Gigitan Kucing pada Tangan

Oleh :
dr. Ferdinand Sukher

Gigitan kucing pada tangan umumnya menghasilkan luka tusuk atau puncture wound. Ciri luka tusuk adalah luka tampak minimal di permukaan kulit tetapi bisa menciptakan saluran tertutup ke jaringan lunak di bawahnya. Meskipun tampak ringan, gigitan kucing bisa berisiko jika tidak dievaluasi dan ditangani secara tepat.[1,2]

Secara epidemiologi, gigitan hewan menyumbang sekitar 1–2% dari seluruh kunjungan gawat darurat di beberapa negara, dengan kucing sebagai penyebab kedua terbanyak setelah anjing. Di Amerika Serikat, gigitan kucing mencapai 5–20% dari semua kasus gigitan hewan yang memerlukan perawatan medis. Beberapa penelitian melaporkan bahwa ¼ hingga ⅓ kasus gigitan rabies disebabkan kucing. Di Asia Tenggara, kucing peliharaan maupun kucing liar sama-sama sering menyebabkan kasus gigitan.[3-5]

Gigitan Kucing pada Tangan

Memahami Anatomi Gigitan Kucing pada Tangan

Seperti luka tusuk lainnya, luka gigitan kucing meski tampak kecil dapat menjangkau sendi, tendon, dan tulang. Contoh bagian tubuh yang sering mengalami gigitan kucing adalah jari dan tangan. Jari dan tangan mempunyai struktur anatomi dalam yang rumit, padat, dan dekat dengan permukaan kulit. Hal ini menyebabkan infeksi dapat dengan mudah menyebar tanpa adanya struktur pelindung atau pembatas.[2,6,7]

Luka gigitan kucing berisiko cukup tinggi untuk infeksi. Taring kucing menancap lebih dalam dari permukaan kulit dan luka sering tertutup (celah kecil). Karena luka tersebut mencapai lapisan jaringan yang dalam, darah dan jaringan rusak di dalam mungkin sulit diidentifikasi. Selain itu, luka gigitan kucing berisiko infeksi karena lingkungan hangat dan lembap memfasilitasi pertumbuhan mikroorganisme. Kondisi luka juga memberikan kesempatan bakteri anaerobik untuk ikut bertumbuh.[2,6,7]

Flora dalam Mulut Kucing

Mulut kucing secara normal mengandung banyak bakteri zoonosis, seperti Pasteurella multocida yang dominan. Bakteri gram-positif seperti Staphylococcus aureus maupun Streptococcus, dan bakteri gram-negatif seperti Neisseria maupun Moraxella juga telah ditemukan pada gigitan kucing.[1,8,9]

Selain itu, ditemukan juga bakteri anaerob seperti famili Fusobacterium, Bacteroides, dan Prevotella. Laporan terbaru dari Asia juga menemukan isolat Pasteurella canis, Enterobacteriaceae (contohnya Escherichia coli, Klebsiella, dan Serratia) dan bakteri multidrug resistant (MDR) dalam mulut kucing, meskipun lebih jarang.[1,8,9]

Bakteri yang terdapat dalam mulut kucing bisa terdorong jauh ke dalam luka melalui gigitan. Kombinasi flora aerob dan anaerob inilah yang membuat infeksi pascagigitan kucing sering bersifat polimikroba, dapat berkembang sangat cepat, dan sulit ditangani jika terlambat.[1,8,9]

Manajemen Luka Gigitan Kucing

Langkah pertama adalah pembersihan dan irigasi ekstensif luka dengan air mengalir dan sabun, serta irigasi dengan larutan fisiologis (NaCl 0,9%). Irigasi bertujuan untuk menghilangkan kotoran dan debris gigi, serta mengurangi jumlah kuman awal.

Saat pemeriksaan klinis, tanda yang perlu diperhatikan adalah kemerahan, bengkak, derajat nyeri, dan keterlibatan struktur dalam (seperti keterbatasan gerak jari, nyeri tekan sepanjang tendon, atau nyeri tekan sendi) yang bisa mengindikasikan infeksi atau kerusakan jaringan dalam. Pemeriksaan penunjang pencitraan dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan. Pada kondisi infeksi yang berat dan meluas, MRI dapat digunakan untuk evaluasi.[10-13]

Seperti luka pada umumnya, status tetanus pasien juga menentukan tata laksana awal. Pemberian vaksin dan/atau immunoglobulin dilakukan sesuai panduan yang berlaku. Demikian pula, informasi mengenai riwayat vaksinasi rabies kucing akan menentukan pemberian profilaksis pascapaparan sesuai pedoman WHO.[10-13]

Perlu Tidaknya Antibiotik Profilaksis pada Kasus Gigitan Kucing

Penggunaan antibiotik profilaksis tidak selalu diperlukan pada kasus gigitan kucing. Pada luka ringan dan bersih, penggunaan antibiotik profilaksis tidak wajib diberikan. Akan tetapi, bukti terkini menunjukkan bahwa profilaksis antibiotik bisa secara signifikan menurunkan angka infeksi pada gigitan di tangan dan luka tusuk dalam.[12-16]

Sebagai contoh, suatu studi menemukan bahwa pemberian antibiotik awal mengurangi risiko infeksi dari hampir 28% menjadi sekitar 2%. Oleh karena itu, klinisi disarankan memulai antibiotik spektrum luas segera bila lukanya dalam, terletak di daerah tangan, terjadi pada orang imunokompromais, atau pasien datang terlambat.[12-16]

Opsi Antibiotik Profilaksis pada Kasus Gigitan Kucing

Antibiotik lini pertama yang direkomendasikan adalah amoxicillin-clavulanate, karena efektif melawan Pasteurella dan bakteri anaerob yang umum, serta efektif melawan sebagian besar Staphylococcus dan Streptococcus. Apabila pasien alergi penicillin, alternatifnya adalah doxycycline atau kombinasi clindamycin dengan cephalosporin generasi lanjut atau fluoroquinolone.[12-16]

Kombinasi trimethoprim/sulfamethoxazole (TMP-SMX) dengan clindamycin juga sering dipakai untuk menambah cakupan terhadap Methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA). Penting dicatat bahwa antibiotik golongan penicillinase dan cephalosporin generasi pertama tidak efektif terhadap Pasteurella multocida. Aminoglikosida dan makrolida juga biasanya kurang efektif dalam tata laksana gigitan kucing.[12-16]

Durasi Pemberian Antibiotik Profilaksis pada Kasus Gigitan Kucing

Durasi terapi umumnya 5–7 hari profilaksis bila luka bersih dan tidak ada tanda infeksi, tetapi dapat diperpanjang menjadi 10–14 hari jika luka sudah terinfeksi (selulitis atau abses). Kondisi infeksi dalam seperti tenosynovitis ditata laksana dengan antibiotik 2–3 minggu. Kasus osteomyelitis atau arthritis septik memerlukan antibiotik intravena lebih lama (3–6 minggu) sesuai pedoman infeksi tulang. Pemilihan dan pengaturan lama antibiotik ditinjau kembali berdasarkan respons klinis dan hasil kultur.[12-16]

Tindakan Bedah pada Kasus Gigitan Kucing

Gigitan kucing dapat melibatkan struktur yang dalam. Terdapat berbagai laporan kasus mengenai osteomyelitis akibat gigitan kucing. Intervensi bedah dapat dipertimbangkan jika ada tanda infeksi dalam atau komplikasi lokal. Bila muncul abses, arthritis septik, osteomyelitis, atau tenosynovitis purulen, bedah harus segera dilakukan.[1,7,15,17]

Contoh klasik yang dapat terjadi adalah tenosynovitis fleksor dan ekstensor di tangan. Tanda Kanavel (jari fleksi, ada bengkak menyeluruh, nyeri pada selubung tendon, dan nyeri saat ekstensi pasif) menjadi tanda perlu dilakukan insisi irigasi-debridemen. Sama halnya jika dicurigai osteomyelitis pada tulang. Debridemen jaringan tulang menjadi tata laksana yang penting untuk mengatasi infeksi dan mencegah nekrosis.[1,5,7,15,17]

Prinsip tata laksana gigitan kucing adalah tidak menunda tindakan bedah jika infeksi dalam memburuk. Hal ini bertujuan untuk menghindari terjadinya nekrosis jaringan, kerusakan tendon permanen, hingga gangren.[1,5,7,15,17]

Kesimpulan

Meskipun terlihat sepele, gigitan kucing yang tidak ditata laksana dengan baik memiliki risiko progresivitas infeksi akibat kombinasi anatomis tangan yang kompleks, flora mulut kucing yang kaya akan bakteri patogen, dan kecenderungan luka tusuk tertutup yang meningkatkan risiko.

Tata laksana pertama adalah pembersihan dan irigasi ekstensif luka. Evaluasi status tetanus dan riwayat vaksinasi rabies juga perlu dilakukan. Antibiotik profilaksis dapat diberikan bila ada indikasi, seperti luka yang dalam dan kotor, luka yang terlambat ditangani, dan pasien imunokompromais. Tindakan bedah tidak boleh ditunda apabila ada infeksi dalam yang memburuk, agar bisa mencegah nekrosis jaringan.

Referensi