Bahaya Polifarmasi pada Pasien Anak

Oleh :
dr.Novita Mawar Hadini, Sp.FK

Polifarmasi pada pasien anak belum memiliki definisi baku dan beragam, tetapi secara umum polifarmasi adalah penggunaan ≥5 macam obat selama >1 hari. Polifarmasi pada pasien anak berisiko berbahaya karena dapat meningkatkan efek samping obat,  interaksi antar obat, medication error, dan biaya pengobatan. Selain itu, polifarmasi berisiko menurunkan kepatuhan pasien.[1-4]

Definisi Polifarmasi

WHO secara umum mendefinisikan polifarmasi sebagai penggunaan secara bersamaan paling sedikit 5 jenis obat yang berbeda kandungan zat aktifnya. Khusus pada gangguan psikiatri, polifarmasi adalah penggunaan >5 jenis obat risiko rendah atau 3 macam obat risiko tinggi. Polifarmasi terdiri dari 2 tipe, yaitu polifarmasi minor (2‒4 obat) dan polifarmasi mayor (>5 obat).

BahayaPolifarmasi

Polifarmasi ada yang memberikan manfaat pada pasien melalui efek sinergisme/aditif obat (appropriate polypharmacy) dan ada yang tidak memberikan manfaat (inappropriate polypharmacy atau problematic polypharmacy). Inappropriate polypharmacy biasanya  disebabkan oleh penggunaan jangka panjang/kronik, pemberian resep multipel, dan tanpa disertai review yang memadai.[1-5]

Penyebab Pasien Anak Diberikan Polifarmasi atau Racikan

Polifarmasi pada pasien anak dapat ditemukan pada kasus rawat inap maupun rawat jalan. Hal ini karena pasien anak sering mendapatkan dosis yang diekstrapolasi dari dosis pasien dewasa atau karena tidak tersedianya bentuk sediaan obat yang sesuai. Oleh karenanya, obat untuk pasien anak kadang diresepkan dalam bentuk racikan (pulveres) yang terdiri dari beberapa macam obat, yang sangat memungkinkan terjadinya masalah terkait pengobatan atau medication-related problems (MRPs). Sebaiknya, dosis obat anak dihitung berdasarkan berat badan ideal atau aktual tergantung pada jenis obatnya apakah lipofilik atau hidrofilik.[1-4,10]

Polifarmasi pada anak sering ditemukan pada pasien anak dengan penyakit kronis, pasien anak dengan gangguan neurologis, maupun pasien psikiatri anak.  Masalah medis yang kompleks pada anak umumnya mendapat peresepan dari banyak dokter spesialisasi yang berbeda. Selain itu, deprescribing pasien anak sering menemui kendala.

Deprescribing adalah proses pengurangan, penghentian, atau penggantian obat, untuk meningkatkan efek terapi. Pada pasien anak, keputusan pembaharuan obat kadang tidak dilakukan oleh dokter peresep awal, dan dokter yang melakukan deprescribing juga tidak mempertanyakan penilaian klinis dari dokter peresep awal.

Orang tua atau caregiver pasien anak mungkin enggan untuk melakukan pembaharuan terhadap pengobatan. Hal ini terutama jika tujuan terapeutik tidak pernah dikomunikasikan atau dipahami pada saat awal pemberian resep asli.[1-4,10]

Prevalensi Polifarmasi pada Pasien Anak

Sebuah penelitian di Korea Selatan menyatakan bahwa prevalensi terjadinya polifarmasi pada pasien anak paling tinggi ditemui pada usia 1‒7 tahun (9,5%),  usia 6‒11 tahun (0,9%), dan usia 12‒19 tahun (1,1%). Obat yang paling banyak diresepkan adalah pengobatan untuk saluran pernapasan, alergi, susunan saraf pusat, antibiotik, dan pencernaan. Potensi interaksi antar obat adalah 10,1 % pada pasien anak dengan polifarmasi.[6]

Studi potong lintang di Inggris, yang melibatkan 15.829 pasien anak, memberikan hasil bahwa setiap 1 tahun sekitar 27‒39% pasien anak diberikan ≥5 obat, dan 8‒12% diberikan ≥10 obat. Pasien terbanyak yang mendapatkan polifarmasi adalah pasien anak dengan gangguan pernapasan, saraf, dan metabolik.[7]

Contoh Polifarmasi untuk Gangguan Pernapasan

Pada kasus bronkitis pada anak (baik akut maupun kronik), polifarmasi ditemukan dalam sediaan racikan maupun non-racikan. Dalam bentuk racikan, umumnya terdiri dari 2‒4 macam obat dengan komposisi yang berbeda-beda, dengan dua komposisi terbanyak adalah kombinasi antara ambroxol, salbutamol, dan metilprednisolon, serta kombinasi antara ambroxol, salbutamol, dan cetirizine.

Kombinasi obat-obatan tersebut meningkatkan risiko efek samping pada saluran gastrointestinal, berupa mual, muntah, diare, dan dispepsia. Sementara itu, pemakaian jangka panjang akan meningkatkan risiko gastritis, ulkus peptikum, dan perdarahan lambung.[7,11]

Contoh Polifarmasi untuk Gangguan Saraf

Pada anak attention deficit hyperactivity disorder (ADHD) berusia 6‒12 tahun, dapat ditemui polifarmasi obat golongan stimulan ditambah dengan 2 jenis obat lain, biasanya dari golongan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs) atau antipsikotik golongan kedua.

Kombinasi antara stimulan dengan SSRIs meningkatkan risiko inhibisi enzim sitokrom P450 2D6 (CYP2D6), yang akan meningkatkan kadar serotonin atau sindrom serotonin. Kelebihan kadar serotonin menyebabkan gejala ringan seperti menggigil dan diare, hingga gejala berat yaitu demam, kaku otot, kejang, bahkan kematian.[4,11]

Masalah Akibat Polifarmasi pada Pasien Anak

Polifarmasi pada pasien anak meningkatkan risiko medication-related problems (MRPs). MRPs adalah kejadian terkait pengobatan yang mengganggu proses terapi, sehingga hasil maksimum pengobatan tidak tercapai. MRPs misalnya terapi tidak tepat (inappropriate therapy), timbul gejala akibat kurangnya terapi (undertreated symptom), interaksi antar obat mayor, dan adverse drug event. MRPs semacam ini sebenarnya dapat dikenali, diukur, dan dicegah jika terdeteksi.[1,5,8,9]

Sebagai contoh, semakin banyak jumlah obat yang diresepkan maka semakin meningkat kejadian interaksi obat. Suatu penelitian menemukan interaksi antara eritromisin dengan teofilin, di mana interaksi farmakokinetik yang terjadi pada fase metabolisme. Eritromisin akan meningkatkan kadar atau efek teofilin dengan memengaruhi enzim hati CYP3A4, sebaliknya konsentrasi eritromisin dapat menurun akibat teofilin.[10]

Intervensi untuk Mencegah/Mengontrol Polifarmasi pada Anak

Salah satu intervensi untuk melakukan kontrol polifarmasi pada anak adalah dengan pediatric medication therapy management (pMTM). Sebuah uji klinis acak tipe 2 yang saat ini sedang berlangsung membandingkan efektivitas pMTM dengan tanpa pMTM selama 90 hari, yang melibatkan 296 anak (2‒18 tahun) dengan kondisi medis kompleks.

Hasil utama adalah efektivitas yang dievaluasi dengan skor MRPs yang timbul selama 90 hari. Hasil sekunder adalah gejala yang timbul berdasarkan laporan dari orang tua atau parent reported outcomes of symptoms (PRO-Sx) serta biaya. Penelitian ini belum mendapatkan hasil karena masih berlangsung, tetapi bertujuan untuk menguji hipotesis bahwa pasien yang menggunakan pMTM mendapatkan hasil pengobatan yang lebih optimal, di mana MRPs akan lebih rendah, gejala penyakit yang mereda, dan biaya yang menurun.[1,5,8,9]

pMTM dilakukan oleh farmasi klinik/dokter spesialis farmakologi klinik bekerjasama dengan dokter spesialis anak atau dokter lain yang turut memberikan peresepan. pMTM juga melibatkan orang tua/keluarga, caregiver, atau perawat yang turut merawat pasien.  pMTM memiliki tiga pilar utama, yaitu review komprehensif rejimen pengobatan, optimalisasi rejimen pengobatan, dan membuat rencana pengobatan.

Review Komprehensif Rejimen Pengobatan

  • Memperbaharui (update) daftar obat yang digunakan
  • Mempelajari kembali (review) sasaran pengobatan pasien
  • Mengonfirmasi kadar kepatuhan pengobatan dan faktor penyulit terhadap kepatuhan, misalnya biaya, rasa obat yang tidak enak, atau obat sulit untuk diberikan
  • Menemukan atau mengenali duplikasi obat atau obat yang sebenarnya tidak perlu diberikan
  • Menemukan atau mengenali kemungkinan efek samping obat[1,5,8,9]

Optimalisasi Rejimen Pengobatan

  • Menggali informasi bersama dengan caregiver mengenai keamanan (misalnya efek samping obat), kualitas hidup pasien (misalnya gejala yang belum teratasi), kualitas hidup keluarga yang merawat (misalnya kesulitan untuk pemberian obat)
  • Memberikan edukasi ke keluarga atau caregiver mengenai cara pemberian obat yang tepat
  • Membuat rencana deprescribing berupa penyesuaian obat, termasuk penggantian atau penurunan dosis, penggantian jam pemberian obat, penggantian formulasi obat, penggantian dengan obat alternatif yang tidak berinteraksi, bahkan penghentian obat
  • Bila sudah dilaksanakan review secara komprehensif dan telah disampaikan dengan baik ke dokter penulis resep, maka upaya penyelesaian adalah dengan deprescribing

  • Merencanakan konsultasi ulang ke dokter yang turut memberikan resep obat
  • Membuat rencana pemeriksaan tambahan yang diperlukan[1,5,8,9]

Khusus untuk deprescribing, dilakukan jika polifarmasi berpotensi lebih merugikan daripada manfaatnya. Deprescribing dilakukan dengan menurunkan dosis, mengganti obat dengan yang tidak berinteraksi, menghentikan obat yang berinteraksi, dan selalu memonitoring bersama dengan klinisi dan perawat. Tujuan deprescribing untuk meningkatkan keamanan dan kualitas hidup pasien, serta mencegah efek samping obat.[1,5,8,9]

Membuat Rencana Pengobatan

  • Menggunakan rekam medik elektronik agar daftar obat lebih mudah digunakan oleh orang tua atau caregiver (caregiver friendly medication list)

  • Membuat daftar obat yang berubah dan daftar rencana obat yang akan dirubah
  • Membuat jadwal kunjungan ulang untuk follow up[1,5,8,9]

Kesimpulan

Polifarmasi pada pasien anak merupakan masalah serius, karena akan meningkatkan risiko efek samping obat, interaksi antar obat, medication error, berkurangnya kepatuhan, dan pembengkakan biaya pengobatan. Penyebab polifarmasi pada pasien anak umumnya adalah diekstrapolasi dari dosis pasien dewasa, tidak ada sediaan obat yang sesuai, dan kesulitan dalam deprescribing.

Orang tua atau caregiver seringkali tidak dikomunikasikan terkait peresepan obat untuk anaknya, sehingga mereka enggan melakukan pembaharuan terhadap pengobatan.  Salah satu upaya menghentikan polifarmasi yang berbahaya pada anak adalah dengan melakukan intervensi pediatric medication therapy management (pMTM) dan deprescribing.

Upaya ini memerlukan kerjasama antara para tenaga kesehatan untuk mencapai pengobatan yang optimal.  Masih perlu dilakukan penelitian mengenai pMTM dan deprescribing agar dapat diterapkan di banyak rumah sakit atau klinik, sehingga mendapatkan pasien anak diberikan obat dengan dosis efektif terkecil dan jumlah sesedikit mungkin.

Referensi