Kombinasi obat yang mengandung dekongestan, antihistamin, dan analgesik sering digunakan untuk penatalaksanaan common cold. Obat-obat ini biasanya dijual secara over-the-counter (OTC), sehingga distribusinya di masyarakat sangat luas. Berbagai uji klinis kemudian dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas kombinasi obat-obat ini dalam mengatasi gejala common cold dan juga menilai efek sampingnya.[1-3]
Common cold adalah kumpulan gejala infeksi saluran pernapasan atas yang biasanya disebabkan oleh bermacam virus dan bersifat self-limiting. Gejala common cold dapat berupa rhinorrhea, hidung tersumbat, bersin, batuk, tenggorokan tidak nyaman, dan demam ringan. Selain itu, pasien juga mungkin mengalami sakit kepala ringan, malaise, myalgia, dan artralgia. Penatalaksanaan common cold bertujuan untuk mengatasi simtom dan mempersingkat durasi common cold.[3,4]
Kombinasi Dekongestan-Antihistamin-Analgesik yang Sering Digunakan untuk Tata Laksana Common Cold
Komposisi utama obat common cold umumnya adalah antihistamin dan dekongestan, dengan komponen tambahan seperti analgesik. Dekongestan adalah vasokonstriktor yang bekerja pada reseptor adrenergik untuk mengurangi aliran darah pada mukosa hidung, sehingga dapat mengurangi gejala rhinorrhea, hidung tersumbat, dan bersin.
Contoh dekongestan oral yang sering digunakan dalam formulasi kombinasi adalah pseudoephedrine, phenylpropanolamine, and phenylephrine. Namun, dekongestan oral juga dapat meningkatkan tekanan darah dan memiliki efek samping lain seperti sakit kepala, mual, muntah, aritmia, dan agitasi.
Antihistamin generasi pertama seperti triprolidine, diphenhydramine, hydroxyzine, dan chlorpheniramine merupakan bahan yang terdapat pada obat kombinasi OTC common cold. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa antihistamin generasi pertama (chlorpheniramine) memiliki efek antikolinergik yang dapat mengurangi sekret nasal dan meningkatkan klirens mukosiliar, sehingga bisa mengurangi durasi rhinorrhea dan mengurangi gejala bersin.[4-10]
Namun, efek antikolinergik juga menyebabkan keluhan mulut kering, penglihatan kabur, retensi urine, gangguan pencernaan, dan gangguan jantung. Penggunaan antihistamin juga memengaruhi sistem saraf pusat (SSP), seperti menimbulkan sedasi, paradox excitability, depresi pusat pernapasan, dan halusinasi, terutama dalam kasus overdosis.
Antihistamin generasi kedua seperti terfenadine, astemizole, loratadine, dan cetirizine memiliki efek antikolinergik dan efek samping SSP yang lebih rendah. Antihistamin generasi pertama umumnya sudah tidak dianjurkan karena memiliki efikasi yang buruk dan efek samping yang lebih tinggi daripada antihistamin generasi kedua.[1,9-11]
Penggunaan analgesik seperti paracetamol, ibuprofen, dan aspirin bermaksud untuk mengatasi gejala demam ringan, sakit kepala ringan, myalgia, dan nyeri sendi pada common cold. Namun, aspirin dan paracetamol dapat menekan neutralizing antibody, yang menimbulkan peningkatan gejala nasal dan prolonged viral shedding.[1,3,9]
Evaluasi Efektivitas dan Risiko Kombinasi Dekongestan-Antihistamin-Analgesik
Berbagai studi telah dilakukan untuk mengevaluasi efektivitas dan risiko obat-obat OTC yang mengandung kombinasi dekongestan, antihistamin, dan analgesik.
Studi Cochrane
Tinjauan sistematik Cochrane pernah mempelajari 27 uji klinis acak. Lima dari uji klinis tersebut menilai efektivitas dekongestan-antihistamin-analgesik dalam mengurangi durasi dan gejala common cold bila dibandingkan dengan plasebo. Gejala yang dievaluasi adalah rhinorrhea, hidung tersumbat, bersin, batuk, demam ringan, myalgia, dan artralgia pada pasien dewasa dan anak.
Tinjauan sistematik tersebut menemukan adanya perbaikan gejala common cold, terutama rhinorrhea dan batuk. Dari lima uji klinis acak tentang kombinasi ketiga komponen obat tersebut, empat studi menunjukkan efektivitas global tetapi hanya dua studi yang dapat dianalisis secara pooled karena tingkat heterogenitas masih tinggi. Analisis pooled tersebut menunjukkan efektivitas global (<1 poin severity pada 4 atau 5 skala severity) pada grup terapi (52%) maupun grup plasebo (34%).
Odds ratio (OR) dari kegagalan terapi adalah 0,47 (95% CI 0,33–0,67) dan number needed to treat for additional beneficial outcome (NNTB) adalah 5,6 (95% CI 3,8–10,2). Studi ini menyimpulkan bahwa kombinasi dekongestan-antihistamin-analgesik untuk common cold dapat bermanfaat pada orang dewasa dan anak yang berusia lebih tua. Namun, efektivitas pada anak yang lebih muda belum terbukti.
Analisis efek samping menunjukkan hasil bervariasi, di mana beberapa uji klinis acak menunjukkan efek samping lebih tinggi pada grup terapi daripada grup kontrol, tetapi beberapa uji klinis menunjukkan bahwa perbedaan tidak signifikan.[12]
Studi Mizoguchi et al
Studi paralel acak dan buta ganda dilakukan oleh Mizoguchi et al dengan melibatkan 485 partisipan dewasa yang mengalami common cold. Pasien diberikan dosis tunggal obat sirup yang mengandung 500 mg paracetamol, 7,5 mg doxylamine, dan 8 mg ephedrine di malam hari. Grup kontrol diberikan sirup plasebo.
Hasil menunjukkan bahwa banyak partisipan mengalami reduksi gejala common cold secara keseluruhan pada malam hari dan merasa keadaan umum mereka sangat baik saat bangun pagi di hari berikutnya (50,2% vs 31,9% dengan P < 0.0001). Efek samping yang ditimbulkan obat kombinasi adalah rasa kantuk, hipersomnia, pusing, palpitasi, dan muntah.[12,13]
Studi Unuvar et al
Unuvar et al melakukan uji klinis acak terkontrol pada 201 anak yang berusia 2–12 tahun dengan gejala common cold. Anak yang diberikan kombinasi diphenhydramine, paracetamol, dan pseudoephedrine menunjukkan reduksi yang bermakna pada gejala rhinorrhea dan hidung tersumbat pada hari ke-3 sampai ke-5 (P = 0,016). Namun, tidak tampak perbaikan gejala batuk pada common cold.
Tidak ada efek samping klinis yang serius akibat penggunaan obat kombinasi dengan kandungan pseudoephedrine. Denyut jantung dan tekanan darah partisipan didapatkan stabil dan dalam kisaran normal.[14]
Studi Kiran et al
Suatu studi multisentrik fase IV (open-labeled) melibatkan 159 pasien yang mengalami common cold. Pasien diberikan fixed dose combination yang terdiri dari paracetamol 500 mg, phenylephrine 10 mg, dan chlorpheniramine maleate 2 mg. Hasil menunjukkan penurunan total symptom score (TSS) sebesar >50% pada kunjungan ke-3. Sebesar 58,49% pasien mengalami pemulihan total dari gejala common cold.
Penelitian ini juga menilai keamanan obat kombinasi tersebut dengan menganalisis efek samping yang timbul. Dari 159 pasien, sebanyak 26 pasien (16,36%) mengalami efek samping. Efek yang paling umum adalah sedasi dan rasa kantuk (6,29%), diikuti dengan pusing (4,4%), peningkatan asam lambung (2,52%), mulut kering dan mual (1,26%), serta palpitasi (0,63%).[13]
Peringatan terkait Penggunaan Obat Kombinasi pada Populasi Pasien Khusus
Selama 20 tahun terakhir, terdapat sekitar 123 kematian pada anak usia <6 tahun yang disebabkan oleh penggunaan obat common cold OTC. Penggunaan obat kombinasi untuk common cold pada bayi dan anak memiliki risiko overdosis dan efek samping yang serius.[3-5]
FDA Amerika Serikat tidak merekomendasikan obat common cold OTC pada anak usia <2 tahun. Belum ada bukti efektivitas obat kombinasi dekongestan, antihistamin, dan analgesik pada anak usia ≤5 tahun. Health Canada juga tidak merekomendasikan penggunaan obat kombinasi pada kelompok usia dini. Sementara itu, analgesik aspirin tidak diberi pada anak <16 tahun karena bisa menyebabkan sindrom Reye.[3,5,7,14]
Dekongestan dapat menyebabkan vasokontriksi sistemik, sehingga pemberiannya juga dikontraindikasikan bagi penderita hipertensi yang tidak terkontrol, pasien gangguan miokard, dan penderita hipertiroid yang dapat mengalami palpitasi.
Penggunaan pada pasien diabetes mellitus juga harus berhati-hati (terutama bila pasien lanjut usia) karena penggunaan dekongestan dapat meningkatkan kadar glukosa darah dengan mencegah sekresi insulin melalui mekanisme penurunan uptake glukosa ke dalam jaringan perifer dan stimulasi pemecahan glikogen.
Penggunaan dekongestan phenylpropanolamine dalam dosis besar (75±150 mg per hari) dapat meningkatkan risiko stroke hemoragik. Beberapa obat kombinasi common cold di Indonesia masih mengandung obat ini tetapi dengan kekuatan dosis yang telah diturunkan (12,5 mg/tablet). Penggunaannya tidak boleh melebihi 75 mg/hari (dewasa) dan 37,5 mg/hari (anak 6±12 tahun).[5,10,15]
Efek antikolinergik dari antihistamin yang terdapat dalam obat kombinasi OTC common cold dapat menyebabkan takikardia, perpanjangan interval QT, dan aritmia, sehingga perlu diwaspadai pada pasien lanjut usia.[5,8,15]
Kesimpulan
Bukti saat ini menunjukkan bahwa kombinasi dekongestan-antihistamin-analgesik bisa meringankan gejala common cold pada orang dewasa dan anak yang berusia lebih tua. Namun, belum ada bukti efektivitas pada anak usia lebih muda, sehingga pemberian obat kombinasi ini tidak disarankan pada anak usia <2 tahun.
Efek samping yang sering terjadi akibat obat kombinasi adalah sedasi, rasa pusing, peningkatan asam lambung, mulut kering, serta mual. Manfaat klinis dari penggunaan obat kombinasi harus dipertimbangkan dengan risiko efek samping. Penggunaan pada populasi khusus perlu berhati-hati, misalnya pada orang lanjut usia dan orang dengan penyakit komorbid, seperti hipertensi, diabetes mellitus, dan penyakit jantung.