Penularan herpes B dari gigitan monyet ke manusia bisa menyebabkan meningitis dan ensefalitis yang parah, dengan mortalitas mencapai 70%. Penyakit ini disebabkan oleh infeksi herpesvirus B yang dikenal juga sebagai macacine herpesvirus 1 atau dulunya disebut dengan cercopithecine herpesvirus 1.[1]
Pada monyet, infeksi virus ini sering kali tidak menimbulkan gejala. Akan tetapi, pada manusia, infeksi virus ini dapat berakibat fatal. Virus ini dapat menular ke manusia yang tergigit atau tercakar monyet macacine yang terinfeksi virus B. Meningoensefalitis yang parah dan kematian merupakan komplikasi yang ditakutkan dari infeksi ini.[1]
Cara Penularan Herpes B Dari Monyet
Patogen penyebab herpes B adalah macacine herpesvirus 1 (McHV-1). Virus tersebut merupakan virus dengan famili yang sama dengan herpes simplex. Namun, menurut studi, mekanisme masuknya virus herpes B ke dalam sel manusia berbeda dengan herpes simplex. Meski keduanya melekat pada molekul nectin, virus herpes B berikatan pada reseptor berbeda.[2, 3]
Dari virus herpes macacine, yang tercatat mengalami kejadian zoonosis adalah virus B. Virus ini hanya didapatkan pada primata dari genus Macaca. Secara DNA, genus ini memiliki kesamaan dengan manusia sebesar 93%. Genus Macaca banyak ditemukan di Asia, seperti India, Malaysia, dan Indonesia.[1,4]
Penularan virus herpes B terjadi melalui cairan tubuh monyet, misalnya ketika monyet menggigit atau mencakar manusia. Penularan juga bisa terjadi jika mulut, mata, hidung, atau kulit manusia yang terluka terkena cairan tubuh monyet. Transmisi dari manusia ke manusia hampir tidak mungkin terjadi. Hal ini menyebabkan kontak manusia dengan monyet menjadi salah satu riwayat yang perlu diketahui dalam menegakkan diagnosis penyakit ini. Kejadian tersering terjadi akibat paparan dari monyet berusia 2–3 tahun pada musim kawin.[1,5,6]
Manifestasi Klinis dan Penegakan Diagnosis Herpes B
Seperti infeksi virus pada umumnya, virus herpes B awalnya menyebabkan infeksi lokal pada tubuh manusia. Infeksi lokal virus herpes B dapat memiliki manifestasi seperti vesikel berisi cairan, pruritus, dan gangguan neurologis seperti kebas dan kesemutan. Virus yang terbawa hingga kelenjar getah bening dapat menyebabkan kelainan seperti limfadenopati.[7,8]
Saat virus tersebut sudah menyerang tubuh secara sistemik, gejala sistemik muncul. Gejala infeksi sistemik dapat berupa demam, pegal, dan rigor. Virus yang terinokulasi juga menyebar dari sistem saraf perifer ke sistem saraf pusat menyebabkan gangguan neurologis yang lebih serius pada sistem saraf pusat, misalnya berupa meningitis dan ensefalitis.[7,8]
Pemeriksaan untuk mendiagnosis infeksi virus herpes B dapat berupa pemeriksaan serologi atau polymerase chain reaction (PCR) pada pasien. Pemeriksaan serologi bisa dilakukan dengan enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA). Pemeriksaan ELISA dilakukan pada laboratorium tertentu saja yang telah ditentukan karena memiliki potensi reaksi silang dengan herpes simplex. Pemeriksaan PCR mungkin dapat memberikan hasil yang lebih akurat.[7,9]
Pasien yang terpapar disarankan untuk menjalani pemeriksaan serologi ulang 3 minggu setelah paparan atau saat timbul gejala untuk melihat adanya serokonversi. Selain itu, pemeriksaan lain dilakukan sesuai indikasi seperti pemeriksaan hematologi, penanda peradangan, dan radiologi sistem saraf.[10]
Evaluasi juga dapat dilakukan pada monyet yang menggigit untuk mengetahui ada tidaknya infeksi virus herpes B, misalnya dengan kultur. Sampel kultur diambil dengan usap mukosa bukal, konjungtiva, atau genital monyet yang dicurigai.[7,9]
Pencegahan dan Penanganan Herpes B pada Manusia
Hingga saat ini, belum ada vaksinasi yang mampu mencegah penularan infeksi virus herpes B. Pencegahan terbaik adalah menjauhi kontak dengan monyet. Bagi pekerja yang perlu melakukan kontak dengan monyet, protokol penggunaan alat pelindung diri perlu dilakukan dengan baik. Alat pelindung diri dimulai dari gaun, sarung tangan, dan pelindung wajah. Selain itu, perlengkapan pertolongan pertama perlu tersedia di sekitar area kerja.[9]
Studi di Sangeh Monkey Forest, Bali menunjukkan bahwa dari 105 pekerja di sana, hampir setengah pernah terkena cakaran dan gigitan monyet. Pemeriksaan antibodi virus Herpes B pada 38 monyet di sana menunjukkan hasil positif pada 31 monyet. Namun, hingga saat ini belum tercatat adanya kematian akibat herpes B pada pasien yang diberikan terapi profilaksis dalam 3 hari pertama pasca paparan. Oleh sebab itu, penanganan awal yang cepat diperlukan untuk mengurangi risiko mortalitas.[1,4]
Penanganan awal yang dapat dilakukan jika seseorang terpapar cairan tubuh monyet adalah menggosok area kontaminasi dengan sabun, deterjen, atau iodine selama 15 menit. Selanjutnya, area kontaminasi dibilas dengan air mengalir selama 15–20 menit. Terapi profilaksis (antivirus) bisa diberikan berupa acyclovir 5x800 mg atau valacyclovir 1 gram setiap 8 jam. Profilaksis pasca eksposur ini diberikan 14 hari berturut-turut.[8,10]
Secara lebih detail, indikasi diberikannya terapi profilaksis pasca eksposur adalah:
- Paparan kulit atau mukosa terhadap sumber berisiko tinggi, seperti primata yang sedang sakit, immunosuppressed, aktif menularkan virus herpes B, atau memiliki lesi sugestif herpes B
- Paparan pada kulit yang tidak intak (dengan atau tanpa cedera) yang tidak dibersihkan secara adekuat
- Cipratan mukosa yang tidak dibersihkan dengan adekuat
- Laserasi kepala, leher, dan tubuh bagian atas
- Luka gigitan dalam
- Luka tusuk atau laserasi dengan jarum atau objek lain yang: (1) terkontaminasi cairan dari mulut atau genital monyet atau jaringan sistem saraf atau cairan atau lesi kulit mencurigakan (2) diketahui mengandung virus herpes B
- Hasil kultur positif herpes B setelah luka dibersihkan[8,10]
Jika terdapat gejala, terapi yang menjadi pilihan adalah acyclovir dengan dosis 12.5–15 mg/kg tiap 8 jam. Alternatifnya adalah ganciclovir 5 mg/kg tiap 12 jam. Jika sudah ada kelainan neurologis perifer ataupun sentral, terapi yang lebih dipilih adalah ganciclovir. Antivirus dosis tinggi tersebut disarankan untuk diberikan 2-3 minggu atau hingga gejala membaik.[10-12]
Pemberian terapi antivirus setelah itu masih menjadi perdebatan. Beberapa sumber menyarankan pemberian antivirus oral selama 1 tahun. Ada juga rekomendasi untuk pemberian antivirus seumur hidup. Terapi lain juga masih diteliti terkait efektivitasnya melawan virus herpes B. Genistein yang merupakan suatu tyrosine kinase inhibitor menunjukkan potensi untuk menekan replikasi virus di dalam tubuh.[10-12]
Kesimpulan
Virus herpes B dapat ditularkan dari monyet ke manusia melalui cairan tubuh monyet yang terinfeksi, misalnya ketika monyet menggigit atau mencakar manusia. Penularan juga bisa terjadi jika mukosa manusia atau kulit manusia yang tidak intak terkena cairan tubuh atau mukosa monyet yang terinfeksi, terlepas dari cara kontaknya. Contohnya, penularan dapat terjadi secara tidak langsung akibat tusukan jarum atau objek yang terkontaminasi cairan tubuh monyet.
Penularan dari manusia ke manusia hampir tidak mungkin terjadi. Hal ini menyebabkan kontak manusia dengan monyet menjadi riwayat yang wajib digali ketika mendiagnosis herpes B. Monyet yang menularkan adalah monyet genus Macaca berusia 2–3 tahun.
Diagnosis dapat ditegakkan dengan bantuan tes serologi atau PCR pada pasien. Selain itu, kultur dapat dilakukan menggunakan sampel dari mukosa monyet yang menggigit untuk mengetahui ada tidaknya virus herpes B.
Penanganan pertama yang dilakukan jika terpapar adalah menggosok area kontaminasi dengan sabun atau iodine selama 15 menit. Lalu, bilas dengan air mengalir selama 15–20 menit. Antivirus profilaksis bisa diberikan selama 14 hari berturut-turut jika dokter menilai bahwa paparan tersebut berisiko tinggi. Kematian dapat dikurangi risikonya jika penanganan dilakukan dengan cepat. Jika dibiarkan, herpes B berisiko menimbulkan komplikasi neurologis serius dan kematian.