Pemeriksaan kehamilan dengan sampel urine merupakan pemeriksaan pilihan di unit gawat darurat (UGD) karena dapat memberi hasil yang cepat dan harganya relatif murah. Diagnosis kehamilan juga penting dalam tata laksana banyak kasus yang datang ke UGD, termasuk kegawatdaruratan obstetrik seperti kehamilan ektopik, pasien multitrauma di mana cedera janin perlu dinilai. Selain itu, pemeriksaan ini sangat bermanfaat untuk memastikan peresepan obat yang aman pada kehamilan. Meski demikian, pemeriksaan ini telah diketahui dapat memberi hasil negatif palsu.[1]
Pentingnya Pemeriksaan hCG dalam Diagnosis Kegawatan di Bidang Obstetri
Nyeri pada pelvis, abdomen, dan pendarahan pervaginam merupakan gejala utama yang sering ditemukan pada kasus kegawatan obstetrik di unit gawat darurat. Pada kasus tersebut, pemeriksaan kehamilan pada wanita usia reproduksi menjadi komponen penting untuk menegakkan diagnosis dan menentukan tata laksana yang sesuai.[1,2]
Pemeriksaan penunjang seperti ultrasonografi dan kadar hormon human chorionic gonadotropin (hCG) dapat membantu menegakkan atau menyingkirkan diagnosis yang berhubungan dengan komplikasi kehamilan, seperti kehamilan ektopik dan abortus. Saat ini, pemeriksaan hCG secara kualitatif melalui sampel urine masih merupakan salah satu modalitas pemeriksaan awal yang tersedia secara luas dan paling sering dilakukan di unit gawat darurat karena sifatnya yang noninvasif dan waktu pengerjaan yang cepat. [1,2]
Pada usia kehamilan sangat dini, kurang dari 6 minggu, kantung kehamilan seringkali belum dapat divisualisasi melalui USG, sehingga status dan lokasi kehamilan belum dapat dikonfirmasi melalui pemeriksaan USG. Maka dari itu, pemeriksaan hCG dibutuhkan untuk mengetahui status kehamilan pada minggu-minggu awal kehamilan.[3,4]
Selain dapat mendeteksi kehamilan secara dini, hormon hCG juga bermanfaat untuk mendeteksi beberapa kondisi patologis berkaitan dengan kehamilan, memberi petunjuk untuk menentukan lokasi kehamilan, dan pemantauan pada pasien pasca abortus atau penyakit trofoblastik gestasional.[3,4]
Perbandingan Kadar hCG pada Serum dan Urine
Hormon hCG dapat ditemukan pada serum dan urine dalam bentuk hormon intak atau dalam bentuk isoform lainnya, seperti subunit alfa dan beta. Meskipun ditemukan pada serum dan urine, kadar hCG pada masing-masing sampel terdeteksi dalam konsentrasi yang berbeda.
Hormon hCG melalui katabolisme primer di liver, dan hanya sekitar 20% yang diekskresi melalui urine. Hormon hCG dapat dideteksi dalam serum sekitar 8 hari setelah konsepsi atau 9 hari setelah lonjakan luteinizing hormone (LH). Konsentrasi hCG dalam serum diperkirakan sekitar 10 mIU/ml dalam waktu 9-10 hari setelah pecahnya folikel. Konsentrasi hCG dalam serum mengalami peningkatan 50% setiap harinya pada awal kehamilan, hingga mencapai konsentrasi 1,000,000 mIU/ml pada minggu ke-10.[3,5]
Konsentrasi hCG pada urine juga mengalami peningkatan dengan pola yang serupa dengan hCG pada serum. Pada hari ke-10 setelah lonjakan LH, konsentrasi hCG pada urine dilaporkan sekitar 0,93 mIU/ml dan terus meningkat hingga mencapai plateu pada hari ke-45 setelah konsepsi.[5]
Perbandingan Pemeriksaan hCG pada Urine Vs Serum
Pemeriksaan hCG pada urine termasuk dalam pemeriksaan kualitatif dengan hasil positif atau negatif, sementara pemeriksaan pada serum merupakan uji kuantitatif dimana didapatkan hasil berupa sebuah nilai spesifik. Mekanisme pemeriksaan kadar hCG pada kedua sampel memiliki metode yang sama, yaitu menggunakan metode immunometrik.[3]
Pemeriksaan hCG pada Urine Memungkinkan Hasil yang Lebih Cepat
Pemeriksaan kehamilan berbasis urine merupakan pilihan yang lebih nyaman untuk pasien dibanding pemeriksaan serum yang memerlukan tindakan invasif. Modalitas ini juga lebih terjangkau, tersedia secara luas pada hampir seluruh fasilitas kesehatan, dan memiliki waktu pengerjaan yang lebih cepat.[3]
Hasil pemeriksaan kehamilan dengan urine bisa didapatkan dalam waktu 5-10 menit. Sedangkan pemeriksaan hCG pada serum membutuhkan waktu yang lebih lama, dan karena tidak tersedia di seluruh fasilitas kesehatan maka seringkali sampel perlu dikirim ke laboratorium rujukan. Pada daerah terpencil atau jauh dari laboratorium rujukan, hasil mungkin didapatkan hingga 24-48 jam setelah pengambilan sampel.[3,6]
Pemeriksaan pada Serum Mampu Mendeteksi Konsentrasi hCG yang Lebih Rendah
Salah satu kekurangan pemeriksaan kadar hCG pada urine adalah dibutuhkannya ambang batas konsentrasi hCG lebih tinggi. Mayoritas alat yang digunakan untuk mendeteksi hCG pada urine dapat mendeteksi konsentrasi hCG mulai dari 20 mIU/ml, namun masing-masing alat memiliki nilai ambang batas deteksi yang berbeda-beda. Beberapa alat juga dilaporkan dapat mendeteksi hCG mulai dari konsentrasi 6,3-12,5 mIU/ml, dimana nilai tersebut sesuai dengan kadar hCG yang umum ditemukan pada waktu 4 minggu setelah konsepsi.[2,3]
Pemeriksaan hCG pada serum adalah modalitas yang lebih sensitif dibandingkan urine karena dapat mendeteksi hCG dengan konsentrasi yang lebih rendah, yaitu mulai dari 1-2 mIU/ml. Hal ini sangat berperan penting untuk mendiagnosis kehamilan ektopik. Sekitar 1% kehamilan ektopik memiliki konsentrasi hCG kurang dari 20 mIU/ml dan akan menghasilkan hasil negatif palsu pada pemeriksaan hCG kualitatif pada urine.[3,6,7]
Pada kasus kehamilan ektopik, peningkatan kadar hormon hCG akan lebih rendah dibandingkan dengan kehamilan intrauterin. Dengan pemeriksaan hCG kuantitatif, dokter dapat menilai risiko kehamilan ektopik berdasarkan kadar hCG.[3,6,7]
Heterogenisitas Hormon hCG
Hormon hCG bersifat heterogen dan dapat ditemukan pada serum dan urine dalam berbagai variasi bentuk dan produk degradasinya, namun tidak semua alat uji kehamilan berbasis urine dapat mendeteksi seluruh varian isoform hCG. Pada awal kehamilan, bentuk hCG didominasi oleh isoform hyperglycosylated hCG dan β-core fragment. Perbedaan ambang batas konsentrasi hCG yang dapat dideteksi serta kemampuan dalam mendeteksi variasi isoform hyperglycosylated hCG dan β-core fragment menyebabkan variabilitas sensitivitas pada masing-masing alat uji kehamilan berbasis urine.[3,7]
Akurasi Pemeriksaan hCG dengan Urine
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi akurasi dari hasil pemeriksaan hCG pada urine, di antaranya adalah usia kehamilan yang sangat dini, hook effect, serta sampel urine yang terdilusi pada waktu pemeriksaan. Pada minggu-minggu awal kehamilan, kadar hormon hCG mungkin masih terlalu rendah sehingga belum mencapai batas ambang untuk menghasilkan positif pada alat uji.[3,7,8]
Hook effect merupakan sebuah fenomena dimana kadar hCG yang terlampau tinggi justru menghalangi terbentuknya kompleks antibodi yang diperlukan untuk menghasilkan hasil positif pada alat uji. Hasil negatif palsu lainnya dapat dihasilkan apabila pemeriksaan dilakukan setelah pasien minum banyak air, karena urine menjadi kurang pekat dan konsentrasi hCG dalam urine menurun secara relatif.[3,7,8]
Studi Terkait Akurasi Pemeriksaan hCG pada Urine
Nickmans et al melakukan penelitian yang menguji sensitivitas beberapa jenis alat pemeriksaan kehamilan berbasis urine. Dari 2 alat uji yang digunakan secara profesional oleh tenaga medis, didapatkan bahwa 1 alat uji memiliki sensitivitas 100% untuk mendeteksi hCG pada urine dengan konsentrasi 20 mIU/ml atau lebih; sedangkan untuk konsentrasi 0-10 mIU/ml sensitivitasnya adalah 0%.[2]
Untuk 1 alat uji lainnya, didapatkan sensitivitas 0% pada konsentrasi 0-30 mIU/ml, dan 100% pada konsentrasi 60 mIU/ml atau lebih. Pada penelitian tersebut sensitivitas 100% yang dimaksud adalah jika sebuah alat uji dapat menunjukkan hasil positif pada 5 dari 5 sampel yang diperiksakan pada masing-masing konsentrasi.[2]
Sebuah kohort retrospektif menunjukkan bahwa sebanyak 171 dari 10.924 pasien mendapatkan hasil negatif palsu pada pemeriksaan kehamilan urine (1,6%). Ketika analisis dilakukan pada subgrup pasien yang memiliki keluhan risiko tinggi, yang meliputi nyeri regio pelvis dan perdarahan pervaginam, didapatkan angka negatif palsu yang lebih tinggi pula, yaitu 3,6%.[9]
Dari seluruh kasus dengan hasil negatif palsu, kehamilan ektopik ditemukan pada 12 kasus dan 83% kasus kehamilan ektopik berasal dari kelompok risiko tinggi. Sebanyak 77 kasus dinyatakan sebagai kehamilan abnormal, 75% dari kelompok ini berasal dari pasien dengan risiko tinggi.[9]
Perlu dicatat bahwa hasil negatif palsu pada tes kehamilan urine jarang terjadi, tetapi dapat terjadi dan lebih umum pada kondisi risiko tinggi. Oleh karena itu, jika kecurigaan klinis tinggi tetapi tes kehamilan urine negatif, sebaiknya tes serum bHCG dipertimbangkan.
Kesimpulan
Pemeriksaan kehamilan berbasis urine merupakan modalitas yang paling sering digunakan di unit gawat darurat. Pemeriksaan ini memiliki keunggulan, yaitu tersedia pada hampir setiap fasilitas kesehatan, tidak invasif, hasil didapatkan dalam waktu yang cepat, dan memiliki angka negatif palsu yang rendah.
Meski demikian, pemeriksaan hCG kualitatif berbasis urine kurang mampu mendeteksi kadar hCG pada konsentrasi yang lebih rendah, memiliki sensitivitas yang bervariasi pada masing-masing alat uji, dan berpotensi menimbulkan hasil negatif palsu walaupun jarang. Oleh karenanya, pasien yang menunjukkan hasil negatif pada pemeriksaan kehamilan berbasis urine sebaiknya tidak serta merta dianggap tidak hamil. Dokter perlu memastikan dengan pemeriksaan lain, termasuk riwayat klinis dan pemeriksaan kehamilan dengan hCG serum, sesuai indikasi.