Efek Masker terhadap Risiko Infeksi Pernapasan – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr. Jocelyn Prima Utami

Personal Protective Effect of Wearing Surgical Face Masks in Public Spaces on Self- Reported Respiratory Symptoms in Adults: Pragmatic Randomised Superiority Trial

Solberg RB, Fretheim A, Elgersma IH, Fagernes M, Iversen BG, Hemkens LG, Rose CJ, Elstrøm P. Personal protective effect of wearing surgical face masks in public spaces on self-reported respiratory symptoms in adults: pragmatic randomised superiority trial. British Medical Journal. 2024 Jul 24;386:e078918. PMID: 39048132.

studibobrok

Abstrak                                            

Objektif: Untuk mengevaluasi efek protektif personal dari penggunaan masker wajah bedah di area publik dibandingkan dengan tidak menggunakan masker terhadap gejala pernapasan yang dilaporkan secara mandiri dalam periode 14 hari.

Metode: Uji coba superioritas pragmatis secara acak.

Lokasi: Norwegia

Partisipan: Sebanyak 4647 individu dewasa dengan usia ≥18 tahun: 2371 individu di dalam kelompok intervensi dan 2276 di dalam kelompok kontrol.

Intervensi: Partisipan dalam kelompok intervensi ditugaskan untuk memakai masker bedah di area publik (seperti pusat perbelanjaan, jalan raya, transportasi umum) selama 14 hari. Penggunaan masker wajah di rumah atau di tempat kerja tidak disebutkan. Partisipan di kelompok kontrol ditugaskan untuk tidak menggunakan masker wajah di area publik.

Luaran Primer: Luaran primer yang diukur adalah pelaporan secara mandiri tentang adanya gejala pernapasan yang konsisten dengan infeksi pernapasan. Luaran yang sekunder meliputi infeksi COVID-19 yang dilaporkan secara mandiri maupun yang terdaftar, serta pelaporan mandiri izin sakit.

Hasil: Antara tanggal 10 Februari 2023 dan 27 April 2023, 4647 partisipan diacak dan 4575 diikutsertakan dalam analisis intention-to-treat. Sebanyak 2788 adalah wanita (60.9%). Rata-rata usia adalah 51.0 (standar deviasi 15.0 tahun). Dari jumlah tersebut, 2313 (50.16%) berada di kelompok intervensi, dan 2262 (49.4%) di kelompok kontrol.

Ada 163 (8.9%) pelaporan mandiri gejala yang konsisten dengan infeksi pernapasan dilaporkan di kelompok intervensi, dan ada 239 (12.2%) di kelompok kontrol. Marginal odds ratio adalah 0.71 (95%CI 0.58-0.87; P=0.001) mendukung penggunaan masker wajah. Perbedaan risiko absolut sebesar -3.2% (95%CI -5.2% sampai -1.3%; P< 0.001).

Tidak ditemukan efek signifikan secara statistik pada pelaporan mandiri (marginal odds ratio 1.07, 95%CI 0.58 hingga 1.98; P=0.82) atau infeksi COVID-19 yang terdaftar (efek estimasi dan 95%CI tidak dapat diestimasi karena kurangnya insiden pada kelompok intervensi). Pelaporan mandiri izin sakit terdistribusi dengan baik antara kelompok intervensi dan kelompok kontrol (marginal odds ratio 1.00, 0.81 hingga 1.22; P= 0.97).

Kesimpulan: Penggunaan masker wajah bedah di area publik selama 14 hari dapat mengurangi risiko gejala pernapasan yang konsisten dengan infeksi pernapasan sesuai pelaporan mandiri pasien bila dibandingkan dengan tidak menggunakan masker wajah.

Asian,Business,Woman,Wear,Surgical,Mask,Face,To,Protect,Herself

Ulasan Alomedika

Ketika pandemi COVID-19 terjadi, penggunaan masker wajah merupakan salah satu upaya preventif yang dicanangkan untuk mencegah penyebaran virus. Namun, belum banyak bukti ilmiah yang menunjukkan efektivitas dan konsekuensi dari penggunaan masker wajah.

Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan perbedaan. Suatu tinjauan sistematik pada studi observasional melaporkan hubungan antara penggunaan masker wajah dan penurunan risiko infeksi pernapasan. Akan tetapi, ada penelitian lain yang menjelaskan bahwa penggunaan masker wajah di komunitas memiliki sedikit efek atau tidak ada efek sama sekali terhadap penurunan risiko infeksi pernapasan.

Penelitian acak pragmatis ini bertujuan untuk mempelajari dan membandingkan efek penggunaan masker wajah sebagai alat proteksi di area publik selama 14 hari dan kaitannya dengan risiko infeksi pernapasan, dengan tidak menggunakan masker wajah.

Ulasan Hasil Penelitian

Penelitian ini dilakukan dari 10 Februari 2023 hingga 27 April 2023 dengan partisipan sebanyak 4647 individu yang terbagi menjadi 2371 partisipan di kelompok intervensi dan 2276 partisipan di kelompok kontrol. Sebanyak 72 partisipan dieksklusi dari analisis intention-to-treat karena tidak sesuai atau keluar dari proses penelitian. Tersisa 4575 partisipan, di mana saat follow-up, ada sebanyak 479 (20.7%) partisipan di kelompok intervensi dan 295 (13.1%) di kelompok kontrol yang tidak merespons kuesioner yang diberikan.

Pada penelitian ini, sebanyak 163 (8.9%) partisipan di kelompok intervensi dan 239 (12.2%) partisipan di kelompok kontrol melaporkan gejala pernapasan. Melalui analisis intention-to-treat, tampak bahwa luaran primer (gejala pernapasan yang dilaporkan secara mandiri) lebih rendah risikonya pada kelompok intervensi yang menggunakan masker wajah (odds ratio 0.71, 95%CI 0.57–0.87; P<0.001; absolute risk difference -3.3, 95% CI -5..2 hingga -1.3; P< 0.001).

Sebanyak 42 partisipan, yang terdistribusi merata pada kedua kelompok, melaporkan secara mandiri adanya infeksi COVID-19 melalui tes antigen maupun PCR (odds ratio 1.07 95%CI 0.58–1.98; P=0.82; absolute risk difference 0.1%, 95%CI -6.0% hingga 8.0%; P=0.82).

Total 144 (6.3%) partisipan di kelompok kontrol dan 102 (4.5%) di kelompok intervensi melaporkan kebutuhan mereka akan pelayanan kesehatan selama masa penelitian. Dari jumlah tersebut, sebanyak 29 (20%) di kelompok kontrol dan 23 (23%) di kelompok intervensi berkaitan dengan gejala pernapasan. Sisanya melaporkan gejala lain yang tidak berhubungan dengan pernapasan. Hasil pelaporan mandiri izin sakit terdistribusi secara merata pada kedua kelompok (odds ratio 1.00, 95% CI 0.81–1.22; P=0.97).

Komplain terkait penggunaan masker mencakup ketidaknyamanan akan komentar dari orang lain ketika memakai masker di area publik. Beberapa partisipan juga melaporkan rasa tidak nyaman atau melelahkan, karena menjadi sulit untuk bernapas, mengganggu pemandangan saat memakai kacamata, serta masker yang tidak pas di wajah.

Penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan masker wajah di area publik dapat menurunkan risiko gejala pernapasan pada individu dewasa di Norwegia. Pada risiko 12.2% untuk terinfeksi dan penurunan risiko absolut sebanyak -3.2% (95% CI, -5.2% hingga -1.3%), penggunaan masker menurunkan risiko sebesar 8.9% atau sekitar 3300 kasus infeksi per 100.000 orang. Penggunaan masker secara umum dapat ditoleransi, di mana efek buruk lebih berkaitan dengan ketidaknyamanan, bukan suatu bahaya.

Kelebihan Penelitian

Studi ini memiliki beberapa kelebihan, yaitu desain penelitian yang prospektif dengan jumlah sampel cukup besar, serta analisis spesifik yang sudah ditentukan sebelumnya. Penelitian ini juga merupakan bukti bahwa uji klinis acak terkontrol dapat dilakukan di bidang kesehatan masyarakat dan dapat dilakukan terhadap intervensi nonfarmakologi.

Blinding yang dilakukan pada staf penelitian dapat menurunkan risiko bias. Selain itu, studi ini cukup transparan memaparkan perlakuan data yang hilang, termasuk juga analisis sensitivitas yang sebelumnya belum ditentukan. Studi ini bisa menjadi acuan untuk uji klinis intervensi nonfarmakologi di masa depan, terutama terkait efek masker wajah. Di masa depan, studi perlu meneliti efek masker pada populasi yang rentan, efektivitas biaya, dan juga efek terhadap lingkungan akibat masker sekali pakai.

Limitasi Penelitian

Ada beberapa limitasi dalam penelitian ini, seperti data penelitian yang hilang sekitar 13.7% dan 20.7% untuk partisipan di kelompok kontrol dan intervensi secara berurutan. Hal ini mungkin memengaruhi kekuatan hasil akhir penelitian.

Selain itu, limitasi utama penelitian ini adalah luaran primernya yang bersifat subjektif. Luaran primer di sini adalah gejala pernapasan yang dilaporkan secara mandiri oleh partisipan. Hal ini bisa menimbulkan bias. Apalagi, dalam penelitian ini, blinding pada peserta tidak memungkinkan untuk dilakukan. Luaran yang objektif, misalnya biomarker imunologi, mungkin lebih bermanfaat untuk mengurangi risiko bias.

Durasi penelitian ini juga terbilang singkat, yaitu hanya 14 hari, sehingga efek masker dalam waktu yang lebih panjang belum diketahui. Efek seseorang tidak terkena infeksi pernapasan dalam jangka panjang terhadap sistem imunnya juga belum diketahui. Selain itu, penelitian ini terbatas pada evaluasi efek penggunaan masker wajah untuk mencegah infeksi. Penelitian ini tidak mempelajari tentang source control (mencegah penyebaran infeksi dari pengguna masker ke orang lain).

Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan masker wajah di area publik bisa mengurangi risiko infeksi pernapasan. Namun, mengingat penelitian ini masih memiliki beberapa kekurangan, terutama luaran primernya yang subjektif, maka penelitian lebih lanjut masih diperlukan. Penelitian lebih lanjut perlu melihat apakah pemakaian masker dalam jangka lebih panjang benar memiliki efek positif yang objektif dan signifikan. Selain itu, biaya dan efek masker sekali pakai terhadap lingkungan perlu dipikirkan.

Terlepas dari limitasinya, studi ini menunjukkan bahwa uji klinis acak terkontrol untuk bidang kesehatan masyarakat dan untuk intervensi nonfarmakologi dapat dilakukan. Ke depannya, studi ini diharapkan dapat menjadi acuan agar lebih banyak pelaku studi klinis memberikan perhatian pada intervensi nonfarmakologi, dan tidak hanya berfokus pada terapi farmakologi.

Referensi