Meminimalkan risiko komplikasi akibat injeksi dermal filler harus dipahami oleh para praktisi yang melakukan prosedur tersebut. Pengenalan dan pemahaman yang baik mengenai risiko komplikasi akibat injeksi filler dapat menurunkan angka morbiditasnya. Semakin populernya prosedur injeksi dermal filler belakangan ini menyebabkan angka kejadian komplikasi turut meningkat.[1-3]
Dermal filler merupakan material yang sering digunakan untuk mengisi bagian-bagian tubuh yang memerlukan volume tambahan. Dermal filler dapat berasal dari bahan alami atau biosintetik. Bahan alami dari manusia misalnya lemak dan kolagen. Bahan yang berasal dari hewan misalnya kolagen bovine. Sedangkan dermal filler yang berasal dari produk biosintetik antara lain hyaluronic acid, calcium hydroxyapatite, polylactic acid, dan gel polyacrylamide.
Saat ini, dermal filler populer digunakan dalam prosedur estetik untuk mengisi bagian wajah yang kekurangan volume, terutama akibat penuaan. Semakin meningkatnya penggunaan filler, diiringi juga dengan meningkatnya angka kejadian komplikasi. Ini terutama disebabkan oleh kurangnya pengetahuan praktisi mengenai risiko komplikasi, minimnya regulasi dan quality control, serta semakin berkembangnya industri yang sangat berorientasi pada keuntungan finansial.[1,2]
Komplikasi Akibat Injeksi Dermal Filler
Komplikasi penyuntikan dermal filler dapat dibagi berdasarkan patofisiologi, yaitu alergi, infeksi, inflamasi atau nodul late onset, dan injeksi intravaskular. Sementara itu, berdasarkan waktu kejadian, komplikasi dapat dibagi menjadi dini dan lambat. Komplikasi dini (early) mencakup eritema, edema, ekimosis, infeksi, nekrosis kulit, kebutaan, dan stroke. Komplikasi lambat (late) adalah migrasi filler, nodul atau granuloma, parut hipertrofik, telangiektasis, dan infeksi kronis.[1-3]
Komplikasi berat yang mungkin disebabkan oleh penyuntikan dermal filler adalah kebutaan dan stroke. Pada beberapa kasus, praktisi yang melakukan prosedur ini tidak tahu bahwa penyuntikan dermal filler dapat mengakibatkan komplikasi berat tersebut. Angka kejadian kebutaan akibat filler hyaluronic acid diperkirakan 3-9 kasus per 10.000 prosedur. Meski tidak terbilang tinggi, komplikasi ini akan menyebabkan beban yang sangat besar bagi pasien dan dokter.[3,4]
Komplikasi kebutaan dan stroke dapat disebabkan oleh injeksi materi filler ke dalam pembuluh darah. Karena pembuluh darah pada wajah saling berhubungan satu sama lain, materi filler yang masuk ke pembuluh darah (emboli filler) dapat bergerak menuju arteri oftalmika, arteri retina sentral, hingga arteri karotis interna. Materi filler juga dapat menyebabkan emboli pada pembuluh darah yang menyuplai area kulit tertentu, menyebabkan nekrosis jaringan kulit.[5-7]
Gambar 1. Nekrosis kulit area hidung pasca penyuntikan filler hyaluronic acid pada area hidung. (Kiri) tampilan klinis sebelum tindakan debridement. (Kanan) tampilan klinis setelah jaringan nekrotik dibuang melalui prosedur debridement.
Cara Meminimalisir Komplikasi Akibat Injeksi Dermal Filler
Untuk meminimalkan risiko dan dampak komplikasi penyuntikan filler pada wajah, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan:
- Persiapan pasien dan aspek medikolegal
- Persiapan material filler
- Prosedur injeksi filler
- Identifikasi dan manajemen komplikasi secara cepat[2,3]
Persiapan yang baik menyangkut pasien, produk filler, dan prosedur penyuntikan filler dapat menurunkan risiko terjadinya komplikasi. Apabila komplikasi telah terjadi, maka diperlukan kemampuan untuk mengidentifikasi dan melakukan penatalaksanaan komplikasi tersebut secara cepat dan tepat untuk mengurangi dampak komplikasi terhadap pasien.
Dari sisi medikolegal, praktisi yang melakukan injeksi dermal filler harus dapat membuktikan bahwa prosedur tersebut memang termasuk dalam kompetensi dan kewenangan klinisnya sebagai dokter. Hal ini menjadi penting seandainya terjadi tuntutan hukum terhadap dokter.[1,2]
Persiapan Pasien dan Aspek Medikolegal
Memilih pasien yang tepat untuk menjalani prosedur injeksi dermal filler merupakan hal yang sangat penting. Tujuannya adalah agar pasien mendapatkan manfaat yang optimal dari prosedur tersebut. Di sisi lain, pasien yang bukan merupakan kandidat yang baik dapat terhindar dari paparan risiko komplikasi. Pasien yang sebaiknya dihindari pada prosedur ini antara lain:
- Memiliki riwayat penyakit kulit yang aktif (jerawat, rosacea, dermatitis) pada area penyuntikan. Pasien-pasien ini berisiko lebih tinggi mengalami infeksi
- Memiliki riwayat herpes simpleks. herpes zoster, atau infeksi viral laten lainnya. Prosedur injeksi dermal filler dapat memicu reaktivasi infeksi virus
- Memiliki riwayat penyakit autoimun seperti systemic lupus erythematosus, rheumatoid arthritis, tiroiditis Hashimoto. Injeksi dermal filler dapat menyebabkan terjadinya reaksi hipersensitivitas atau memicu eksaserbasi kondisi autoimun tersebut
- Riwayat prosedur kosmetik sebelumnya (pembedahan dan non-pembedahan). Pada pasien yang telah menjalani prosedur sebelumnya, dapat timbul jaringan parut di bawah kulit yang menyebabkan pembuluh darah lebih terfiksasi. Kondisi ini meningkatkan risiko terjadinya injeksi materi filler ke intravaskular, sehingga prosedur injeksi harus dikerjakan dengan sangat berhati-hati
- Memiliki gangguan body dysmorphic disorder. Pasien dengan kondisi ini tidak akan puas dengan hasil penyuntikan dermal filler. Kondisi tersebut merupakan kontraindikasi untuk semua prosedur estetik[1,2]
Hal penting berikutnya adalah melakukan informed consent. Pasien perlu mendapatkan penjelasan yang baik mengenai ekspektasi dan target terapi yang realistis. Pasien juga perlu dijelaskan mengenai risiko komplikasi (termasuk risiko kebutaan dan stroke). Keluhan pasien yang paling sering dijumpai pasca prosedur injeksi dermal filler adalah tampilan pasca tindakan (edema, lebam), nyeri, dan komplikasi yang terjadi.[1,2]
Persiapan Materi Dermal Filler
Praktisi harus memiliki pemahaman yang mendalam mengenai produk filler yang akan digunakan. Materi yang ideal adalah filler yang aman (tidak bersifat teratogenik, karsinogenik, alergenik), biocompatible, tidak mudah menyebabkan infeksi, terfiksasi dengan baik ke jaringan sekitarnya, dapat mempertahankan volume dengan baik, stabil dalam suhu ruangan, dan mudah dihilangkan seandainya terjadi komplikasi.[1,3]
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemilihan produk filler antara lain ukuran partikel, derajat cross linking, konsentrasi, sifat hidrofilik, viskositas, dan resistensinya terhadap degradasi. Sifat-sifat filler tersebut akan mempengaruhi durasi bertahannya filler, kemungkinannya menyebabkan edema, dan dampak oklusi terhadap pembuluh darah seandainya terjadi penyuntikan intravaskular.[3,6]
Pada umumnya filler yang reversible dan tidak permanen seperti hyaluronic acid lebih disukai karena dapat didegradasi menggunakan enzim hyaluronidase seandainya terjadi komplikasi. Sebaliknya, silikon cair yang bersifat permanen saat ini telah dilarang untuk digunakan sebagai materi filler, karena produk ini menyebabkan banyak komplikasi ketika populer digunakan pada tahun 1940-1960.[1,2,4]
Tanggal kadaluarsa produk perlu diperhatikan sebelum dilakukan penyuntikan. Penggunaan produk filler dari produsen yang berbeda pada pasien yang sama juga harus diwaspadai karena produk-produk tersebut belum tentu cocok bila digabungkan. Materi filler berupa lemak juga harus digunakan dengan lebih hati-hati karena memiliki prognosis yang lebih buruk dibandingkan hyaluronic acid bila terjadi komplikasi kebutaan.[2–5]
Prosedur Injeksi Dermal Filler
Terdapat beberapa hal yang penting diperhatikan pada saat penyuntikan dermal filler untuk mengurangi risiko komplikasi, yaitu:
- Asepsis dan antisepsis untuk mengurangi risiko terjadinya infeksi. Pasien sebaiknya tidak menggunakan make upsebelum dan 12 jam setelah prosedur penyuntikan dermal filler
- Pengetahuan anatomis yang baik, termasuk anatomi pembuluh darah, saraf, serta pada lapisan mana struktur-struktur penting tersebut berjalan
- Pemilihan kanula atau jarum untuk prosedur penyuntikan. Laporan mengenai komplikasi akibat injeksi intravaskular ditemukan pada penggunaan jarum maupun kanula. Sebagian ahli berpendapat bahwa penggunaan kanula menurunkan kemungkinan dinding pembuluh darah tertembus, sehingga risiko penyuntikan intravaskular berkurang. Namun, sebagian ahli lainnya berpendapat bahwa pada situasi di mana pembuluh darah tertembus oleh kanula, maka besar kemungkinan kanula tetap berada di dalam pembuluh darah selama proses injeksi sehingga jumlah filleryang masuk ke intravaskular semakin banyak
- Ukuran kanula yang lebih kecil dianggap lebih tidak traumatik, sehingga risiko komplikasi semakin rendah. Namun laporan kasus mengenai kebutaan akibat penyuntikan dermal fillerterjadi pada penggunaan kanula ukuran besar dan juga kecil
- Aspirasi spuit sebelum injeksi perlu dilakukan, tetapi hal yang perlu diingat adalah tidak adanya darah pada saat aspirasi tidak menjamin 100% bahwa ujung jarum atau kanula tidak berada dalam lumen pembuluh darah
- Area penyuntikan yang rawan menyebabkan kebutaan akibat emboli adalah glabella, hidung, dahi, nasolabial fold, dan area sekitar mata
- Area penyuntikan yang rawan menyebabkan nekrosis kulit akibat injeksi intravaskular adalah glabella, tip hidung, dan bibir
- Penyuntikan dermal fillersecara cepat dan jumlah volume yang besar lebih berisiko menyebabkan komplikasi intravascular.[2–6]
Identifikasi dan Manajemen Komplikasi
Observasi saat dan pasca tindakan penyuntikan dermal filler perlu dilakukan secara teliti untuk mendeteksi adanya komplikasi dengan segera. Bila muncul tanda dan gejala komplikasi, maka tindakan penyuntikan dermal filler harus segera dihentikan dan dilakukan penatalaksanaan yang sesuai.[1,2,5]
Komplikasi Ringan
Pembengkakan, hematoma, dan eritema dapat terjadi segera setelah injeksi, dan biasanya hilang spontan. Bila eritema bertahan berhari-hari maka kemungkinan terjadi reaksi alergi. Kompres dingin dan memberikan tekanan dapat membantu untuk menghilangkan gejala. Krim vitamin K juga efektif dalam resolusi pembengkakan dan eritema.[1,2]
Reaksi Alergi:
Keluhan gatal, kemerahan atau urtika yang muncul dengan cepat, merupakan gejala hipersensitivitas / alergi. Pemeriksaan tanda-tanda vital harus dilakukan untuk memastikan bahwa pasien tidak mengalami syok anafilaksis. Setelah kegawatdaruratan teratasi, pengobatan untuk reaksi alergi dapat diberikan kepada pasien.[1,2]
Infeksi:
Gejala dan tanda infeksi pada umumnya mudah dikenali. Apabila dicurigai terjadi komplikasi berupa infeksi, maka dapat diberikan terapi antibiotik empiris. Apabila terdapat abses, harus dilakukan tindakan insisi drainase untuk evakuasi pus. Hyaluronidase juga dapat diberikan pada kasus infeksi kronik karena kemungkinan adanya biofilm yang terbentuk pada materi filler.[1,2]
Komplikasi Intravaskular:
Komplikasi intravaskular pada umumnya (namun tidak selalu) disertai dengan keluhan nyeri pada area yang mengalami iskemia akibat obstruksi emboli filler. Keluhan nyeri ini dapat timbul di area kulit atau mata. Iskemia dan nekrosis kulit ditandai juga dengan perubahan warna kulit, sedangkan iskemia pada mata disertai dengan penurunan visus.
Bila terjadi komplikasi intravaskular pada arteri oftalmika atau arteri retina sentral, maka obstruksi harus diatasi dalam waktu 60-90 menit sebelum terjadi kerusakan penglihatan yang ireversibel. Pasien sebaiknya ditangani dengan segera oleh dokter spesialis mata. Apabila materi filler yang disuntikan adalah hyaluronic acid, dokter spesialis mata dapat melakukan injeksi hyaluronidase ke regio retrobulbar.[2–5]
Kesimpulan
Meningkatnya prosedur injeksi dermal filler diikuti juga dengan peningkatan angka kejadian komplikasi. Komplikasi injeksi dermal filler adalah reaksi alergi, infeksi, nodul, bahkan injeksi intravaskular yang dapat menyebabkan nekrosis kulit, bahkan kebutaan dan stroke.
Upaya meminimalkan risiko komplikasi dicapai dengan mengenali komplikasi yang mungkin terjadi, melakukan prosedur sesuai dengan kompetensi, dan persiapan serta perencanaan prosedur yang baik. Persiapan prosedur termasuk persiapan pasien termasuk pengisian informed consent, dan persiapan materi filler. Teknik penyuntikan yang baik dan pengetahuan anatomi yang mendetail merupakan aspek yang sangat krusial untuk mengurangi risiko komplikasi. Hal terakhir yang tidak kalah penting adalah mengidentifikasi dan menangani komplikasi secara cepat dan tepat.
Direvisi oleh: dr. Bedry Qintha