Pendahuluan Vitrektomi
Vitrektomi adalah prosedur pembedahan mata yang dilakukan untuk evakuasi cairan vitreous dalam mata. Tindakan ini dapat dilakukan dengan tujuan diagnostik, misalnya pada kasus endoftalmitis, atau tujuan terapeutik, misalnya pada kasus ablasio retina.
Cairan vitreous adalah cairan yang mengisi ruang mata posterior, dengan kandungan utama berupa kolagen tipe II, asam hialuronat, dan asam askorbat. Prosedur pengangkatan cairan vitreous memiliki tujuan sebagai berikut:
- Evakuasi darah atau zat lain yang mengganggu proses transmisi cahaya ke retina
- Evakuasi benda asing yang masuk ke dalam mata seperti pada kondisi trauma atau komplikasi dari operasi segmen anterior mata
- Pembukaan akses untuk perbaikan pada jaringan retina yang mengalami kerusakan seperti pada kasus ablasio retina atau kerusakan makula[1]
Prosedur vitrektomi dapat memiliki tujuan diagnostik atau terapeutik. Indikasi diagnostik vitrektomi adalah untuk membantu penegakan diagnosis infeksi mata berat atau keganasan pada mata. Indikasi terapeutik vitrektomi adalah sebagai tata laksana pada kelainan mata pada bagian retina atau cairan vitreous. Vitrektomi juga dapat dilakukan sebagai prosedur persiapan dari tindakan medis lainnya, misalnya untuk pemasangan implan glaukoma pada pasien dengan glaukoma.[2]
Secara garis besar, prosedur vitrektomi diklasifikasi sebagai berikut.
- Vitrektomi posterior atau pars plana yaitu evakuasi vitreous dari segmen posterior mata melalui saluran yang dibuat pada badan siliaris pars plana
- Vitrektomi anterior yaitu evakuasi vitreous dari segmen anterior mata[1,3]
Prosedur vitrektomi, baik vitrektomi posterior maupun vitrektomi anterior, tergolong sebagai prosedur yang aman dan rutin dilakukan secara khusus oleh spesialis mata konsultan vitreoretina, baik untuk prosedur diagnostik maupun terapeutik. Sebagian besar dilakukan sebagai prosedur one day care yaitu pasien setelah dilakukan operasi dapat pulang pada hari yang sama.[4]
Sebagai prosedur one day care, dokter harus memberikan edukasi pasien mengenai perawatan mandiri yang perlu dilakukan setelah tindakan, serta pentingnya kontrol rutin. Kepatuhan pasien akan edukasi yang diberikan dan kontrol teratur akan meminimalisasi risiko komplikasi seperti infeksi atau perdarahan.[1]