Tes Widal dan Tubex adalah pemeriksaan yang umum dilakukan untuk mendiagnosis demam tifoid. Demam tifoid merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri Salmonella typhi, yang ditandai dengan gejala klinis demam, fatigue, nyeri perut, diare, atau konstipasi. Selain itu, penyakit ini juga mungkin menyebabkan komplikasi berupa perdarahan dan perforasi usus.[1,2]
Diagnosis demam tifoid berdasarkan manifestasi klinis saja sering kali sulit dilakukan karena tanda dan gejalanya tidak spesifik, terutama pada minggu pertama perjalanan penyakit. Oleh karena itu, pemeriksaan penunjang yang bisa mengonfirmasi infeksi S. typhi sangat diperlukan.[2]
Diagnosis definitif demam tifoid dapat ditegakkan dengan temuan S. typhi dari hasil kultur. Kultur sumsum tulang (bone marrow) merupakan standar baku emas. Akan tetapi, kultur juga dapat dilakukan dengan sampel darah atau feses.[1-3]
Kekurangan kultur untuk diagnosis tifoid adalah pemeriksaan ini sulit dilakukan di area dengan keterbatasan sumber daya, termasuk di Indonesia. Oleh karena itu, tes Widal dan Tubex masih sering dilakukan. Artikel ini akan mengevaluasi lebih detail mengenai akurasi tes Widal dan Tubex dalam diagnosis tifoid.[1,2]
Sekilas tentang Metode Tes Widal
Prinsip tes Widal adalah reaksi aglutinasi sel pada sampel serum untuk menunjukkan keberadaan aglutinin (antibodi). Antibodi yang dinilai adalah antibodi terhadap antigen O dari tubuh bakteri dan antibodi terhadap antigen H dari flagel bakteri.[2,4]
Tes Widal merupakan pemeriksaan penunjang tifoid yang paling banyak dilakukan di negara-negara berkembang karena sifatnya yang mudah, biayanya yang lebih murah daripada kultur, dan prosedurnya yang tidak memerlukan tenaga ahli khusus.[1,2]
Namun, tes Widal memiliki keterbatasan, seperti kesulitan menetapkan titer baseline untuk populasi, hasil tes bisa dipengaruhi paparan S. typhi berulang di daerah endemik, dan adanya reaksi silang dengan organisme lain. Vaksinasi serta antibiotik juga dapat memengaruhi hasil Widal. Agar dapat diinterpretasikan dengan benar, tes ini sebaiknya dilakukan dua kali dengan interval 10–14 minggu tetapi hal ini tentu tidak praktis.[1,2,5]
Sekilas tentang Tes Tubex
Tes Tubex merupakan tes diagnostik cepat semikuantitatif untuk mendeteksi infeksi akut S. typhi. Tes Tubex positif menunjukkan antibodi anti-O9 IgM S. typhi di serum. Skor tes Tubex berkisar antara 0–10, di mana nilai 0 diinterpretasikan negatif dan nilai 4–10 diinterpretasikan positif. Nilai tes Tubex lebih dari 2 dan kurang dari 4 dinyatakan tidak konklusif, sehingga perlu dilakukan pemeriksaan ulang.[2]
Kelebihan utama tes Tubex adalah sifatnya yang selektif terhadap antibodi IgM S. typhi. Studi oleh Tam et al menunjukkan bahwa keberadaan antibodi IgG terhadap S. typhi menunjukkan hasil tes Tubex negatif. Hal ini penting secara klinis untuk membedakan infeksi akut dengan infeksi lampau. Selain itu, tes Tubex juga dapat dilakukan dengan mudah dan cepat serta tidak memerlukan banyak peralatan.[2]
Namun, tes Tubex memiliki kekurangan berupa harga yang relatif lebih mahal daripada tes Widal dan typhidot. Selain itu, hasil tes Tubex mungkin sulit diinterpretasikan dengan akurat, terutama pada hasil borderline.
Tes Tubex menggunakan reaksi warna, sehingga interpretasi perlu dilakukan dengan membandingkan warna larutan hasil tes dan skala warna. Pemeriksa membutuhkan cukup pengalaman dan pencahayaan yang baik untuk menginterpretasikan hasil tes. Selain itu, sampel darah yang ikterik atau sudah mengalami hemolisis dapat memberi hasil positif palsu akibat perubahan warna.[2,5]
Studi tentang Akurasi Tes Widal dan Tubex dalam Diagnosis Tifoid
Berbagai studi telah dilakukan untuk mempelajari akurasi tes Widal dan Tubex. Bahkan, beberapa meta analisis telah dilakukan untuk membandingkan akurasi kedua tes ini terhadap satu sama lain.
Studi oleh Mawazo et al
Suatu studi cross-sectional oleh Mawazo et al di Tanzania menganalisis 158 kasus suspek tifoid dalam periode Juni–September 2018. Hasil studi ini menyatakan bahwa tes Widal tidak dapat diandalkan untuk menegakkan diagnosis demam tifoid karena tingginya angka positif palsu dan negatif palsu.
Studi tersebut menemukan bahwa tes Widal memiliki sensitivitas 81,5% tetapi memiliki spesifisitas hanya 18,3%. Sementara itu, nilai prediksi positifnya adalah 29% dan nilai prediksi negatifnya adalah 91,5%. Tes Widal dilaporkan memiliki agreement yang buruk dengan hasil kultur darah (kappa = 0,014, p < 0,05).[1]
Meta analisis oleh Bundalian et al
Suatu meta analisis oleh Bundalian et al mempelajari 10 studi tentang akurasi tes Tubex dalam mendiagnosis tifoid. Hasil meta analisis ini menunjukkan bahwa sensitivitas tes Tubex adalah 55–100% dan spesifisitasnya adalah 58–100%. Angka ini dinilai lebih tinggi daripada tes Widal (sensitivitas 32–95% dan spesifisitas 4–98%).
Namun, meta analisis ini menyatakan bahwa studi lebih lanjut masih diperlukan untuk mengonfirmasi akurasi tes Tubex. Hal ini dikarenakan beberapa studi yang digunakan dalam meta analisis itu masih menggunakan grup kontrol yang heterogen.[2]
Contohnya, ada studi yang menggunakan grup kontrol pasien febris akibat patogen lain dan ada studi yang menggunakan grup kontrol pasien dengan hasil kultur darah S. typhi negatif. Padahal hasil kultur darah mungkin bersifat negatif palsu.[2]
Studi oleh Khanna et al
Studi Khanna et al di India juga membandingkan sensitivitas pemeriksaan penunjang demam tifoid. Hasilnya, tes Widal memiliki sensitivitas terendah (68%), sedangkan tes Tubex memiliki sensitivitas 76%. Penelitian lain di Filipina menemukan bahwa tes Tubex memiliki sensitivitas 94,7% dengan catatan cut off hasil positif berupa nilai >2. Tes Widal yang dilakukan dua kali dengan interval 2 minggu diperkirakan bisa memberikan hasil yang lebih akurat.[5]
Studi oleh Nurmawati S et al
Diagnosis demam tifoid dengan pemeriksaan tes Tubex telah dilakukan penelitiannya juga di Indonesia. Penelitian ini menilai performa dari tes Tubex dalam mendiagnosis demam tifoid. Hasilnya ditemukan tes Tubex memiliki spesifisitas 70.7%–97.6% dan sensitivitas 38.3%–67.2%.[6]
Hasil ini menunjukkan bahwa tes Tubex dapat digunakkan sebagai opsi dalam pemeriksaan penunjang demam tifoid, namun perlu diingat juga pemeriksaannya sering memberikan hasil positif palsu.[6]
Kesimpulan
Di negara berkembang seperti Indonesia, tes Widal dan Tubex umum dilakukan untuk mendiagnosis demam tifoid karena baku emas diagnosis dengan kultur sumsum tulang sulit dilakukan dan membutuhkan biaya lebih tinggi.
Tes Widal dan Tubex sama-sama menggunakan sampel darah serta tidak memerlukan peralatan canggih maupun tenaga ahli khusus. Namun, tes Widal sering tidak akurat dalam mendiagnosis demam tifoid karena hasilnya dapat dipengaruhi oleh berbagai hal seperti vaksinasi, antibiotik, dan paparan S. typhi sebelumnya di daerah endemis. Nilai titer baseline pun sulit untuk ditetapkan.
Tes Tubex dapat mendiagnosis infeksi akut demam tifoid dengan lebih akurat daripada tes Widal karena tes Tubex bersifat selektif terhadap antibodi IgM S. typhi. Berbagai studi dan meta analisis menunjukkan bahwa tes Tubex lebih superior daripada tes Widal dalam hal sensitivitas dan spesifisitas.
Namun, tes Tubex juga memiliki kekurangan, yaitu berbiaya relatif lebih mahal daripada tes Widal, serta tetap berpotensi mengalami kekeliruan jika interpretasi dilakukan di ruangan dengan pencahayaan buruk atau oleh staf yang belum berpengalaman. Oleh karena itu, baik tes Widal maupun Tubex harus diinterpretasikan berdasarkan konteks kondisi klinis pasien karena tingginya angka positif palsu maupun negatif palsu.
Tonton videonya di sini.
Penulisan pertama oleh: dr. Immanuel Natanael Tarigan
Direvisi oleh: dr. Qanita Andari