Skrining kanker serviks saat ini dapat dilakukan secara mandiri di rumah, yakni pada tahap pengambilan sampel. Kanker serviks tetap menjadi salah satu penyebab utama morbiditas dan mortalitas pada perempuan di seluruh dunia, terutama di negara dengan akses pelayanan kesehatan yang terbatas. Oleh sebab itu, strategi skrining kanker serviks yang lebih baik perlu dikembangkan untuk meningkatkan cakupan skrining.[1-3]
WHO menargetkan eliminasi kanker serviks sebagai masalah kesehatan masyarakat melalui strategi 90-70-90, termasuk cakupan skrining minimal 70%. Namun, di banyak wilayah, target ini sulit dicapai karena adanya hambatan logistik, ketidaknyamanan pemeriksaan pelvis, stigma, dan keterbatasan sumber daya. Hal ini menyebabkan sebagian besar kasus kanker serviks masih terdiagnosis pada stadium lanjut.[1-3]
Dalam dua dekade terakhir, skrining berbasis deteksi DNA atau mRNA HPV (human papillomavirus) telah menggantikan sitologi sebagai modalitas yang paling sensitif untuk skrining kanker serviks. Bersamaan dengan itu, berkembang metode self-collected HPV test, yakni pengambilan sampel sendiri di rumah untuk dikirim ke laboratorium. Strategi ini dinilai mampu meningkatkan partisipasi skrining, khususnya pada kelompok yang selama ini under-screened atau never-screened.[2,4]
Salah satu bukti paling kuat berasal dari uji klinis pragmatis PRESTIS (2025), yang menunjukkan bahwa pengiriman kit self-collection ke rumah bisa meningkatkan angka partisipasi skrining secara signifikan bila dibandingkan reminder berbasis telepon saja. Selain itu, perkembangan teknologi deteksi HPV dan validasi regulator seperti FDA turut mempercepat adopsi metode ini dalam praktik klinis.[4-6]
Efektivitas Skrining Kanker Serviks di Rumah untuk Menaikkan Cakupan Skrining
Salah satu keunggulan terbesar dari metode self-collection adalah kemampuannya menjangkau populasi yang sebelumnya tidak tersaring. Hambatan seperti rasa malu, pengalaman negatif terhadap pemeriksaan ginekologi, ketakutan, atau kesulitan untuk mengakses fasilitas kesehatan membuat sebagian perempuan menunda atau bahkan menghindari skrining. Self-collection memberi alternatif yang lebih nyaman, lebih privat, dan dapat dilakukan kapan saja tanpa harus datang ke klinik.[2,7]
Dalam studi PRESTIS yang melibatkan 2.474 peserta yang belum menjalani skrining dalam periode yang direkomendasi, pengiriman at-home HPV testing kit meningkatkan partisipasi skrining menjadi 41,1%, yang jauh lebih tinggi daripada kelompok reminder saja (17,4%). Ketika self-collection dikombinasikan dengan navigasi pasien, partisipasi meningkat hingga 46,6%. Hal ini menunjukkan bahwa intervensi sederhana dapat melipatgandakan cakupan skrining pada kelompok berisiko tinggi.[4]
Temuan serupa dilaporkan oleh beberapa studi di Eropa, Australia, dan Kanada, yang menunjukkan peningkatan partisipasi antara 20–30% dibandingkan pendekatan klinik konvensional. Faktor-faktor yang paling berkontribusi terhadap peningkatan ini adalah kemudahan akses, fleksibilitas waktu, dan persepsi bahwa self-sampling kurang invasif dibanding pemeriksaan speculum.[7,8]
Dengan meningkatnya cakupan skrining, potensi deteksi dini CIN2+ maupun infeksi HPV berisiko tinggi bisa meningkat secara signifikan, sehingga membantu mengurangi insiden kanker serviks dalam jangka panjang.[3,7]
Akurasi Self-Collected HPV Test Dibandingkan Sampel yang Diambil Dokter
Pertanyaan yang sering muncul adalah apakah sampel yang diambil sendiri oleh pasien memiliki akurasi yang setara dengan sampel yang diambil oleh dokter. Berdasarkan meta-analisis terhadap puluhan studi, self-collected samples menggunakan tes HPV berbasis polymerase chain reaction (PCR) yang memiliki sensitivitas dan spesifisitas hampir setara dengan sampel yang diambil dokter untuk deteksi CIN2+.[1,3]
WHO (2021) dan International Agency for Research on Cancer (IARC) menyimpulkan bahwa self-collection berbasis PCR memiliki sensitivitas sebanding dengan sampel yang diambil dokter. Keduanya dianggap layak untuk program skrining populasi.[3,6]
Ada beberapa poin penting terkait akurasi. Pertama, jenis teknologi assay akan sangat menentukan akurasi. Tes berbasis DNA HPV umumnya menunjukkan kesetaraan lebih baik daripada tes berbasis mRNA dalam konteks self-collection. Kedua, ada perbedaan sensitivitas antar jenis tes. Sebagian assay mRNA (termasuk Aptima) memiliki performa sangat baik untuk sampel yang diambil dokter, tetapi data self-collected menunjukkan sedikit penurunan sensitivitas. Hal ini perlu dipertimbangkan dalam pemilihan platform laboratorium.[3,4,7]
Regulasi FDA juga perlu diperhatikan. Pada tahun 2024, FDA secara resmi menyetujui penggunaan sampel self-collected di fasilitas kesehatan, dan proses untuk penggunaan di rumah sedang berjalan. Artinya, validasi di rumah membutuhkan standar logistik dan kontrol kualitas yang lebih ketat.[6]
Dengan demikian, secara umum, self-collection memiliki performa diagnostik yang kuat, terutama bila menggunakan tes berbasis DNA HPV dan platform yang telah tervalidasi untuk sampel swadaya.
Jenis dan Mekanisme Self-Collection Kit
Skrining kanker serviks di rumah menggunakan beberapa jenis perangkat:
Swab atau brush khusus (paling umum): pasien mengambil sampel dengan cara memasukkan swab ke vagina, memutarnya beberapa kali, lalu memasukkannya ke tabung berisi media transportasi
Urine-based HPV test: studi awal menunjukkan potensi menjanjikan, tetapi sensitivitas masih lebih rendah daripada swab vagina, sehingga saat ini belum direkomendasikan sebagai pengganti utama
Dry sample kits: beberapa negara mulai menggunakan perangkat yang tidak membutuhkan media cair, sehingga memudahkan pengiriman melalui pos[4,7,8]
Proses umumnya sederhana dan disertai panduan ilustrasi. Studi menyatakan >95% pengguna merasa nyaman dan dapat melakukan prosedur tanpa kesulitan berarti.[7]
Tantangan dalam Implementasi Skrining Kanker Serviks di Rumah
Meskipun efektivitas tinggi, terdapat tantangan penting dalam penerapan skala besar. Tantangan pertama adalah terkait tingkat pengembalian kit. Tidak semua pasien yang menerima kit akan mengembalikannya. Dalam PRESTIS, 84.6% dari peserta yang berpartisipasi mengembalikan kit, tetapi angka ini dapat bervariasi pada populasi lain.[4]
Tantangan kedua adalah terkait tindak lanjut hasil positif. Tenaga kesehatan mungkin kesulitan memastikan pasien dengan hasil HPV positif tetap menjalani triase (sitologi atau kolposkopi). Dalam uji PRESTIS, hanya 61–69% pasien self-collected yang positif HPV menyelesaikan tindak lanjut dalam 6 bulan.[4]
Tantangan ketiga adalah terkait kesiapan sistem kesehatan. Implementasi efektif akan membutuhkan manajemen logistik (pengiriman kit dan pengembalian), integrasi rekam medis elektronik, reminder digital, dan navigasi pasien untuk follow-up.[4]
Lalu, tantangan terakhir adalah terkait validasi laboratorium. Tidak semua laboratorium lokal memiliki platform yang tervalidasi untuk sampel self-collected. Perlu ada pelatihan dan standardisasi terlebih dahulu. Dengan sistem yang memadai, berbagai hambatan ini dapat diminimalkan, tetapi tetap menjadi aspek penting yang harus diperhatikan sebelum implementasi nasional atau regional.[4]
Keamanan, Kenyamanan, dan Penerimaan Pasien
Hampir seluruh studi menyimpulkan bahwa self-collection adalah prosedur yang aman, minimal risiko, dan bisa diterima dengan baik oleh pasien. Efek samping sangat jarang, umumnya berupa ketidaknyamanan ringan.[2,7]
Dari sisi kenyamanan, lebih dari 80–90% responden menyatakan self-collection lebih nyaman daripada pemeriksaan pelvis. Faktor kenyamanan inilah yang berkontribusi terhadap peningkatan partisipasi skrining.[7,8]
Selain itu, self-collection menunjukkan dampak besar pada populasi perempuan di area terpencil, perempuan dengan akses terbatas ke layanan kesehatan, perempuan dari kelompok sosial-ekonomi rendah, imigran, dan minoritas rasial atau minoritas budaya tertentu yang memiliki hambatan terhadap pemeriksaan pelvis.[4,7]
Pertimbangan Klinis untuk Skrining Kanker Serviks di Rumah
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk melakukan skrining kanker serviks di rumah. Pertama, tes yang digunakan harus tervalidasi untuk sampel swadaya. Kedua, sistem follow-up harus terjamin, terutama bagi hasil positif. Ketiga, skrining di rumah tidak menggantikan pemeriksaan klinik, tetapi merupakan alternatif yang setara dalam konteks deteksi HPV. Skrining ini cocok sebagai strategi untuk peningkatan cakupan, terutama bagi populasi under-screened. Skrining ini tidak direkomendasi untuk pasien dengan gejala, yang tetap membutuhkan evaluasi klinis langsung.
Kesimpulan
Skrining kanker serviks di rumah berbasis self-collected HPV testing adalah inovasi penting dalam upaya global untuk eliminasi kanker serviks. Bukti kuat, termasuk dari uji pragmatis PRESTIS, menunjukkan bahwa pengiriman kit self-collection ke rumah dapat meningkatkan angka partisipasi skrining secara signifikan, terutama pada kelompok yang selama ini memiliki angka partisipasi skrining rendah.
Selain karena kenyamanan dan penerimaan pasien yang tinggi, performa diagnostik self-collection juga terbukti sebanding dengan sampel yang diambil dokter, terutama bila menggunakan tes berbasis DNA HPV yang tervalidasi.
Namun, keberhasilan implementasi membutuhkan sistem tindak lanjut yang adekuat, perencanaan logistik yang baik, dan edukasi pasien. Jika dilakukan secara terstruktur, self-collection berpotensi besar untuk menjadi komponen utama strategi nasional guna meningkatkan cakupan skrining dan mengurangi insiden kanker serviks.
