Diagnosis Peningkatan Tekanan Intrakranial: Akurasi Tanda Klinis dan Pencitraan

Oleh :
dr. Andriani Putri Bestari, Sp.S

Diagnosis peningkatan tekanan intrakranial menjadi tantangan tersendiri bagi klinisi karena sulit dilakukan hanya berdasarkan tanda klinis dan pencitraan. Baku emas pemeriksaan tekanan intrakranial hingga saat ini adalah monitoring invasif, yakni melalui kateter cairan serebrospinal intraventrikel. Namun, metode ini memiliki risiko infeksi dan cedera, serta tidak selalu tersedia di semua daerah. Hal ini menyebabkan tanda klinis dan pemeriksaan pencitraan lebih sering digunakan.[1,2]

Peningkatan tekanan intrakranial didefinisikan sebagai tekanan intrakranial ≥20 mmHg. Kondisi ini dapat terjadi akibat cedera otak traumatik maupun kondisi medis nontrauma. Peningkatan tekanan intrakranial dapat ditemukan pada kasus perdarahan intrakranial (perdarahan subarachnoid maupun intraserebral), hydrocephalus, meningitis, stroke, dan peningkatan tekanan idiopatik.[3,4]

mri ct scan

Akurasi Diagnosis Peningkatan Tekanan Intrakranial Berdasarkan Tanda Klinis

Manifestasi klinis yang dialami oleh pasien dengan peningkatan tekanan intrakranial adalah sakit kepala, muntah, penurunan kesadaran, motor posturing, dan dilatasi pupil. Motor posturing ditandai dengan skor motorik M2 (ekstensi) atau M3 (fleksi), sedangkan penurunan kesadaran didefinisikan sebagai Glasgow Coma Scale (GCS) ≤8. Bila dipertimbangkan secara individual, masing-masing tanda klinis ini sebenarnya memiliki akurasi yang rendah untuk diagnosis peningkatan tekanan intrakranial.

Suatu meta analisis dan tinjauan sistematis mempelajari akurasi tanda klinis dalam mendiagnosis peningkatan tekanan intrakranial. Hasil menunjukkan bahwa tanda klinis dilatasi pupil hanya memiliki sensitivitas 28,2% dan spesifisitas 85,9%, sementara itu motor posturing hanya memiliki sensitivitas 54,3% dan spesifisitas 63,6%. Penurunan kesadaran memiliki sensitivitas 75,8% dan spesifisitas 39,9% dalam mendiagnosis peningkatan tekanan intrakranial.[3]

Akurasi Diagnosis Peningkatan Tekanan Intrakranial Berdasarkan Pencitraan

Modalitas pencitraan yang selama ini digunakan untuk mendiagnosis peningkatan tekanan intrakranial adalah computed tomography (CT) scan otak, magnetic resonance imaging (MRI) otak, sonography of the optic nerve sheath diameter (ONSD), dan transcranial Doppler ultrasonography (TCD).

Computed Tomography Otak

CT scan merupakan teknik pencitraan yang banyak digunakan sebagai pemeriksaan awal pasien dengan kecurigaan peningkatan tekanan intrakranial. Temuan pada CT scan yang mampu memprediksi peningkatan tekanan intrakranial adalah kompresi sisterna basal, midline shift, dan perubahan ukuran sulkus otak.

Akurasi temuan-temuan ini untuk mendiagnosis peningkatan tekanan intrakranial juga masih kontroversial. Temuan CT scan yang normal tidak langsung menyingkirkan diagnosis peningkatan tekanan intrakranial karena kemungkinan negatif palsu yang cukup tinggi. Pemeriksaan ini dilaporkan dapat bermanfaat untuk mendiagnosis pasien yang bermanifestasi klinis jelas, tetapi kurang bermanfaat jika digunakan sebagai indikator independen.[4]

Meta analisis dan tinjauan sistematis Fernando et al menyatakan bahwa kompresi sisterna basal pada CT scan memiliki sensitivitas 85,9% dan spesifisitas 61,0% dalam mendiagnosis peningkatan tekanan intrakranial. Sementara itu, pergeseran garis tengah (midline shift) memiliki sensitivitas 80,9% dan spesifisitas 42,7%. Midline shift yang berat (>10 mm) memiliki sensitivitas 20,7% dan spesifisitas 89,2%.[3]

Magnetic Resonance Imaging Otak

MRI dapat digunakan untuk mengukur kecepatan aliran volumetrik cairan serebrospinal dan darah yang masuk dan keluar otak. Pengukuran ini dapat memperkirakan tekanan intrakranial yang normal atau abnormal. Namun, hasil studi terkait akurasinya dalam mendiagnosis peningkatan tekanan intrakranial masih kontroversial. MRI juga dinilai lebih memakan waktu dan membutuhkan biaya lebih besar daripada CT, sehingga kurang dianjurkan.[1,2,4]

Sonography of the Optic Nerve Sheath Diameter (ONSD)

Selubung saraf optikus berhubungan dengan duramater dan ruang subarachnoid otak. Oleh karena itu, perubahan tekanan intrakranial bisa memengaruhi diameter selubung saraf optikus, terutama pada kompartemen retrobulbar sekitar 3 mm di belakang bola mata. Banyak penelitian menunjukkan adanya hubungan linear antara tekanan intrakranial dengan perubahan diameter selubung saraf optikus.[5]

Pemeriksaan ultrasonografi bersifat praktis, dapat dilakukan di bedside, dan banyak tersedia di fasilitas kesehatan. Oleh karena itu, ONSD banyak diteliti sebagai metode diagnosis noninvasif peningkatan tekanan intrakranial. Nilai cutoff rujukan diameter selubung saraf optikus yang banyak digunakan adalah 4,8–6 mm pada orang dewasa, 4,0 mm pada anak berusia <1 tahun, dan 4,5 mm pada anak yang lebih tua.

Suatu studi menemukan bahwa diameter selubung saraf optikus adalah 4,84–6,4 mm pada pasien dengan hasil CT suspek peningkatan tekanan intrakranial dan 3,49–4,94 mm pada pasien tanpa temuan abnormal CT. Kisaran ini menunjukkan pengukuran diameter selubung saraf optikus memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang cukup baik. Namun hasil studi lain memberikan nilai sensitivitas dan spesifisitas beragam, sehingga studi lebih lanjut masih diperlukan.[3,5]

Transcranial Doppler Sonography (TCD)

Pemeriksaan TCD bersifat aman dan praktis untuk mendeteksi perubahan kecepatan aliran darah serebral (flow velocity). Parameter yang banyak diteliti dalam penilaian tekanan intrakranial adalah Gosling Pulsatility Index (PI) yang didapat dari gelombang TCD dan didefinisikan sebagai perbedaan kecepatan aliran darah sistolik dan diastolik dibagi rerata kecepatan aliran darah serebral (FV).[5]

Beberapa studi menunjukkan hasil yang berlawanan dalam menilai kemampuan TCD dengan parameter PI untuk mendeteksi peningkatan tekanan intrakranial. Behrens et al melaporkan bahwa PI memiliki koefisien korelasi yang baik dengan tekanan intrakranial, yakni 0,938. PI dilaporkan memiliki sensitivitas 89% dan spesifisitas 92% dalam mendeteksi peningkatan tekanan intrakranial di atas 20 mmHg. Namun, studi Zweifel et al mendapatkan korelasi yang buruk, yakni 0,31.[5]

Meta analisis dan tinjauan sistematis Fernando et al juga menunjukkan hasil yang masih inkonklusif. Akurasi TCD dinilai tidak optimal dalam mendeteksi peningkatan tekanan intrakranial. Oleh karena itu, manfaat TCD dalam mendeteksi peningkatan tekanan intrakranial secara independen masih minimal.[3]

Kesimpulan

Hingga saat ini, akurasi diagnosis peningkatan tekanan intrakranial yang didasarkan pada tanda klinis dan pencitraan masih rendah. Hasil-hasil pemeriksaan ini tidak disarankan untuk digunakan secara independen untuk mendiagnosis peningkatan tekanan intrakranial. Beberapa tanda klinis dan pencitraan bisa dikombinasikan untuk menentukan diagnosis, misalnya kombinasi gejala peningkatan tekanan intrakranial dengan temuan CT scan yang abnormal.

Baku emas diagnosis peningkatan tekanan intrakranial hingga saat ini tetap merupakan prosedur monitoring invasif, yakni melalui kateter cairan serebrospinal intraventrikel. Namun, karena metode ini berisiko dan tidak selalu tersedia di semua daerah, tanda klinis dan modalitas pencitraan noninvasif masih digunakan.

Referensi