Alo dokter. Izin membuka diskusi dan pertanyaan di lingkup rumah sakit.. Mohon maaf apabila ini dirasakan agak sensitif. Jadi, saya ditugaskan RSUD dan...
Cara edukasi dan merangkul mahasiswa kedokteran yang memiliki Mental Issues? - Diskusi Dokter
general_alomedikaDiskusi Dokter
- Kembali ke komunitas
Cara edukasi dan merangkul mahasiswa kedokteran yang memiliki Mental Issues?
Alo dokter. Izin membuka diskusi dan pertanyaan di lingkup rumah sakit.. Mohon maaf apabila ini dirasakan agak sensitif.
Jadi, saya ditugaskan RSUD dan menjadi penanggung jawab koskap bersama residen anak di bangsal kami.
Nah, kebetulan ada adik koas cerita ke saya semingguan akhir2 ini down perasaan dan pernah ada niatan self harm.. sy lihat memang ke arah gejala-gejala depresi dari bipolar atau anxiety..
Kinerjanya saya liat agak menurun sebenarnya terlihat ada keluhan tentang dia dari sesama kelompoknya seperti itu, kemudian saya support dan coba saranin untuk sesi konsul dengan psikiater di RSUD tmpat tsb, tapi dia menolak karena takut cuti jaga dan memberatkan teman kelompok nya karena memang bangsal lagi padat dan masih ada rasa takut dijudge temen, residen dsb... disitu sy luruskan bahwa itu cuma perspektif negatif dia.. sambil sy usahakan untuk menstabilkan perasaannya, setelah itu masih tetap menolak konsul karena merasa tidak apa2..
Saya sempat ingin adakan pertemuan dengan konsulen dan residen nya, tapi dia meminta saya untuk tidak melakukan pertemuan tsb.
Bagaimana ya cara edukasi adik koas saya ini supaya mau konsultasi, disamping tetap menjaga profesionalitas kami?
Terimakasih banyak dok, mohon pencerahan nya
Ijin berbagi pengalaman, saya adalah salah satu pendidik klinis di rumah sakit daerah & rumah sakit pendidikan khususnya di bidang Psikiatri. Kasus seperti ini sebenarnya banyak terjadi, mulai dari tingkat mahasiswa - koas - residen. Problem mental illness akan selalu mengikuti di berbagai tahapan usia, beda usia beda stres nya, terlebih yg memiliki kerentanan aksis 1 & 2 untuk diagnosis multiaksial psikiatri. Perlu saya sampaikan bahwa tahap koas, masih menjadi tanggungjawab pendidikan S1, sehingga ada baiknya hal ini juga dilaporkan ke kampus, namun jika yg dikhawatirkan adalah penundaan masa stase, ada baiknya yg bisa dilakukan adalah :
1. Koordinasikan dengan staf supervisor / konsultan disana utk menyampaikan kondisi ybs
2. Di setiap RSUD terutama jejaring rumah sakit pendidikan pasti memiliki Bakordik atau Badan Koordinasi Pendidikan, ini juga perlu mengetahui hal tersebut
3. Sarankan untuk mau dilakukan psikometri pada psikiater, yg rutin kami kerjakan adalah MCMI-IV yg bisa memberikan gambaran jelas mulai dari aspek kepribadian, klinis, hingga noteworthy response. Ini akan sangat membantu untuk proses psikoterapi ke depannya.
Mungkin itu jawaban yg bisa saya ajukan berdasarkan pengalaman membimbing koas & residen. Semoga lancar y dok!
Salam.
Ada lebih baiknya dikonsultasikan ke atasan langsung dokter disana, karena ini tugas dari pendidik klinis.
Sama halnya sekarang di kepolisian surat izin mengemudi sekarang harus ada Surat Keterangan sehat dan Psikolog. Sebab selama studi, selama bekerja dengan work load yang tinggi ditambah masalah pribadi yang kompleks, kondisi kejiwaan seseorang dapat berubah.
Di institusi pendidikan hal ini justru menjadi lebih krusial. Demikian pendapat saya.
Terimakasih untuk atensinya.
Sebagai gambaran tahun 2007 dalam evaluasi penelitian yg kami lakukan prevalensi gangguan bipolar di Indonesia mencapai 1-4% populasi. Ini tahun 2007 y, saya belum melakukan penelusuran lagi. Dari gambaran itu coba kita hitung berapa sih dokter di Indonesia, kemungkinan yg punya gangguan bipolar juga bisa dihitung y? Kalau tidak sependapat dengan ini tidak apa2, karna hanya menyampaikan hitungan kasar secara statistik.
Apakah bisa menjalankan profesi dengan baik? Yg saya temui ada yg bisa dokter, karna ybs sudah mencapai total insight, sadar penuh & menerapkan keputusan klinik terhadap kondisinya. Bahkan turut membantu saya dalam penyampaian edukasi gangguan bipolar tersebut. Evaluasi juga pada kemampuan sosial, pekerjaan & harian sesuai dengan evaluasi status mental & kapasitas jiwa.
Apabila dalam masa pendidikan (dokter muda / residen) menunjukkan gejala gangguan bipolar dengan gejala psikotik, nah ini baru butuh evaluasi, dilakukan pengujian MPK (Majelis Penguji Kesehatan Internal) dan melibatkan kaprodi, bakordik, pendidik klinis hingga jajaran dekanat untuk mengambil keputusan. Kalau sudah jelas psikotik tentu sulit y, namun keputusan akhir kembali pada tim, bukan pd psikiater saja.
Sekali lagi kita juga berperan dengan pengembangan stigma.
Ternyata threat diskusi ini menarik, terimakasih kepada dokter yg sudah membuka forum ini (sayangnya saya tidam tau namanya), semoga dokter juga diberi kemudahan y dalam membimbing adik2 koas kita disana, terimakasih sudah menjadi perpanjangan tangan para pendidik klinis di daerah.
Salam.
Menarik pembahasan ini langsung dari ahlinya 👍
Bipolar dapat mengganggu kontrol diri.
Salam.
Alo dr. Anon!
Isu ini kami bahas pada artikel Alomedika berikut ini:
https://www.alomedika.com/skrining-kesehatan-mental-berkala-untuk-dokter
Dalam artikel tersebut, disampaikan bahwa memang hal yang menghambat dokter untuk mau memeriksakan diri ke psikiater/psikolog salah satunya adalah adanya stigma negatif, termasuk dari teman sejawatnya.
Nah, untuk masalah apa yang bisa dilakukan, menurut saya ada 2 poin:
Pertama, yakinkan bahwa pertolongan profesional dari psikiater tidak akan mempengaruhi masa koasnya, apalagi masa depannya sebagai dokter dan sebaliknya malah akan membuat si koas ini bisa menjalani stasenya dengan lebih baik.
Kedua, terus bangun tilikan adik koas ini. Seperti disampaikan di artikel, keinginan dokter untuk mencari bantuan profesional ditentukan dari tilikannya. Jadi ketika tilikan si adik koas bisa Anda bantu tingkatkan, dengan sendirinya keinginan untuk berobat akan terbangun.
Ada lebih baiknya dikonsultasikan ke atasan langsung dokter disana, karena ini tugas dari pendidik klinis.
Baik dok terimakasih banyak, barusan ada kesepakatan dengan residen kami untuk menghadap ke supervisor yg mnjadi bag. akademik kampus ybs dokter
Sukses terus y dok 👍
Ijin berbagi pengalaman, saya adalah salah satu pendidik klinis di rumah sakit daerah & rumah sakit pendidikan khususnya di bidang Psikiatri. Kasus seperti ini sebenarnya banyak terjadi, mulai dari tingkat mahasiswa - koas - residen. Problem mental illness akan selalu mengikuti di berbagai tahapan usia, beda usia beda stres nya, terlebih yg memiliki kerentanan aksis 1 & 2 untuk diagnosis multiaksial psikiatri. Perlu saya sampaikan bahwa tahap koas, masih menjadi tanggungjawab pendidikan S1, sehingga ada baiknya hal ini juga dilaporkan ke kampus, namun jika yg dikhawatirkan adalah penundaan masa stase, ada baiknya yg bisa dilakukan adalah :
1. Koordinasikan dengan staf supervisor / konsultan disana utk menyampaikan kondisi ybs
2. Di setiap RSUD terutama jejaring rumah sakit pendidikan pasti memiliki Bakordik atau Badan Koordinasi Pendidikan, ini juga perlu mengetahui hal tersebut
3. Sarankan untuk mau dilakukan psikometri pada psikiater, yg rutin kami kerjakan adalah MCMI-IV yg bisa memberikan gambaran jelas mulai dari aspek kepribadian, klinis, hingga noteworthy response. Ini akan sangat membantu untuk proses psikoterapi ke depannya.
Mungkin itu jawaban yg bisa saya ajukan berdasarkan pengalaman membimbing koas & residen. Semoga lancar y dok!
Salam.
Terima kasih sharingnya..
Ijin berbagi Kalau pengalaman saya dok saat jadi koas dulu, harus ada trust dulu. Mohon maaf dok ini berdasarkan pengalaman empiris, belum ditulis dalam bentuk jurnal ilmiah.
Kalau sudah ada trust, jangankan disuruh dek koas sendiri yang akan cari sendiri psikolog / dosen psikolog / konsulen spKJ yang dia kenal (membuka diri untuk itu) untuk sesi konsultasi. jarang tilikan nya buruk 1 atau 2, karena dia tahu ilmunya, malah untuk diri sendiri / keluarga karena ada conflict of interest kita lebih sering over diagnosis jangan2 kita gini jangan2 kita gitu.
Syukurnya di kampus kami ada dosen yang memang terbuka untuk itu, terapi mhs nya meski tanpa dibayar bahkan setelah itu mantan kliennya diberdayakan dengan mengikuti kegiatan kegiatan sosial.
Barangkali sekarang kalau dokter pikir ysb butuh pertolongan, untuk memulai nya bisa diarahkan ke konsulen (psikolog/psikiater) di luar instansi rumah sakit dokter terlebih dahulu dengan alasan untuk konfidensial. Kemudian lihat respon, jika dek koas menerima saran dokter, tawarkan alternatif konsumen dalam RS dengan alasan lebih kekeluargaan (beliau pasti akan secara profesional dan konfidential membantu anda namun akan jauh menghemat cost karena kekeluargaan, padahal alasan utama nya adalah agar anda dapat memantau dengan lebih mudah perkembangannya).
Mudah2an membantu dok.
Mohon maaf bila ada yang kurang.
Ada lebih baiknya dikonsultasikan ke atasan langsung dokter disana, karena ini tugas dari pendidik klinis.
Halo dokter Syarif.
Menurut saya tugas kita untuk membangun opini positif terkait masalah kejiwaan ini dan menghilangkan stigmatisasi di kalangan dokter itu sendiri, karena justru kita yang sudah memahami pasal ilmu psikatrik meski tidak sedalam sejawat Sp.KJ.
Saya mau sharing sekalian, pernah liat acara komunitas bipolar daerah tertentu dan saya sempat kaget ada beberapa dokter yang ikut jadi anggota dan pengidap bipolar, disitu saya mulai terbuka bahwa hambatan profesi seberat apapun bisa dihadapi meski itu isu yg dihadapi adalah kejiwaan. Cmiiw dok.
Sama halnya sekarang di kepolisian surat izin mengemudi sekarang harus ada Surat Keterangan sehat dan Psikolog. Sebab selama studi, selama bekerja dengan work load yang tinggi ditambah masalah pribadi yang kompleks, kondisi kejiwaan seseorang dapat berubah.
Di institusi pendidikan hal ini justru menjadi lebih krusial. Demikian pendapat saya.
Kalau di tempat dokter belum berlaku, pimpinan perlu diingatkan kembali.
Ijin berbagi pengalaman, saya adalah salah satu pendidik klinis di rumah sakit daerah & rumah sakit pendidikan khususnya di bidang Psikiatri. Kasus seperti ini sebenarnya banyak terjadi, mulai dari tingkat mahasiswa - koas - residen. Problem mental illness akan selalu mengikuti di berbagai tahapan usia, beda usia beda stres nya, terlebih yg memiliki kerentanan aksis 1 & 2 untuk diagnosis multiaksial psikiatri. Perlu saya sampaikan bahwa tahap koas, masih menjadi tanggungjawab pendidikan S1, sehingga ada baiknya hal ini juga dilaporkan ke kampus, namun jika yg dikhawatirkan adalah penundaan masa stase, ada baiknya yg bisa dilakukan adalah :
1. Koordinasikan dengan staf supervisor / konsultan disana utk menyampaikan kondisi ybs
2. Di setiap RSUD terutama jejaring rumah sakit pendidikan pasti memiliki Bakordik atau Badan Koordinasi Pendidikan, ini juga perlu mengetahui hal tersebut
3. Sarankan untuk mau dilakukan psikometri pada psikiater, yg rutin kami kerjakan adalah MCMI-IV yg bisa memberikan gambaran jelas mulai dari aspek kepribadian, klinis, hingga noteworthy response. Ini akan sangat membantu untuk proses psikoterapi ke depannya.
Mungkin itu jawaban yg bisa saya ajukan berdasarkan pengalaman membimbing koas & residen. Semoga lancar y dok!
Salam.
Ijin berbagi pengalaman, saya adalah salah satu pendidik klinis di rumah sakit daerah & rumah sakit pendidikan khususnya di bidang Psikiatri. Kasus seperti ini sebenarnya banyak terjadi, mulai dari tingkat mahasiswa - koas - residen. Problem mental illness akan selalu mengikuti di berbagai tahapan usia, beda usia beda stres nya, terlebih yg memiliki kerentanan aksis 1 & 2 untuk diagnosis multiaksial psikiatri. Perlu saya sampaikan bahwa tahap koas, masih menjadi tanggungjawab pendidikan S1, sehingga ada baiknya hal ini juga dilaporkan ke kampus, namun jika yg dikhawatirkan adalah penundaan masa stase, ada baiknya yg bisa dilakukan adalah :
1. Koordinasikan dengan staf supervisor / konsultan disana utk menyampaikan kondisi ybs
2. Di setiap RSUD terutama jejaring rumah sakit pendidikan pasti memiliki Bakordik atau Badan Koordinasi Pendidikan, ini juga perlu mengetahui hal tersebut
3. Sarankan untuk mau dilakukan psikometri pada psikiater, yg rutin kami kerjakan adalah MCMI-IV yg bisa memberikan gambaran jelas mulai dari aspek kepribadian, klinis, hingga noteworthy response. Ini akan sangat membantu untuk proses psikoterapi ke depannya.
Mungkin itu jawaban yg bisa saya ajukan berdasarkan pengalaman membimbing koas & residen. Semoga lancar y dok!
Salam.
Setuju dokter. Saya merasa memang masa depan dik koskap ini masih cerah, apalagi jika ditangani dini dan kontrol rutin.
Tapi yang sulit mungkin stigma dari masyarakat dan beberapa lingkungan rumah sakit itu sendiri yang justru membuat peserta didik makin depresi.
Dilema ya dok
Ijin berbagi pengalaman, saya adalah salah satu pendidik klinis di rumah sakit daerah & rumah sakit pendidikan khususnya di bidang Psikiatri. Kasus seperti ini sebenarnya banyak terjadi, mulai dari tingkat mahasiswa - koas - residen. Problem mental illness akan selalu mengikuti di berbagai tahapan usia, beda usia beda stres nya, terlebih yg memiliki kerentanan aksis 1 & 2 untuk diagnosis multiaksial psikiatri. Perlu saya sampaikan bahwa tahap koas, masih menjadi tanggungjawab pendidikan S1, sehingga ada baiknya hal ini juga dilaporkan ke kampus, namun jika yg dikhawatirkan adalah penundaan masa stase, ada baiknya yg bisa dilakukan adalah :
1. Koordinasikan dengan staf supervisor / konsultan disana utk menyampaikan kondisi ybs
2. Di setiap RSUD terutama jejaring rumah sakit pendidikan pasti memiliki Bakordik atau Badan Koordinasi Pendidikan, ini juga perlu mengetahui hal tersebut
3. Sarankan untuk mau dilakukan psikometri pada psikiater, yg rutin kami kerjakan adalah MCMI-IV yg bisa memberikan gambaran jelas mulai dari aspek kepribadian, klinis, hingga noteworthy response. Ini akan sangat membantu untuk proses psikoterapi ke depannya.
Mungkin itu jawaban yg bisa saya ajukan berdasarkan pengalaman membimbing koas & residen. Semoga lancar y dok!
Salam.