Manfaat statin dalam manajemen deep vein thrombosis (DVT) masih menjadi kontroversi. Uji klinis terdahulu telah mengindikasikan bahwa obat golongan statin, seperti atorvastatin dan rosuvastatin, dapat bermanfaat dalam pencegahan primer dengan menurunkan risiko DVT pada individu sehat yang memiliki nilai C-reactive protein (CRP) tinggi dan low density lipoprotein cholesterol (LDL-C) normal.[1,2]
Meski demikian, risiko kejadian tromboemboli vena pada populasi ini memang secara prinsip rendah. Selain itu, meskipun telah ada data yang menunjukkan potensi statin dalam pencegahan sekunder, beberapa ahli menganggap bahwa bukti ilmiah yang tersedia tersebut tidak memiliki kualitas yang adekuat untuk dijadikan dasar rekomendasi klinis.[1]
Peran Statin dalam Tata Laksana Deep Vein Thrombosis (DVT)
Deep vein thrombosis (DVT) adalah kondisi klinis dengan tingkat fatalitas yang tinggi, utamanya akibat komplikasi emboli paru pada fase akut. Selain itu, DVT dapat menyebabkan sekuele jangka panjang dengan angka morbiditas tinggi berupa post-thrombotic syndrome (PTS) pada 23-60% pasien.
Tata laksana standar untuk DVT adalah terapi inisial dengan antikoagulan seperti heparin, warfarin, dan direct oral anticoagulant (DOAC) seperti apixaban dan dabigatran, jangka panjang. Namun, obat-obatan ini berkaitan dengan risiko perdarahan. Komplikasi berupa perdarahan intrakranial dilaporkan sebesar 1,15% per tahun dan angka fatalitas perdarahan mayor 13%. Oleh karena itu, berbagai modalitas manajemen baru untuk DVT terus diteliti.[3]
Statin dapat menjadi alternatif yang menjanjikan untuk tromboprofilaksis pada DVT karena obat ini diduga memiliki efek pleiotropik pada hemostasis. Statin memiliki profil keamanan yang dilaporkan baik dan telah dikaitkan dengan efek menguntungkan terhadap kejadian tromboemboli vena dalam studi kasus-kontrol, studi observasional besar, meta-analisis, dan uji klinis.[4,5]
Mekanisme Kerja Statin untuk Deep Vein Thrombosis
Hingga kini, mekanisme pasti dari manfaat statin terhadap DVT masih belum jelas. Tetapi, beberapa penanda biologis telah dilaporkan dipengaruhi oleh terapi statin yang diduga akan mencegah pembentukan trombus dan meningkatkan potensi resolusi trombus.
Terapi statin memiliki komponen antiinflamasi aktif yang diduga akan berkontribusi pada penurunan pembentukan trombus. Statin telah dihubungkan dengan penurunan kadar C-reactive protein (CRP), interleukin (IL) 6, IL-8, MCP-1, dan PAI-1.
Statin juga telah dihubungkan dengan peningkatan kadar nitrit oksida sintetase endotel (eNOS), trombomodulin, dan apolipoprotein A1. Efek ini dilaporkan ditemukan pada seluruh populasi, baik jenis kelamin laki-laki ataupun perempuan, dengan atau tanpa riwayat penyakit kardiovaskular, ataupun mereka yang sedang mengalami infark miokard.[1,3]
Bukti Ilmiah Manfaat Statin pada Deep Vein Thrombosis
Efek statin terhadap kejadian DVT pertama kali ditunjukkan dalam uji klinis JUPITER (2009), yang melibatkan 17.802 partisipan sehat dengan kadar LDL-C <130 mg/dl dan CRP ≥2,0 mg/l. Peserta diacak untuk mendapat plasebo atau rosuvastatin 20 mg/hari, lalu dipantau selama rerata 1,9 tahun. Hasil menunjukkan bahwa kejadian tromboembolisme vena, termasuk DVT dan emboli paru, lebih rendah pada kelompok yang mendapat statin dibandingkan plasebo.[2]
Basis Bukti Yang Mendukung Manfaat Statin pada Deep Vein Thrombosis
Studi lain berupa studi retrospektif (2018) mengevaluasi rekam medis dari 818 pasien DVT, dimana 279 (34%) mendapat terapi statin dan 539 (66%) tidak. Tiga jenis statin dilaporkan digunakan pada populasi studi, yaitu atorvastatin 10-80 mg/hari, simvastatin 20-80 mg/hari, dan pravastatin 10-80 mg/hari.
Selain menggunakan statin, pasien dalam studi ini juga menggunakan terapi dual antiplatelet, antiplatelet tunggal, DOAC, ataupun LMWH (low-molecular-weight heparin). Pada analisis multivariabel, terapi statin (OR 3,23) secara independen terkait dengan resolusi trombus dan perbaikan hasil USG.[6]
Studi retrospektif lain (2020) dilakukan berdasarkan basis data Indiana Network for Patient Care. Dalam studi ini, pasien dengan DVT dan emboli paru yang memenuhi kriteria diagnosis diikutkan dalam evaluasi dan dibagi menjadi kelompok yang mendapat dan tidak mendapat statin. Studi ini melibatkan 192.908 pasien, dimana 13,5% dilaporkan menggunakan statin.
Rekurensi kejadian tromboemboli vena ditemukan pada 16% dari keseluruhan sampel. Dalam analisis, diketahui bahwa pasien yang tidak mendapat statin memiliki angka rekurensi lebih tinggi secara signifikan (20% vs 16%). Pasien yang mendapat terapi statin mengalami penurunan risiko rekurensi kejadian tromboemboli vena sebesar 25%.[7]
Basis Bukti yang Kurang Mendukung Manfaat Statin pada Deep Vein Thrombosis
Tinjauan sistematik Cochrane menganalisis 27 uji klinis acak (122.601 peserta) untuk mengevaluasi apakah statin dapat mencegah kejadian tromboemboli vena pada individu tanpa riwayat kejadian tromboemboli sebelumnya. Hasil menunjukkan bahwa statin menurunkan risiko kejadian tromboemboli secara keseluruhan, dengan efek yang paling konsisten terlihat pada rosuvastatin, tetapi peneliti mencatat bahwa besar penurunan risikonya sangat kecil.
Menurut peneliti Cochrane, tidak ada bukti yang meyakinkan bahwa statin menurunkan risiko DVT atau emboli paru secara khusus. Kualitas bukti yang dianalisis dianggap rendah secara umum karena banyak studi berisiko bias, keterbatasan presisi, dan potensi bias publikasi.
Secara klinis, temuan ini menunjukkan bahwa meskipun statin memiliki efek protektif vaskular, peran statin dalam pencegahan primer kejadian tromboembolisme vena, termasuk DVT, belum cukup kuat untuk dijadikan indikasi terapi. Saat ini, statin tetap direkomendasikan terutama untuk pencegahan kejadian kardiovaskular, bukan untuk pencegahan tromboembolisme vena.[8]
Kesimpulan
Terapi dan pencegahan menggunakan antikoagulan adalah terapi pilihan pada kasus deep vein thrombosis (DVT). Meski demikian, risiko komplikasi perdarahan masih menjadi perhatian utama yang menyebabkan modalitas terapi lain yang lebih aman terus diteliti.
Statin memiliki efek antiinflamasi yang diduga dapat mencegah pembentukan trombus dan meningkatkan resolusi trombus. Uji klinis JUPITER merupakan studi pertama yang menunjukkan potensi statin dalam pencegahan primer DVT. Namun, populasi dalam studi ini memang individu dengan risiko rendah, sehingga interpretasi klinis dari hasil studi ini cukup banyak dipertanyakan.
Pada tahun-tahun selanjutnya, telah dilakukan berbagai studi lain yang menunjukkan potensi statin dalam manajemen DVT. Meski demikian, tinjauan Cochrane (2024) menunjukkan bahwa manfaat dari terapi statin sangat kecil dan kualitas dari bukti yang ada masih belum meyakinkan. Oleh sebab itu, uji klinis acak terkontrol skala besar lebih lanjut masih diperlukan sebelum statin bisa direkomendasikan pada penanganan atau pencegahan DVT.
Direvisi oleh: dr. Bedry Qintha