Ibu hamil sering mengalami kondisi nyeri yang memerlukan terapi analgesik, misalnya nyeri punggung bawah. Meski demikian, pemberian analgesik pada pasien hamil memerlukan kehati-hatian dikarenakan potensi risiko pada ibu dan janin.
Berbagai analgesik, terutama paracetamol, dianggap aman digunakan pada ibu hamil. Namun, sebagian besar studi keamanan berbagai analgesik pada kehamilan dilakukan pada hewan, atau pada manusia tetapi dengan desain penelitian yang terbatas. Oleh sebab itu, hasilnya dapat bersifat bias dan tidak meyakinkan.[1]
Opioid: Morfin, Tramadol, Fentanil
Analgesik opioid lemah, seperti codeine, dianggap aman diberikan selama kehamilan pada kasus nyeri derajat sedang-berat yang tidak teratasi dengan paracetamol. Meski begitu, penggunaannya harus dalam dosis efektif terendah dan dalam jangka pendek saja.
Perlu diketahui bahwa penggunaan opioid dalam jangka panjang selama kehamilan dapat menyebabkan neonatal abstinence syndrome. Penggunaan opioid, terutama menjelang kelahiran, juga telah dikaitkan dengan peningkatan risiko depresi napas pada neonatus.
Pada ibu, paparan opioid selama kehamilan juga telah dikaitkan dengan abortus spontan, ketuban pecah dini, preeklampsia, abrupsio plasenta, dan kematian janin. Pada neonatus, paparan opioid selama kehamilan telah dikaitkan dengan prematuritas, kecil masa kehamilan, berat badan lahir rendah, penurunan lingkar kepala, dan kematian mendadak pada bayi.[2,3]
Kategori Kehamilan Berbagai Opioid
Sebagai bahan pertimbangan tambahan, berikut adalah rangkuman kategori kehamilan dari penggunaan beberapa opioid:
- Codeine: FDA Kategori C; TGA Kategori A
- Morfin: FDA Kategori B; TGA Kategori C
- Tramadol: FDA Kategori C; TGA Kategori C
- Fentanil: FDA Kategori C; TGA Kategori C[4,5]
Obat Antiinflamasi Nonsteroid: Ibuprofen, Diklofenak, Piroxicam, Meloxicam
Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) merupakan golongan analgesik yang paling banyak digunakan selama kehamilan. Terdapat berbagai jenis OAINS, antara lain yang berasal dari asam propionat seperti naproxen, ibuprofen, dan ketoprofen; asam fenilasetat seperti diklofenak; salisilat seperti aspirin; oksikan seperti meloxicam dan piroxicam; serta indol seperti indomethacin.[1,4]
Secara umum, penggunaan OAINS selama kehamilan sebaiknya dihindari, terutama setelah usia kehamilan 20 minggu. Jika OAINS harus digunakan, dokter sebaiknya memberikan dosis efektif terkecil dan durasi tersingkat.
Pada trimester pertama, analgesik OAINS telah dikaitkan dengan peningkatan risiko abortus. Pada usia kehamilan di atas 20 minggu, OAINS telah dikaitkan dengan penutupan prematur duktus arteriosus, hipertensi pulmonal neonatus, oligohidramnion, necrotizing enterocolitis, dan perdarahan intrakranial.[1,4,6,7]
Kategori Kehamilan Berbagai OAINS
FDA telah menyatakan untuk menghindari penggunaan semua OAINS setelah usia kehamilan 20 minggu. Sebagai bahan pertimbangan tambahan, berikut adalah rangkuman kategori kehamilan dari penggunaan beberapa OAINS:
- Ibuprofen: FDA Kategori D; TGA Kategori C
- Naproxen: TGA Kategori C
- Ketoprofen: FDA Kategori C; TGA Kategori C
- Diklofenak: FDA Kategori D; TGA Kategori C
- Meloxicam: TGA Kategori C
- Piroxicam: FDA Kategori D; TGA Kategori C
- Indomethacin: FDA Kategori C; TGA Kategori C[4,5,8,9]
Antikonvulsan: Pregabalin, Gabapentin
Antikonvulsan terkadang digunakan sebagai analgesik pada kasus nyeri neuropatik, misalnya post herpetic neuralgia. Contoh antikonvulsan yang dapat digunakan sebagai analgesik adalah pregabalin dan gabapentin.[10]
Penggunaan obat golongan ini sebagai analgesik telah dikaitkan dengan malformasi jantung, urogenital, sistem saraf pusat, dan kraniofasial. Konsumsi antikonvulsan selama kehamilan juga telah dikaitkan dengan intrauterine growth restriction dan defisit kognitif.[4,11]
Pregabalin masuk dalam FDA Kategori dan TGA Kategori B3. Gabapentin masuk dalam FDA Kategori C dan TGA Kategori B3.[4,5]
Antidepresan: Amitriptyline, Venlafaxine
Antidepresan juga terkadang digunakan sebagai analgesik untuk nyeri neuropatik. Antidepresan yang digunakan untuk tujuan ini misalnya golongan antidepresan trisiklik seperti amitriptyline, serta serotonin–norepinephrine reuptake inhibitors (SNRI) seperti duloxetine dan venlafaxine.[10]
Pada sebuah studi dimana antidepresan digunakan untuk terapi depresi selama kehamilan, penggunaan antidepresan trisiklik, termasuk amitriptyline, dikaitkan dengan defek pada mata, telinga, kepala, leher, dan digestif. Sementara itu, venlafaxine dikaitkan dengan defek saluran napas. Pada ibu, venlafaxine dan amitriptyline telah dikaitkan dengan peningkatan risiko diabetes gestasional.[12,13]
Amitriptyline masuk dalam FDA Kategori C dan TGA Kategori C. Venlafaxine masuk dalam FDA Kategori C dan TGA Kategori B2.[4,5]
Muscle Relaxants: Baclofen, Cyclobenzaprine
Obat golongan muscle relaxant sering digunakan untuk meredakan nyeri punggung bawah pada ibu hamil. Baclofen yang dikonsumsi per oral telah dikaitkan dengan peningkatan risiko omfalokel. Sementara itu, penggunaan cyclobenzaprine pernah dilaporkan menyebabkan penutupan dini dari duktus arteriosus.[4]
Baclofen masuk dalam FDA Kategori C dan TGA Kategori B3. Cyclobenzaprine masuk dalam FDA Kategori B dan tidak memiliki kategori TGA.[4,5]
Prinsip Peresepan Analgesik yang Aman Selama Kehamilan
Modalitas nonfarmakologi perlu diutamakan dalam manajemen nyeri selama kehamilan. Ini mungkin mencakup pemberian kompres panas-dingin, fisioterapi, peregangan, dan masase ringan. Apabila nyeri tidak teratasi dengan intervensi nonfarmakologi atau derajat nyeri sedang-berat, maka analgesik lini pertama yang disarankan adalah analgesik sediaan topikal seperti capsaicin krim dan diklofenak gel atau plester. Pilihan lain adalah paracetamol oral.
Jika obat golongan opioid, OAINS, antikonvulsan, dan antidepresan akan digunakan, pastikan untuk menggunakan dosis efektif terendah dan durasi terapi yang paling singkat. Gunakan obat tunggal dan hindari polifarmasi. Hindari penggunaan OAINS setelah usia kehamilan 20 minggu karena peningkatan risiko penutupan dini duktus arteriosus, hipertensi pulmonal, dan berbagai efek samping signifikan lain pada janin.[4,14]
Kesimpulan
Keamanan penggunaan berbagai analgesik selama kehamilan sulit dipastikan karena keterbatasan etikolegal dalam melakukan uji klinis acak terkontrol pada ibu hamil. Dalam setiap penggunaan analgesik pada ibu hamil, dokter harus mempertimbangkan matang-matang mengenai rasio manfaat dan risiko untuk ibu dan janin.
Utamakan modalitas non farmakologi dalam penanganan nyeri. Jika akan menggunakan obat-obatan, lini pertama adalah terapi topikal atau paracetamol oral. Jika ingin menggunakan terapi sistemik selain paracetamol, gunakan dosis efektif terendah dan durasi paling singkat. Hindari penggunaan OAINS, seperti diklofenak dan ibuprofen, pada usia kehamilan di atas 20 minggu.