Elevation In White Blood Cell Count After Corticosteroid Use In Noninfected Hospitalized Patients
Sullivan E, Schulte R, Rothberg MB. Journal of Hospital Medicine. 2025. doi: 10.1002/jhm.70008.
Abstrak
Latar Belakang: Telah diketahui secara luas bahwa penggunaan kortikosteroid dapat menyebabkan leukositosis. Oleh karena itu, klinisi perlu mempertimbangkan apakah peningkatan jumlah sel darah putih (leukosit/WBC) yang terjadi memang disebabkan oleh efek kortikosteroid atau justru akibat proses lain seperti infeksi.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk mengukur peningkatan jumlah leukosit setelah pemberian kortikosteroid pada pasien rawat inap yang tidak memiliki keganasan, infeksi, maupun gangguan sistem imun.
Metode: Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif yang dilakukan pada tahun 2017 hingga 2018 di satu sistem pelayanan kesehatan besar. Trajektori jumlah leukosit dianalisis berdasarkan stratifikasi dosis kortikosteroid.
Studi ini melibatkan pasien non-bedah yang dirawat inap dan memiliki setidaknya dua data hitung darah lengkap (complete blood count/CBC). Pasien dikeluarkan dari analisis jika memiliki riwayat imunosupresi, infeksi, keganasan, atau penggunaan kortikosteroid dalam 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Luaran primer yang diamati adalah rerata jumlah leukosit harian setelah pemberian kortikosteroid.
Hasil: Dari 28.425 pasien yang memiliki setidaknya dua pengukuran WBC, sebanyak 1.608 pasien (5,7%) menerima terapi kortikosteroid. Respons leukosit mencapai puncaknya 48 jam setelah pemberian kortikosteroid, dengan peningkatan rerata sebesar 2,4 × 10⁹/L.
Pada seluruh pasien yang menerima kortikosteroid, peningkatan rerata WBC tercatat sebesar 0,3 × 10⁹/L (dosis rendah), 1,7 × 10⁹/L (dosis sedang), dan 4,84 × 10⁹/L (dosis tinggi). Sebaliknya, pada pasien yang tidak menerima kortikosteroid, rerata jumlah WBC menurun selama masa perawatan.
Kesimpulan: Dalam interpretasi jumlah leukosit setelah inisiasi terapi kortikosteroid, dapat terjadi peningkatan hingga 4,84 × 10⁹/L dalam 48 jam setelah pemberian dosis tinggi. Peningkatan yang melebihi angka tersebut, atau peningkatan apa pun setelah dosis rendah, sebaiknya menimbulkan kecurigaan terhadap penyebab leukositosis lain, seperti infeksi atau proses patologis lainnya.
Ulasan Alomedika
Peningkatan jumlah WBC setelah penggunaan kortikosteroid merupakan fenomena klinis yang banyak dijumpai di praktik, terutama pada pasien yang menjalani terapi dengan kortikosteroid untuk berbagai kondisi inflamasi dan autoimun tanpa adanya infeksi. Fenomena leukositosis setelah pemberian steroid ini menyebabkan tantangan diagnostik bagi klinisi dalam membedakan antara respons farmakologis dan adanya infeksi klinis yang membutuhkan intervensi lebih lanjut.
Ulasan Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kohort retrospektif yang dilakukan di 13 rumah sakit komunitas dan akademik dalam sistem Cleveland Clinic selama tahun 2017–2018. Subjek penelitian adalah pasien rawat inap non-bedah yang memiliki minimal dua hasil hitung darah lengkap (CBC) dalam 4 hari perawatan. Pasien yang memiliki infeksi, keganasan, imunosupresi, atau penggunaan steroid dua minggu sebelum masuk rumah sakit dikeluarkan dari analisis.
Pasien yang menerima kortikosteroid diklasifikasikan ke dalam kelompok dosis rendah, sedang, dan tinggi berdasarkan total dosis dalam 24 jam pertama, dikonversi ke ekuivalen hydrocortisone. Nilai WBC diukur setiap hari selama 4 hari dan dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak mendapat steroid.
Desain retrospektif kohort memungkinkan analisis terhadap hubungan dosis steroid dan perubahan WBC secara real-world dalam populasi besar, tetapi memiliki keterbatasan seperti potensi bias seleksi dan kendali terhadap variabel perancu. Pemilihan kriteria eksklusi meningkatkan validitas internal, tetapi juga membatasi generalisasi ke populasi klinis yang lebih kompleks.
Ulasan Hasil Penelitian
Penelitian ini menganalisis 28.425 pasien rawat inap, di mana 1.608 pasien (5,9%) menerima kortikosteroid. Peningkatan WBC menunjukkan pola bergantung dosis (dose-dependent response).
Puncak peningkatan WBC terjadi pada hari ke-2 setelah pemberian steroid. Kelompok dosis tinggi mengalami peningkatan rerata sebesar 4,84 × 10⁹/L (p < 0,001), sedangkan kelompok dosis sedang menunjukkan kenaikan sebesar 1,70 × 10⁹/L (p < 0,001), dan kelompok dois rendah menunjukkan peningkatan 0,32 × 10⁹/L (p = 0,04). Sebaliknya, kelompok pasien yang tidak menerima steroid menunjukkan penurunan WBC yang signifikan pada hari ke-1 dan ke-2 (p < 0,001).
Setelah hari ke-2, jumlah WBC cenderung menurun dan kemudian stabil. Pada kelompok dosis tinggi dan sedang, kadar WBC tetap signifikan lebih tinggi dibandingkan nilai dasar hingga hari ke-4, sedangkan pada kelompok dosis rendah tidak ada perbedaan signifikan.
Hitung neutrofil absolut (ANC) menunjukkan pola serupa dengan WBC. Sementara itu, hitung limfosit absolut (ALC) menurun transien pada hari pertama, lalu kembali mendekati nilai awal. Lima analisis sensitivitas yang dilakukan, termasuk eksklusi pasien dengan perubahan dosis atau data tidak lengkap, tidak mengubah temuan luaran primer. Hasil serupa juga didapat pada subkelompok pasien dengan dan tanpa penyakit paru obstruktif kronis (PPOK).
Kelebihan Penelitian
Ukuran sampel penelitian ini cukup besar, yakni lebih dari 28.000 pasien yang berasal dari 13 rumah sakit dalam satu sistem layanan kesehatan, sehingga meningkatkan validitas eksternal dan generalisasi temuan. Penelitian ini juga mengeksklusi faktor-faktor yang dapat merancukan hasil, seperti infeksi, imunosupresi, dan keganasan, sehingga akan memungkinkan analisis yang lebih spesifik terhadap efek kortikosteroid terhadap leukositosis.
Selain itu, dosis steroid dikategorikan dengan konversi setara hydrocortisone, serta dilengkapi dengan lima analisis sensitivitas. Ini dapat memperkuat keandalan hasil. Studi ini juga mengevaluasi topik yang relevan secara klinis, yang hasilnya bisa digunakan untuk membantu dokter dalam menafsirkan peningkatan leukosit setelah pemberian steroid.
Limitasi Penelitian
Penelitian ini bersifat retrospektif sehingga memungkinkan adanya bias seleksi dan keterbatasan dalam mengontrol variabel perancu, meskipun berbagai analisis sensitivitas telah dilakukan. Selain itu, klasifikasi dosis steroid yang dilakukan pada penelitian ini dapat mengaburkan efek spesifik dari jenis dan regimen steroid yang berbeda.
Penelitian ini juga hanya mencakup pasien rawat inap non-bedah tanpa kondisi imunosupresif, infeksi, atau kanker, sehingga hasilnya mungkin tidak dapat digeneralisasikan ke populasi lain yang lebih kompleks atau imunokompromais. Durasi follow-up yang terbatas hingga 4 hari juga tidak memungkinkan evaluasi efek jangka panjang.
Aplikasi Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian steroid, terutama dalam dosis sedang hingga tinggi, dapat menyebabkan peningkatan jumlah leukosit dengan puncaknya pada hari kedua setelah pemberian.
Dalam praktik klinis, temuan ini dapat digunakan sebagai dasar bagi dokter untuk membedakan leukositosis akibat efek farmakologis steroid dengan leukositosis yang terkait infeksi atau proses inflamasi lain. Hal ini diharapkan dapat menghindari overdiagnosis infeksi dan penggunaan antibiotik yang tidak perlu. Selain itu, hanya resepkan kortikosteroid bila terdapat indikasi yang jelas, untuk mencegah terjadinya leukositosis akibat steroid yang dapat meragukan diagnosis infeksi.