Skor CHA2DS2-VASc dan HAS-BLED digunakan untuk stratifikasi risiko kejadian tromboemboli seperti stroke, dan perdarahan pada pasien dengan atrial fibrilasi. Atrial fibrilasi merupakan salah satu aritmia yang paling sering ditemukan di praktik dan berpotensi menimbulkan berbagai komplikasi. Komplikasi atrial fibrilasi yang paling umum dan dapat menimbulkan morbiditas bermakna adalah stroke tromboemboli. Untuk mengurangi risiko stroke, antikoagulan memegang peranan penting dalam manajemen atrial fibrilasi. Meski demikian, penggunaan antikoagulan juga membawa risiko efek samping berupa perdarahan.[1,2]
Pentingnya Melakukan Stratifikasi Risiko Pada Kasus Atrial Fibrilasi
Atrial fibrilasi secara signifikan meningkatkan risiko stroke. Oleh karena itu, pencegahan stroke merupakan komponen penting dalam manajemen atrial fibrilasi. Risiko stroke akan bervariasi, tergantung pada adanya berbagai faktor risiko klinis masing-masing pasien. Di sinilah peran stratifikasi risiko menjadi krusial, yaitu untuk mengidentifikasi pasien mana yang benar-benar memerlukan pencegahan stroke, memenuhi syarat untuk mendapat terapi antikoagulan oral, serta bagaimana perbandingan manfaat konsumsi antikoagulan dengan risiko perdarahan.
Pedoman pengelolaan atrial fibrilasi telah menggunakan dan mengadaptasi berbagai skor stratifikasi risiko stroke dan perdarahan. Saat ini, pedoman yang ada menganjurkan penggunaan skor stratifikasi risiko CHA2DS2-VASc dan HAS-BLED. Skor tersebut bermanfaat untuk menilai risiko stroke pada pasien atrial fibrilasi, mengidentifikasi pasien yang tidak memerlukan terapi antitrombotik, serta mengevaluasi risiko perdarahan jika antikoagulan diberikan.[2-4]
Penilaian Risiko Stroke pada Pasien Atrial Fibrilasi dengan CHA2DS2-VASc
Di antara banyak faktor lain yang meningkatkan risiko stroke, atrial fibrilasi merupakan faktor risiko independen untuk terjadinya stroke tromboemboli. Bukti ilmiah yang ada menunjukkan bahwa risiko stroke akan meningkat 5 kali lipat pada pasien dengan atrial fibrilasi.
Berbagai bukti ilmiah yang tersedia telah mengidentifikasi faktor-faktor prediktor kuat terkait kejadian stroke pada pasien dengan atrial fibrilasi. Faktor-faktor risiko yang telah tervalidasi ini kemudian digunakan untuk merumuskan skema stratifikasi risiko stroke. Skor CHA2DS2-VASc adalah yang paling umum digunakan.[2,5]
Tabel 1. Skor CHA2DS2-VASc
Komponen | Skor |
Gagal jantung kongestif atau disfungsi ventrikel kiri | 1 |
Hipertensi | 1 |
Usia 75 tahun ke atas | 2 |
Diabetes mellitus | 1 |
Stroke atau transient ischemic attack | 2 |
Penyakit vaskular (riwayat infark miokard dan penyakit arteri perifer | 1 |
Usia 65 hingga 74 tahun | 1 |
Jenis kelamin wanita | 1 |
Sumber: Lane et al, 2020.[4]
C: Congestive Heart Failure (Gagal Jantung Kongestif)
Gagal jantung kongestif yang mewakili 'C' dalam skor CHA2DS2VASc merupakan kondisi yang bisa menyebabkan dan disebabkan oleh atrial fibrilasi. Gagal jantung kongestif telah dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas bermakna. Skor ini didefinisikan sebagai adanya gagal jantung klinis atau bukti objektif disfungsi ventrikel kiri, atau kardiomiopati hipertrofik.
Dalam sistem penilaian terdahulu, seperti CHADS2, gagal jantung hanya mengacu pada gagal jantung dekompensasi yang terjadi baru-baru ini, tetapi ada ketidakpastian apakah gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri > 50% atau <40%, serta disfungsi sistolik atau diastolik asimtomatik, dimasukkan dalam poin ini. Kemudian, terdapat beberapa bukti ilmiah yang menunjukkan bahwa fraksi ejeksi dan ada-tidaknya disfungsi sistolik-diastolik tidak mempengaruhi risiko kejadian emboli.[4,6,7]
H: Hipertensi
Poin ini didefinisikan sebagai adanya riwayat hipertensi atau menjalani terapi antihipertensi. Hipertensi dapat mengakibatkan perubahan vaskular dan merupakan predisposisi terjadinya stroke. Tekanan darah yang terkontrol telah dikaitkan dengan rendahnya risiko stroke iskemik, risiko kardiovaskular lain, dan mortalitas.[1,8]
A: Age
Poin ini didefinisikan sebagai usia 75 tahun ke atas. Usia adalah pendorong kuat risiko stroke. Studi yang ada menunjukkan bahwa risiko stroke meningkat pada populasi usia 65 tahun ke atas. Pada sistem skor CHA2DS2VASc, 1 poin diberikan untuk usia 65-74 tahun dan 2 poin untuk usia ≥75 tahun.[1,9]
D: Diabetes Mellitus
Poin ini didefinisikan sebagai riwayat diterapi dengan obat hipoglikemia oral atau insulin, atau gula darah puasa >125 mg/dl. Diabetes mellitus merupakan faktor risiko stroke, dimana semakin lama durasi diabetes mellitus akan semakin tinggi pula risiko kejadian tromboemboli.[10]
S: Stroke
Poin ini didefinisikan sebagai riwayat stroke, transient ischemic attack (TIA), atau kejadian tromboemboli sebelumnya. Stroke atau TIA sebelumnya mungkin merupakan faktor risiko independen terkuat untuk kejadian stroke pada pasien dengan atrial fibrilasi. Penelitian telah menunjukkan bahwa risiko stroke meningkat 2,5 kali lipat pada pasien yang memiliki riwayat stroke atau TIA sebelumnya.[11,12]
V: Vascular Disease
Komponen ini unik untuk sistem penilaian CHA2DS2-VASc dan tidak ada dalam skor risiko stroke lain. Poin ini mengacu pada penyakit vaskular aterosklerotik, seperti infark miokard sebelumnya, plak aorta kompleks (tebal > 4mm atau adanya debris seluler), dan penyakit arteri perifer. Penyakit vaskular adalah prediktor kuat terjadinya stroke pada pasien atrial fibrilasi dan meningkatkan kemampuan prediksi skor CHADS2.[12,13]
Sc: Sex Category
Wanita memiliki risiko stroke seumur hidup yang lebih tinggi daripada pria, baik dengan ataupun tanpa adanya atrial fibrilasi. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa jenis kelamin perempuan merupakan faktor risiko independen yang kuat.[14-16]
Validasi Skor CHA2DS2-VASc
Skor CHA2DS2-VASc sudah divalidasi pada berbagai studi kohort dan menunjukkan hasil yang lebih baik untuk mengidentifikasi pasien atrial fibrilasi yang benar-benar berisiko rendah, tetapi juga sebaik atau mungkin lebih baik dari skor CHADS2 untuk mengidentifikasi pasien atrial fibrilasi yang akan mengalami stroke. Skor CHA2DS2-VASc juga memperbaiki penaksiran risiko pada atrial fibrilasi risiko rendah pasca ablasi.[1,9]
Selain skor CHA2DS2-VASc, terdapat skor klinis yang lebih kompleks yang juga memperhitungkan biomarker seperti Anticoagulation and Risk Factors in Atrial Fibrillation (ATRIA), Intermountain Risk Score, dan ABC-stroke (Age, Biomarkers, Clinical history). Meski demikian, penggunaan skor risiko berbasis biomarker tidak akan mengubah keputusan pengobatan untuk pencegahan stroke inisial pada pasien yang sudah memenuhi syarat untuk pengobatan berdasarkan skor CHA2DS2-VASc.[1,5,9]
Evaluasi Risiko Perdarahan pada Pasien Atrial Fibrilasi yang Mendapat Antikoagulan dengan Skor HAS-BLED
Keputusan pemberian tromboprofilaksis perlu diseimbangkan dengan risiko perdarahan akibat antikoagulan, khususnya perdarahan intrakranial yang bersifat fatal dan dapat menimbulkan disabilitas bermakna. Skor HAS-BLED (Hypertension, Abnormal renal or liver function, history of Stroke, history of Bleeding, Labile INR value, Elderly, dan antithrombotic Drugs and alcohol) telah divalidasi pada banyak studi kohort dan ditemukan berkorelasi baik dalam memprediksi perdarahan intrakranial.[1,9]
Tabel 2. Skor HAS-BLED
Komponen | Skor |
Hipertensi (sistolik di atas 160 mmHg) | Masing-masing komponen 1 poin.
Risiko rendah: 0-1 Risiko sedang: 2 Risiko tinggi: ≥3 |
Fungsi ginjal atau hepar abnormal | |
Stroke | |
Riwayat perdarahan | |
INR labil | |
Lanjut usia (≥ 65 tahun) | |
Konsumsi alkohol (≥8 gelas per minggu) atau obat-obatan (aspirin, clopidogrel, atau obat antiinflamasi nonsteroid) |
Catatan:
- Hipertensi didefinisikan sebagai tekanan darah sistolik di atas 160 mmHg.
- Fungsi ginjal abnormal ditandai dengan keperluan dialisis, transplantasi ginjal, atau kadar kreatinin serum lebih dari 2,3 mg/dl
- Fungsi hepar abnormal ditandai dengan sirosis atau kadar bilirubin lebih dari 2 kali lipat ambang atas dengan nilai alanine transaminase, aspartate transaminase, atau alkaline fosfatase lebih dari 3 kali lipat nilai ambang atas
Skor HAS-BLED berkisar dari 0 hingga 9, dengan skor 3 menunjukkan risiko perdarahan yang tinggi. Skor HAS-BLED tidak digunakan untuk melakukan eksklusi pemakaian antikoagulan, tetapi sebagai panduan sistematik dalam menaksir risiko perdarahan dan memikirkan faktor-faktor risiko yang dapat dikoreksi, seperti tekanan darah yang belum terkontrol atau penggunaan aspirin. Penggabungan skor CHA2DS2-VASc dan HAS-BLED sangat bermanfaat dalam memandu keputusan tromboprofilaksis pada praktik sehari-hari.[1,9]
Studi validasi skor HAS-BLED menunjukkan akurasi yang baik dalam memprediksi risiko perdarahan mayor dibandingkan berbagai sistem skor lain, seperti HEMORR2HAGES.[17]
Rekomendasi Pencegahan Stroke pada Atrial Fibrilasi Menurut European Society of Cardiology
Panduan dari European Society of Cardiology mengenai pencegahan stroke pada pasien atrial fibrilasi yang memenuhi syarat untuk mendapat antikoagulan oral merekomendasikan penggunaan antikoagulan non-vitamin K seperti dabigatran, dibandingkan penggunaan antagonis vitamin K seperti warfarin, kecuali pada pasien dengan katup jantung mekanis atau stenosis mitral sedang hingga berat.
Untuk penilaian risiko stroke, pendekatan berbasis faktor risiko direkomendasikan menggunakan skor risiko klinis CHA2DS2-VASc. Pada pasien dengan risiko rendah, yaitu skor CHA2DS2-VASc 0 pada pria atau 1 pada wanita, tidak disarankan penggunaan antitrombotik. Obat antikoagulan direkomendasikan untuk pencegahan stroke pada pasien atrial fibrilasi dengan skor CHA2DS2-VASc ≥2 pada pria atau ≥3 pada wanita. Pemberian antikoagulan dapat dipertimbangkan pada pasien risiko moderat (skor CHA2DS2-VASc 1 pada pria atau 2 pada wanita) dengan mempertimbangkan manfaat, preferensi, dan kondisi klinis masing-masing pasien.[3,9,18]
Skor HAS-BLED digunakan untuk evaluasi risiko perdarahan dan identifikasi faktor risiko yang dapat dimodifikasi. Pada pasien dengan risiko tinggi diperlukan tinjauan klinis dan modifikasi pendekatan terapi lebih lanjut.[3,9,19]
Penilaian risiko stroke dan perdarahan secara periodik direkomendasikan. Pada pasien dengan atrial fibrilasi dengan risiko stroke awal rendah, penilaian ulang sebaiknya dilakukan dalam 4-6 bulan.[9,20]
Kesimpulan
Atrial fibrilasi merupakan jenis aritmia supraventrikular yang banyak ditemui pada praktik. Atrial fibrilasi meningkatkan risiko stroke hingga 5 kali lipat. Antikoagulan kerap digunakan untuk mencegah terjadinya stroke pada pasien atrial fibrilasi, namun penggunaan antikoagulan berkaitan dengan risiko perdarahan.
Keputusan untuk melakukan tromboprofilaksis stroke pada kasus atrial fibrilasi membutuhkan evaluasi individual pada pasien. Keuntungan pencegahan stroke dan kerugian terkait risiko perdarahan perlu dianalisis secara seksama dengan mempertimbangkan faktor predisposisi dan komorbiditas masing-masing pasien. Penggunaan skor seperti CHA2DS2-VASc dan HAS-BLED mampu membantu dalam pengambilan keputusan klinis untuk menentukan pendekatan manajemen terbaik.