Ekstrak jahe telah sering digunakan untuk mencegah kejadian mual muntah pascaoperasi. Ekstrak jahe sendiri sudah sering digunakan sebagai tanaman herbal pencegah mual dan muntah pada ibu hamil dan pasien kanker pasca kemoterapi. Hal ini karena ekstrak jahe diyakini memiliki efek antiemetik yang baik, baik pada sistem susunan saraf pusat maupun lokal di sistem gastrointestinal.[1-5]
Kejadian Mual dan Muntah Pascaoperasi
Sebagian besar pasien pascaoperasi mengalami mual dan muntah. Terdapat data yang melaporkan angka kejadian mual dan muntah pascaoperasi berkisar 1‒43% dari seluruh total pasien operasi. Pada tahun 2014, di Di Amerika Serikat kejadian mual muntah sebanyak 20‒30% dari seluruh pasien operasi dengan anestesi umum. Sementara, di Indonesia, belum terdapat angka kejadian mual muntah pasca operasi yang cukup valid.[6]
Beberapa faktor memengaruhi kondisi ini, di antaranya metode anestesi, jenis dan lokasi operasi, jenis kelamin, usia, ras, kondisi suhu tubuh perioperatif, pola makan pasien, dan riwayat kesehatan pasien sebelum operasi. Mual dan muntah merupakan salah satu sumber morbiditas pascaoperasi yang dapat menimbulkan berbagai komplikasi, mulai dari dehidrasi hingga wound dehiscence pascaoperasi.[6,7]
Mekanisme Kerja Ekstrak Jahe Sebagai Antiemetik
Jahe dengan nama latinnya Zingiber Officinale adalah salah satu tanaman khas Indonesia. Jahe termasuk famili Zingiberaceae, yaitu tanaman akar-akaran atau jahe-jahean. Tanaman ini sering digunakan sebagai bumbu dapur dan/atau tanaman herbal.[8-11]
Farmakodinamik Jahe dengan Kejadian Mual Muntah
Mekanisme aksi utama dari jahe dalam menimbulkan efek antiemetik sampai saat ini belum jelas. Ekstrak Jahe memiliki bahan aktif, seperti gingerol, shogaol, dan diterpenoid, yang memiliki efek antiserotonergik dan antagonis reseptor 5HT3. Efek ini diketahui dapat meredakan rasa mual.[8,9,12]
Selain itu, 6-shogaol juga diduga memiliki efek penghambatan produksi reactive oxidant species (ROS) pada sel-sel gastrointestinal sehingga menimbulkan efek antioksidan yang lebih baik. Hal ini memicu penurunan gelombang sinyal serotonin dan hormon stres pada sistem saraf pusat.[8,12]
Pertz et al pada tahun 2011 menyatakan bahwa 6-Shogaol dengan dosis 3 µM menurunkan efek reseptor 5HT sebesar 61 ± 3% pada percobaan in vitro pada ileum hewan uji.[8]
Giacosa et al pada tahun 2015 mengemukakan bahwa ada hubungan 6-Shogaol pada reseptor 5HT pada sel gastrointestinal sendiri. Mekanisme kerja 6-Shogaol dapat menghambat proses sinyal intraseluler sehingga menghasilkan penurunan aktivitas reseptor 5HT.[12]
Selain itu, lakton diterpenoid atau galanolakton juga memiliki efek antiemetik dengan menunjukkan efek inhibitor kompetitif reseptor 5HT (seperti ondansetron) pada ileum. Jahe juga memiliki kandungan vitamin B6 cukup tinggi, sehingga memiliki efek antiemetik yang lebih baik pada ibu hamil dibandingkan dengan vitamin B6 murni.[12,13]
Bukti Klinis Ekstrak Jahe dapat Mencegah Mual Muntah Pascaoperasi
Meta analisis oleh Chaiyakunapruk et al (2005) mempelajari 5 uji coba acak, yang melibatkan 363 pasien, terkait pencegahan mual muntah pascaoperasi dengan ekstrak jahe. Analisis menunjukkan bahwa dosis ekstrak jahe minimal 1 gram jahe lebih efektif dibandingkan plasebo untuk pencegahan mual dan muntah pascaoperasi.[6]
Soltani et al (2018) membandingkan kejadian mual muntah pada 100 pasien kolelitiasis yang dilakukan kolesistektomi laparoskopi. Secara random, pasien dimasukan ke dalam 2 kelompok, yaitu kelompok A yang menerima 500 mg jahe peroral saat 1 jam sebelum operasi dan kelompok B yang menerima 4 mg ondansetron intravena sebelum operasi selesai. Penelitian ini menunjukkan efektivitas jahe peroral untuk menurunkan keluhan mual muntah pascaoperasi.[5]
Meta analisis berikutnya oleh Tóth et al (2018) yang mempelajari 10 uji acak, dengan 919 pasien. Hasil analisis menyatakan bahwa jahe aman dan dapat ditoleransi dengan baik, serta efektif untuk menurunkan tingkat keparahan dan kejadian mual muntah pascaoperasi. Efektifitas ini signifikan jika pemberian ekstrak jahe dengan dosis lebih dari 1.000 mg.[2]
Selain studi penggunaan jahe peroral, terdapat juga studi penggunaan essence jahe untuk mengurangi mual muntah pascaoperasi. Hosseini et al (2015) meneliti efek penggunaan oil essence jahe pada pasien nefrektomi, baik operasi terbuka maupun laparoskopi. Studi ini menyimpulkan penggunaan essence jahe efektif dalam mengurangi mual muntah pascaoperasi nefrektomi terbuka dan laparoskopi. Penggunaan essence jahe ini dapat disarankan sebagai pelengkap untuk mencegah dan mengobati mual muntah, terutama untuk pasien yang tidak dapat segera makan/minum pascaoperasi.[1]
Penelitian di Indonesia telah dilakukan oleh Kinasih et al (2018) di RSUD Ulin Banjarmasin. Penelitian ini menunjukkan penggunaan aromaterapi jahe pada pasien pascaoperasi memiliki kejadian mual muntah pascaoperasi yang lebih rendah daripada plasebo. Namun, penelitian ini hanya melibatkan sampel yang kecil (16 pasien), tanpa dilakukan kontrol dan randomisasi.[7]
Dosis Ekstrak Jahe sebagai Antiemetik
Hingga saat ini, American Family Physician mengatakan tidak ada dosis spesifik dari penggunaan jahe sebagai antiemetik. Namun, berbagai uji klinis sering menggunakan dosis ekstrak jahe 250-1000 mg yang dikonsumsi 1‒4 kali dalam sehari. Untuk ibu hamil, ekstrak jahe sebagai antiemetik dapat diberikan dengan dosis 250 mg, 4 kali/hari.[14]
Risiko Efek Samping Penggunaan Ekstrak Jahe sebagai Antiemetik
Efek samping penggunaan ekstrak jahe di antaranya rasa terbakar epigastrium, diare, dan iritasi mulut. Selain itu, efek samping yang lebih jarang terjadi adalah peningkatan efek obat fibrinolisis. Berbagai penelitian telah melaporkan berbagai efek samping dari penggunaan jahe sebagai antiemetik, tetapi tidak ada penelitian yang menunjukkan efek samping berat dan toksisitas.[15]
Risiko efek samping ini akan meningkat seiring dengan jumlah/dosis ekstrak jahe yang dikonsumsi. Hingga saat ini, belum terdapat penelitian untuk dosis maksimal dalam penggunaan jahe dalam sehari.[16]
Kesimpulan
Ekstrak jahe efektif untuk mencegah kejadian mual dan muntah pascaoperasi. Walaupun hingga saat ini belum ada dosis terstandar pemberian ekstrak jahe, tetapi dosis 250 mg hingga 4 kali/hari dinilai dapat efektif mengurangi keluhan mual. Risiko efek samping penggunaan ekstrak jahe di antaranya rasa terbakar di epigastrium, diare, dan iritasi mulut. Namun, penggunaan ekstrak jahe belum pernah dilaporkan dapat menyebabkan efek samping berat atau toksik.
Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk membandingkan penggunaan ekstrak jahe dengan obat antiemetik, sehingga dapat lebih memahami efektivitas ekstrak jahe. Penelitian-penelitian selanjutnya diharapkan dapat membantu untuk lebih memahami peran ekstrak jahe sebagai antiemetik, dan dapat memasukkan ekstrak jahe pada pedoman klinis penatalaksanaan mual muntah pascaoperasi.
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini