Penggunanan Sistem Insulin Otomatis pada Diabetes Mellitus Tipe 2 – Telaah Jurnal Alomedika

Oleh :
dr.Eduward Thendiono, SpPD,Finasim,IDF-Fellow

Automated Insulin Delivery in Adults With Type 2 Diabetes

Pasquel FJ, et al. JAMA Network Open. 2025. 8(2):e2459348. doi: 10.1001 /jamanetworkopen.2024.59348

studilayak

Abstrak

Latar Belakang: Dibutuhkan opsi tambahan untuk pemberian insulin pada pasien diabetes mellitus tipe 2 yang sedang menjalani terapi insulin. Mengingat keterbatasan data tentang sistem pemberian insulin otomatis (automatic insulin delivery/AID) pada diabetes mellitus tipe 2, studi yang mengevaluasi efikasi dan keamanan AID pada populasi pasien ini menjadi penting.

Tujuan: Mengevaluasi hubungan antara AID dengan kadar hemoglobin A1C (HbA1c) pada kohort pasien diabetes mellitus tipe 2 yang variatif.

Metode: Uji klinis prospektif lengan tunggal ini dilaksanakan pada 21 pusat diabetes di Amerika Serikat, pada individu diabetes mellitus tipe 2 dalam rentang usia 18-75 tahun yang telah menggunakan insulin minimal selama 3 bulan sebelum penyaringan partisipan studi dilakukan. Partisipan yang telah menggunakan AID sebelumnya dieksklusi.

Uji klinis dimulai dengan fase terapi standar selama 14 hari, kemudian dilanjutkan dengan terapi menggunakan alat yang diinvestigasi (AID) selama 13 bulan. Partisipan pertama didaftarkan pada 11 april 2023, sedangkan kunjungan pemantauan partisipan terakhir dilakukan pada 29 februari 2024.

Setelah menjalani fase terapi standar selama 14 hari, sistem AID Omnipod5 diterapkan bagi seluruh partisipan untuk 13 minggu berikutnya. Luaran primer adalah perubahan pada kadar HbA1c pada minggu ke-13, diuji secara berurutan untuk noninferioritas (margin 0,3%) dan superioritas (dibandingkan dengan kondisi awal).

Hasil: Di antara 305 partisipan, sebanyak 289 atau 95% partisipan menyelesaikan uji klinis. Pada kondisi awal, sebanyak 223 (73%) memakai metode suntikan insulin beberapa kali dalam sehari (basal bolus), 63 (21%) menggunakan insulin basal saja tanpa bolus, 17 (6%) menggunakan pompa insulin, 188 (62%) menggunakan pemantauan glukosa kontinu, 168 (55%) menggunakan agonis reseptor glucagon-like peptide-1 (GLP-1RA), dan 134 (44%) menggunakan sodium-glucose transport protein 2 inhibitor (SGLT2-i).

Setelah 13 minggu penerapan sistem AID, kadar HbA1c berkurang signifikan dari kondisi awal; dari mean (SD) 8,2% menjadi 7,4%. Peningkatan tersebut konsisten pada berbagai subgrup (usia, jenis kelamin, ras, etnis, maupun jenis asuransi yang digunakan), dengan atau tanpa penggunaan GLP-1RA atau SGLT2-I, dan tidak dipengaruhi oleh regimen insulin mealtime sebelum uji klinis.

Time in target glucose range (70-180 mg/dL) mengalami peningkatan; dari mean (SD) 45% ke 66% dengan mean difference 20. Persentase waktu dalam rentang hipoglikemia (<54 mg/dL, dan <70 mg/dL) tampak noninferior dengan terapi standar. Dilaporkan satu episode hipoglikemia berat, tetapi tidak ditemukan kejadian diabetik ketoasidosis atau hyperosmolar hyperglycemic syndrome.

Kesimpulan: Pada uji klinis klinis non-acak ini, kadar HbA1c konsisten lebih rendah pada berbagai kelompok kohort pasien dewasa dengan diabetes mellitus tipe 2 setelah menggunakan sistem AID, hal ini mengindikasikan bahwa AID bermanfaat dan dapat menjadi opsi aman bagi pasien-pasien diabetes mellitus tipe 2 yang menggunakan insulin.

Penggunanan Sistem Insulin Otomatis Pada Diabetes Mellitus Tipe 2

Ulasan Alomedika  

Meskipun penggunaan GLP-1RA dan SGLT2i sudah dilakukan, masih banyak kadar HbA1c pasien diabetes mellitus tipe 2 yang belum memenuhi target dari pedoman American Diabetes Association. Pada kondisi seperti ini, pemberian insulin menjadi opsi tambahan.

Pada umumnya pemberian insulin dilakukan dengan regimen basal, basal plus, dan basal bolus yang memerlukan beberapa kali suntikan dalam sehari. Metode pemberian tersebut sering tidak nyaman bagi pasien dan berimbas pada ketidakpatuhan penggunaan insulin. Oleh sebab itu, dibutuhkan metode pemberian insulin yang dapat membantu mengatasi keterbatasan tersebut.

Sistem pemberian insulin otomatis (automatic insulin delivery/AID) telah terbukti bermanfaat pada diabetes mellitus tipe 1. Namun, data yang ada masih sangat terbatas mengenai penerapan metode tersebut pada pasien diabetes mellitus tipe 2.

Ulasan Metode Penelitian

Protokol penelitian ini telah mendapat ijin etika medis institusional maupun investigational device exemption dari FDA. Penelitian ini menerapkan metode uji klinis prospektif lengan tunggal multisenter.

Partisipan:

Partisipan yang direkrut ialah pasien dewasa (18-75 tahun) dengan diabetes mellitus tipe 2, telah mendapat terapi insulin setidaknya 3 bulan terakhir, dengan atau tanpa obat penurun hiperglikemia lainnya seperti GLP1-RA dan SGLT2i (tanpa penyesuaian dosis setidaknya dalam 4 minggu sebelum uji klinis dimulai). Adapun sistem continuous glucose monitoring (CGM) yang digunakan menggunakan tipe Dexcom G6.

Intervensi:

Pada fase terapi standar 14 hari, investigator memeriksa dosis insulin mealtime dan memberikan instruksi penghitungan karbohidrat atau menggunakan teknik simplified mealtime bolus. Setelah fase tersebut, partisipan akan mendapatkan AID Omnipod5 yang terintegrasi dengan CGM. Semua terapi standar non-insulin pasien tetap diteruskan pada fase ini.

Model algoritma kontrol prediktif pada AID tersebut sama dengan model algoritma yang diterapkan pada pasien diabetes mellitus tipe 1. Model tersebut akan memberikan dynamic insulin microboluses setiap 5 menit atau menghentikan pemberian insulin menurut kadar glukosa dari pemantauan CGM.

Luaran yang Diukur:

Luaran primer studi ialah perubahan kadar HbA1c pada minggu ke-13 yang dibandingkan dengan kondisi awal penelitian, diuji secara berurutan untuk noninferioritas dan superioritas. Luaran sekunder glikemik (diuji menurut sistem hirarki sehubungan dengan aspek type 1 error) meliputi perubahan sejak dari baseline pada mean sensor glukosa, type 2 Diabetes Distress Assessment System (T2-DDAS), kualitas tidur, dan hipoglikemia.

Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengantisipasi nilai HbA1c yang tidak lengkap baik untuk luaran noninferioritas maupun superioritas. Analisis luaran primer, sekunder dan analisis eksplorasi menerapkan paired t test. Jika distribusi data tidak normal, pengujian menerapkan robust regression dengan Huber weight function atau tes nonparametrik.  Semua analisis statistik menggunakan perangkat lunak SAS versi 9,4 (SAS Institute).

Ulasan Hasil Penelitian

Luaran primer menunjukkan adanya reduksi substansial pada kadar HbA1c setelah menggunakan AID jika dibandingkan dengan baseline, dengan penurunan 2,1 poin persentase. Konsistensi reduksi HbA1c ini serupa pada berbagai subkelompok pasien diabetes mellitus tipe 2 berdasarkan usia, jenis kelamin, ras, etnis, maupun jenis asuransi yang digunakan, dengan atau tanpa penggunaan GLP-1RA atau SGLT2-I, dan tidak dipengaruhi oleh regimen insulin mealtime sebelum uji klinis.

Hasil serupa tampak pula pada pengujian luaran sekunder khususnya dengan peningkatan 20 poin persentase pada TIR (daytime maupun nighttime). Hasil ini berbeda dengan pencapaian TIR yang lebih baik di nighttime pada data uji klinis pasien diabetes mellitus tipe 1.

Adapun pencapaian kontrol glikemik tersebut tidak disertai dengan peningkatan kejadian hipoglikemia yang bermakna, meski dilaporkan ada satu kejadian episode hipoglikemia berat. Selain itu, tidak ditemukan kejadian diabetik ketoasidosis atau hyperosmolar hyperglycemic syndrome selama penggunaan AID.

Kelebihan Studi

Studi ini mengevaluasi teknologi AID pada pasien diabetes mellitus tipe 2, yang mana populasi ini relatif masih jarang diteliti dengan AID padahal kebutuhan terapinya besar. Selain itu, meski metode penelitian menerapkan lengan tunggal tanpa grup kontrol, studi ini menerapkan analisis sensitivitas terhadap luarannya untuk mengantisipasi kemungkinan bias dari segi tersebut.

Perekrutan partisipan pada uji klinis ini juga dilakukan dalam rentang populasi dengan latar belakang demografis dan klinis yang bervariasi, mencakup partisipan yang sudah menggunakan metode insulin konvensional dan obat antihiperglikemia generasi baru. Hal ini dapat merepresentasikan populasi pasien diabetes mellitus tipe 2 yang beragam, sesuai dengan kondisi di lapangan.

Limitasi Penelitian

Desain uji klinis ini non-randomized dan single-arm, sehingga tidak ada kelompok kontrol paralel. Hal ini membuat sulit menyingkirkan kemungkinan bias, misalnya efek Hawthorne (perbaikan karena perhatian ekstra dalam studi, bukan semata-mata akibat AID).

Selain itu, durasi pemantauan relatif singkat (hanya 13 minggu), sehingga efek jangka panjang pada kontrol glikemik, kepatuhan, maupun keamanan belum jelas. Keterbatasan lain adalah partisipan harus sudah menggunakan insulin sebelumnya, sehingga temuan mungkin tidak dapat digeneralisasikan ke semua pasien diabetes mellitus tipe 2.

Aplikasi Hasil Penelitian Di Indonesia

Studi ini menunjukkan bahwa penggunaan AID dapat secara signifikan menurunkan HbA1c dan meningkatkan time-in-range pada pasien diabetes mellitus tipe 2 pengguna insulin, tanpa menambah risiko hipoglikemia serius. Secara klinis, ini berarti AID bisa menjadi pilihan terapi yang lebih efektif dibanding regimen insulin standar, terutama bagi pasien yang sulit mencapai kontrol glikemik.

Dalam praktik, dokter dapat mempertimbangkan AID sebagai alternatif metode pemberian insulin bagi pasien diabetes mellitus tipe 2 ketika nantinya teknologi ini sudah tersedia di Indonesia. Meski demikian, jangan lupa untuk melakukan pertimbangan terkait biaya dan cakupan asuransi dari sistem AID dan CGM.

Referensi