sebelumnya.

Limitasi Penelitian

Salah satu kekurangan dari studi ini adalah bahwa ras yang disertakan sangat terbatas dan homogen, mengingat lokasi studi yang single-center dan dilakukan hanya di Swedia yang mayoritas adalah ras Kaukasia. Durasi pemantauan juga relatif singkat (median 3,9 tahun), sehingga belum dapat mengevaluasi dampak jangka panjang terhadap mortalitas kanker prostat.

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Temuan studi ini menunjukkan bahwa penerapan MRI pada algoritma skrining kanker prostat dapat mengurangi overdiagnosis tanpa meningkatkan risiko keterlambatan diagnosis kanker prostat yang tidak dapat disembuhkan. Ini tentunya dapat menurunkan morbiditas yang dialami pasien akibat pengerjaan tindakan invasif (biopsi) yang tidak perlu.

Meski begitu, MRI memiliki keterbatasan ketersediaan di Indonesia. Selain itu, studi lebih lanjut juga diperlukan untuk mengetahui apakah algoritma skrining menggunakan MRI ini akan mempengaruhi tingkat mortalitas pasien, karena tujuan dari skrining seharusnya adalah penurunan tingkat mortalitas dan bukan semata-mata diagnostik saja.

Referensi