Okronosis eksogen merupakan kelainan kulit yang sering disebabkan oleh penggunaan krim mengandung merkuri. Di Indonesia sendiri, banyak krim dengan kandungan merkuri beredar secara ilegal di pasaran. Krim ini bisa dengan mudah didapatkan masyarakat karena dijual secara bebas tanpa mendapat izin dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Pada banyak kasus, krim merkuri dipasarkan sebagai krim pemutih. Krim pemutih sendiri sangat tinggi penggunaannya di Asia dan Afrika karena standar kecantikan masyarakat yang menyukai kulit berwarna lebih terang. Standar kecantikan ini juga yang menyebabkan merkuri sering disalahgunakan padahal telah diketahui memiliki banyak efek buruk.[1-3]
Merkuri merupakan polutan global yang dapat menghambat produksi melanin pada kulit, sehingga kerap digunakan sebagai krim pencerah kulit. Meski demikian, merkuri yang diserap melalui kulit dapat menyebabkan keracunan merkuri. Paparan merkuri berhubungan dengan toksisitas ginjal, kelainan neurologis, ruam kulit, dan kelainan janin.[3]
Merkuri sebagai Penyebab Okronosis Eksogen
Okronosis eksogen merupakan penyakit kulit yang ditandai oleh pigmentasi hitam kebiruan. Okronosis eksogen merupakan komplikasi dari aplikasi jangka panjang agen pemutih seperti hidrokuinon atau merkuri. Pada praktiknya, lesi okronosis eksogen sering disalahartikan sebagai diskromia lain, seperti melanosis Riehl’s, melasma, dan hiperpigmentasi pasca inflamasi.[4]
Risiko Penggunaan Merkuri dan Logam Berat Lainnya
Logam berat, seperti merkuri, sering disalahgunakan dalam produk kosmetik meski telah diketahui membawa risiko kesehatan bermakna. Secara umum, penggunaan logam berat akan meningkatkan risiko kanker dan juga toksisitas akibat logam berat. Logam berat dapat mengganggu sintesis protein dan sinyal seluler sehingga menghambat perbaikan DNA, metilasi DNA, pengaturan siklus sel, dan apoptosis.
Merkuri merupakan logam berat yang memiliki sifat racun dan dapat terakumulasi secara biologis. Metil merkuri bersifat sebagai zat neurotoksik yang menyebabkan kerusakan mitokondria, peroksidasi lipid, dan kerusakan mikrotubulus.
Paparan merkuri dalam konsentrasi tinggi dapat menghilangkan selenium seluler yang mana dibutuhkan dalam biosintesis tioredoksin reduktase yang digunakan untuk mencegah dan membalikkan oksidasi. Jika penghambatan biosintesis semakin parah, dapat terjadi disfungsi sel otak yang mengakibatkan kematian. Selain itu, merkuri juga mengganggu homeostasis kalsium intraseluler dan potensial membran.[5]
Kaitan Merkuri dan Okronosis Eksogen
Merkuri memiliki sifat toksik terhadap melanosit dan bersifat anti-melanogenik. Berdasarkan analisis kinetik, merkuri klorida (HgCl2) menghambat aktivitas tirosinase secara ireversibel. Percobaan molekuler menunjukkan bahwa HgCl2 mengikat residu histidin yang terlibat dalam proses katalitik tirosinase, sehingga mengganggu pigmentasi kulit. Penggunaan merkuri topikal dalam jangka panjang dapat menyebabkan perubahan warna kulit akibat akumulasi merkuri di dalam dermis.[6]
Okronosis eksogen terjadi utamanya akibat aplikasi produk pemutih, termasuk yang mengandung merkuri. Meskipun patofisiologi pastinya belum diketahui, diduga bahwa merkuri dapat menyebabkan akumulasi homogentisic acid (HGA) yang terpolimerasi dalam jaringan kolagen di dermis. Akumulasi ini secara klinis tampak sebagai makula biru-hitam atau papula kecil di area yang sering terpapar kosmetik, seperti pipi, dahi, dan leher.
Selain itu, diduga pula bahwa penghambatan lokal oksidase HGA juga dapat menyebabkan akumulasi HGA dan aktivasi pigmen okronotik oleh sinar matahari. Studi pada pasien vitiligo menunjukkan bahwa area bebas melanosit tidak mengalami hiperpigmentasi, sehingga memperkuat dugaan peran melanosit dalam okronosis eksogen.[7,8]
Tampilan Klinis Okronosis Eksogen akibat Merkuri
Tampilan klinis okronosis eksogen akibat merkuri tidak berbeda jauh dengan okronosis eksogen akibat zat lain, dan tidak jauh berbeda dengan okronosis endogen. Tampilan klinis pada pemeriksaan fisik mencakup kontur kulit yang kasar, pigmentasi makula berbintik, dan terdapat area kulit normal di sela-selanya. Pada anamnesis, akan didapatkan riwayat penggunaan krim pemutih yang mengandung merkuri.
Pada dermoskopi, didapatkan penyumbatan pada lubang ekrin atau folikel dengan pigmen gelap pekat dan endapan pigmen yang terlihat seperti kaviar. Pada dermoskopi juga dapat terlihat titik-titik biru keabuan dan hitam, serta struktur melingkar dan melengkung berwarna kemerahan hingga coklat tua. Telangiektasia dan gambaran depigmentasi seperti konfeti juga bisa tampak tetapi tidak terjadi di semua kasus.[9,10]
Stadium Klinis Okronosis Eksogen
Menurut sistem klasifikasi Dogliotti, stadium klinis terbagi menjadi 3, yaitu:
- Stadium 1: eritema dan hiperpigmentasi ringan.
- Stadium 2: terdapat hiperpigmentasi progresif, milium koloid berpigmen, lesi mirip kaviar, dan atrofi yang jarang.
- Stadium 3: terdapat lesi papulonodular atau lesi mirip sarkoid.
Pada klasifikasi Dogliotti berdasarkan histopatologi, stadium 1 dan 2 digabungkan dengan adanya temuan meliputi perubahan epidermis dan penyumbatan pigmen okronotik pada dermis. Histopatologi stadium 3 terdapat pigmen okronotik dengan granuloma mirip sarkoid.[9]
Menurut sistem klasifikasi Phillips, stadium klinis dibagi menjadi:
- Stadium ringan: adanya kulit yang kasar dan gelap
- Stadium sedang: ditandai dengan adanya papula hitam besar dengan kulit normal di antaranya.
- Stadium berat: ditandai dengan lesi yang lebih besar dan menyatu dengan papula yang mirip kaviar berwarna relatif gelap.
Pada sistem klasifikasi Phillips secara histopatologi dibagi menjadi 4 tingkat berdasarkan perubahan fibril kolagen. Tingkat 1 yaitu adanya perubahan basofilik pada fibril kolagen. Tingkat 2 adanya peningkatan diameter dan basofilia serat kolagen. Tingkat 3 terdapat pigmen okronotik kuning-coklat pada fibril kolagen. Tingkat 4 adanya pelarutan kolagen dengan bahan milier eosinofilik.[9]
Membedakan Okronosis Eksogen dari Diagnosis Banding Lain
Okronosis pada tahap yang masih dini sering sulit dibedakan dengan melasma karena hanya ditemukan eritema, hiperpigmentasi ringan, atau gejala yang tidak spesifik seperti tekstur kulit yang kasar. Pada tahap ini, pemeriksaan dermoskopi dapat membantu menyingkirkan diagnosis banding.[9]
Dermoskopi juga direkomendasikan untuk memandu lokasi biopsi. Biopsi merupakan baku emas untuk diagnosis okronosis eksogen. Temuan patognomonik dari biopsi yaitu adanya badan berwarna merah seperti tanah liat atau kuning, dalam berbagai bentuk dan ukuran, di dermis papiler. Temuan histologi non-spesifik lainnya yaitu adanya akantosis, atrofi epidermis, elastosis solar, infiltrat limfosit perivaskular, dan adanya telangiektasia.[10]
Pengobatan Okronosis Eksogen akibat Merkuri
Pada kondisi okronosis eksogen akibat krim merkuri, apabila krim teridentifikasi, segera sarankan pasien untuk berhenti memakai krim tersebut. Selanjutnya, pendekatan terapi dapat berupa agen depigmentasi, kortikosteroid topikal, dermabrasi, dan laser. Pengobatan okronosis umumnya membutuhkan waktu yang lama, dengan hasil yang seringkali tidak memuaskan ekspektasi pasien dan sangat tergantung pada tingkat keparahan okronosis.[11]
Tretinoin efektif pada beberapa kasus, namun dapat membuat hiperpigmentasi transien pada beberapa pasien. Penggunaan laser, seperti CO2 dan Nd: YAG, telah menunjukkan hasil yang memuaskan pada banyak literatur, serta dapat dikombinasikan dengan krim steroid seperti betamethasone.[11-13]
Sementara itu, penggunaan trichloroacetic acid (TAA) sebagai terapi tunggal telah dilaporkan tidak efektif dalam pengobatan okronosis. Namun penggunaan TAA 20% dapat dipertimbangkan sebagai terapi adjuvan.
Di sisi lain, dermabrasi merupakan teknik yang digunakan untuk menghilangkan lapisan superfisial pada kulit, dengan tujuan menginisiasi re-epitelisasi dan penyembuhan. Pada kasus okronosis eksogen, dermabrasi dapat dipertimbangkan meskipun basis bukti yang mendukung efikasinya masih minim.[11,12]
Kesimpulan
Merkuri dapat menyebabkan okronosis eksogen, yang ditandai dengan pigmentasi biru-kehitaman pada kulit. Okronosis eksogen perlu dicurigai pada pasien yang memiliki riwayat menggunakan krim kulit yang mengandung merkuri dan mengeluhkan lesi hiperpigmentasi pada lokasi yang terkena krim tersebut.
Pada dermoskopi, akan didapatkan penyumbatan pada lubang ekrin atau folikel dengan pigmen gelap pekat dan endapan pigmen yang terlihat seperti kaviar. Sementara itu, biopsi kulit akan menemukan badan berwarna merah seperti tanah liat atau kuning, dalam bermacam bentuk dan ukuran, pada dermis papiler.
Terapi okronosis eksogen terkait paparan merkuri cukup sulit karena jarang menghasilkan luaran yang sesuai dengan ekspektasi pasien. Terapi juga akan memakan waktu lama dan cenderung mahal. Pilihan terapi mencakup penggunaan tretinoin, dermabrasi, dan juga laser.
Krim kulit dan kosmetik bermerkuri dilarang peredarannya di Indonesia oleh BPOM. Oleh sebab itu, dokter harus melaporkan produk-produk bermerkuri yang mereka temukan dan juga mengedukasi pasien tentang cara memilih produk pemutih yang aman untuk mencegah terjadinya okronosis eksogen.