Oxytocin profilaksis sudah sering digunakan secara intramuskular untuk mencegah perdarahan post partum. Namun, berdasarkan beberapa studi yang telah dipublikasikan, terdapat indikasi bahwa pemberian oxytocin secara intravena lebih baik.
Perdarahan post partum merupakan kondisi kehilangan darah sebanyak 500 ml atau lebih, dalam waktu 24 jam setelah persalinan. Perdarahan post partum merupakan salah satu penyebab utama kematian ibu di dunia. Setiap tahun, didapatkan 14 juta kasus perdarahan post partum. Pemberian uterotonika profilaksis, seperti oxytocin, adalah salah satu cara untuk menurunkan angka kejadian perdarahan post partum.[1-3]
Peran Oxytocin dalam Persalinan Kala Tiga
Oxytocin merupakan hormon yang disekresikan kelenjar pituitari posterior. Hormon oxytocin akan menstimulasi kontraksi miometrium dengan meningkatkan konsentrasi kalsium intraseluler.
Oxytocin eksogen dapat diberikan secara intramuskular atau intravena. Penggunaan oxytocin dinilai dapat menurunkan risiko perdarahan post partum akibat atonia uteri. WHO merekomendasikan penggunaan oxytocin dengan dosis 10 IU secara intramuskular atau intravena untuk mencegah perdarahan post partum pada semua persalinan.[4-6]
Efikasi Oxytocin dalam Pencegahan Perdarahan Post partum
Penggunaan oxytocin pada persalinan kala tiga sudah rutin dilakukan. Oxytocin biasanya diberikan dengan dosis 10 IU secara intramuskular atau intravena. Oxytocin diberikan 1 menit setelah bayi lahir.[4]
Sebuah studi yang dilakukan oleh Kuzume, et al. tahun 2017 menilai apakah penggunaan rutin oxytocin profilaksis dapat menurunkan kehilangan darah dan insidensi perdarahan post partum.[4]
Studi ini menemukan bahwa wanita pada kelompok oxytocin mengalami kehilangan darah yang lebih kecil dibandingkan dengan kontrol. Volume kehilangan darah pada kelompok oxytocin lebih kecil 20% dan insidensi perdarahan post partum >1000 mL berkurang dari 14% menjadi 6,1%. Tidak ditemukan efek samping bermakna dari penggunaan oxytocin pada studi ini.[4]
Studi lain yang juga meneliti tentang efikasi oxytocin profilaksis pada berbagai dosis untuk mencegah perdarahan post partum dan efek samping maternal, menemukan bahwa profilaksis oxytocin menurunkan risiko perdarahan post partum secara signifikan (RR 0,53) dan menurunkan kebutuhan uterotonik terapeutik (RR 0,56) jika dibandingkan dengan plasebo. Pada studi ini didapatkan pula bahwa oxytocin lebih efektif menurunkan kehilangan darah dibandingkan dengan ergot alkaloid.[2]
Hasil di atas juga didukung sebuah cluster randomized trial yang menilai efikasi, keamanan, dan kemungkinan perdarahan post partum setelah pemberian oxytocin profilaksis. Pada studi ini, didapatkan perdarahan post partum pada grup oxytocin sebesar 2,6%, versus 5,5% pada grup kontrol. Studi ini menyimpulkan bahwa injeksi oxytocin 10 IU secara signifikan menurunkan risiko perdarahan post partum hingga 51%.[7]
Pemberian Oxytocin Intramuskular vs Intravena
Sebuah studi yang diterbitkan pada 2018 di BMJ, mencoba membandingkan efikasi pemberian oxytocin secara intramuskular dan intravena dalam mencegah perdarahan post partum. Studi ini menemukan bahwa pemberian oxytocin secara intravena dapat menurunkan risiko perdarahan post partum berat dan kebutuhan transfusi darah lebih baik dibandingkan rute intramuskular.[8]
Hal ini didukung dengan tidak adanya perbedaan efek samping yang bermakna antara kedua rute pemberian. Studi ini mengindikasikan bahwa pemberian secara intravena lebih baik dibandingkan intramuskular.[8]
Hasil tersebut didukung oleh studi yang lebih baru yang dipublikasikan pada awal 2019. Uji klinis ini membandingkan efikasi oxytocin 10 IU yang diberikan secara intramuskular, infus intravena, dan bolus intravena untuk mencegah perdarahan post partum. Studi ini menemukan bahwa pemberian secara intravena lebih baik daripada intramuskular. Bolus intravena dianggap tidak memiliki masalah terkait keamanan dan direkomendasikan untuk mencegah perdarahan post partum.[9]
Meta-analisis tahun 2020 dari Cochrane mengkaji beberapa uji klinis yang membandingkan pemakaian oxytocin intravena dengan oxytocin intramuskular, dan mengonfirmasi keunggulan pemakaian secara intravena.[10]
Dari meta-analisis didapatkan bahwa pemberian oxytocin intravena menurunkan risiko terjadinya perdarahan post partum, baik ≥500 mL maupun ≥1000 mL, menurunkan kebutuhan transfusi dan morbiditas maternal cenderung menurun. Efek samping ditemukan hampir serupa antara kedua cara penggunaan.[10]
Kesimpulan
Perdarahan post partum merupakan kondisi kehilangan darah ≥500 mL dalam 24 jam setelah persalinan. Perdarahan post partum merupakan salah satu penyebab utama kematian maternal.
Oxytocin dengan dosis 10 IU secara intramuskular telah sering digunakan dan terbukti secara ilmiah efektif dalam mencegah perdarahan post partum. Namun, studi-studi terbaru melaporkan bahwa pemberian secara intravena lebih unggul dalam mencegah perdarahan post partum berat dan menurunkan kebutuhan transfusi.
Berdasarkan bukti-bukti klinis yang ada, pedoman yang digunakan oleh rumah sakit sebaiknya diperbaharui, dengan merekomendasikan pemakaian oxytocin intravena dibanding intramuskular.
Direvisi oleh: dr. Livia Saputra