Tingginya Risiko Efek Samping Penggunaan Naproxen untuk Menghambat Progresivitas Alzheimer – Telaah Jurnal
INTREPAD A Randomized Trial of Naproxen to Slow Progress of Presymptomatic Alzheimer Disease
Meyer PJ, Tremblay-Mercier J, Leoutsakos J, et al. INTREPAD A Randomized Trial of Naproxen to Slow Progress of Presymptomatic Alzheimer Disease. Neurology Apr 2019; 92;e1-e11. PMID: 30952794. doi: 10.1212/WNL.0000000000007232
Abstrak
Tujuan: Studi ini dilakukan untuk mengevaluasi keamanan dan efektivitas naproxen dosis rendah untuk mencegah progresivitas penyakit Alzheimer (PA) asimtomatik di antara orang- orang dengan kognitif intak yang berisiko.
Desain: Investigasi efek pengobatan naproxen pada penyakit Alzheimer presimtomatik (Investigation of Naproxen Treatment Effects in Pre-symptomatic Alzheimer’s Disease/ INTREPAD), sebuah uji klinis farmako-preventif buta ganda yang dilakukan selama 2 tahun, melibatkan 195 partisipan lansia dengan riwayat keluarga penyakit Alzheimer (usia rata-rata 63 tahun) yang dilakukan skrining secara hati-hati untuk mengeksklusi gangguan kognitif. Pencitraan multimodal, neurosensorik, kognitif, dan (dalam ~50%) evaluasi biomarka cairan serebrospinal dilakukan pada kondisi basal, 3, 12, dan 24 bulan. Sebuah analisis modifikasi intent-to-treat mengevaluasi 160 partisipan yang tetap mendapatkan pengobatan melalui pemeriksaan follow-up pertama mereka.
Intervensi: Natrium naproxen 220 mg dua kali sehari atau plasebo.
Parameter: Luaran primernya adalah laju perubahan pada Skor Progresivitas Alzheimer (Alzheimer Progression Score/APS) presimptomatik komposit multimodal.
Hasil: Individu yang mendapat pengobatan naproxen menunjukkan banyak efek samping yang jelas. Ketika kedua kelompok digabungkan, APS meningkat 0.102 poin/tahun (SE 0.014; p < 10-12), namun laju perubahan menunjukkan sedikit perbedaan bergantung pada pengobatan yang diberikan (0.019 poin/tahun).
Perbandingan laju perubahan yang berhubungan dengan pengobatan adalah 1.16 (Interval Kepercayaan 95% 0.64 – 1.96) mengindikasikan bahwa naproxen tidak menurunkan laju progresivitas APS lebih dari 36%.
Analisis sekunder menunjukkan bahwa tidak ada efek terapi yang jelas pada indikator biomarka cairan serebrospinal, kognitif, atau neurosensorik terhadap PA presimtomatik yang progresif.
Kesimpulan: Pada individu yang berisiko dengan fungsi kognitif intak, pengobatan berkelanjutan dengan natrium naproxen 220 mg dua kali sehari meningkatkan frekuensi efek samping pada kesehatan namun tidak menurunkan progresivitas PA presimtomatik secara nyata.
Ulasan Alomedika
Jurnal ini mengevaluasi efek pemberian naproxen dosis rendah dibandingkan dengan plasebo untuk memperlambat penyakit Alzheimer (PA) presimtomatik. Uji klinis ini dilakukan untuk menilai keamanan dan efektivitas dari pemberian naproxen dosis rendah untuk mencegah progresivitas PA asimtomatik pada individu dengan kognitif intak namun berisiko untuk menderita PA. Studi ini dilakukan karena studi preventif menunjukkan bahwa OAINS tidak bermanfaat dan memiliki potensi bahaya jika diberikan pada individu berusia tua atau mereka yang mungkin bergejala, padahal beberapa studi observasional menunjukkan penurunan angka kejadian PA dengan pemberian OAINS pada beberapa studi observasional. Dipikirkan bahwa perbedaan hasil ini mungkin disebabkan oleh kurang ketelitian dalam merekrut partisipan, terutama dalam hal penapisan gejala kognitif atau prodromal. Oleh karena itu, uji klinis ini dilakukan dengan memperhatikan kekurangan tersebut dan diharapkan menunjukkan efek OAINS pada pencegahan progresivitas AD presimptomatik.
Ulasan Metode Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian ini, uji klinis acak terkontrol dengan plasebo sebagai pembanding merupakan metode penelitian yang tepat. Jumlah partisipan yang dilibatkan dalam studi ini ditentukan berdasarkan perhitungan sampel dengan memperhatikan kekuatan uji yang diharapkan. Meskipun jumlah partisipan sesuai dengan target (160 partisipan), 26 partisipan dari kelompok intervensi dan 11 partisipan dari kelompok plasebo tidak mendapatkan pengobatan dalam studi untuk 24 bulan. Hal ini tentu berpengaruh terhadap kekuatan uji dan interpretasi hasil studi ini.
Ulasan Hasil Penelitian
Luaran utama dari penelitian ini adalah laju perubahan APS yang mencakup dan menggabungkan penilaian kemampuan kognitif, pencitraan multimodal (neurosensorik, densitas dan ketebalan substansia nigra, aliran darah serebral, dan volume otak), dan pemeriksaan biomarka cairan serebrospinal. Luaran ini dipilih karena kaitannya dengan patogenesis dari penyakit Alzheimer dan telah divalidasi di studi sebelumnya. Namun, penilaian ini tidak dilakukan pada setiap pemantauan dalam studi ini dan hanya dilakukan pada bulan ke-3, 12, dan 24.
Selain itu, selama studi berlangsung evaluasi keamanan di bulan ke-9, 15, dan 21 hanya dilakukan melalui panggilan telepon. Hal ini tentu membuat beberapa pemeriksaan keamanan (EKG dan pemeriksaan neurologis) tidak dapat dilakukan dan adanya potensi bias ingatan pada pelaporan efek samping. Dengan demikian, terdapat kemungkinan penilaian yang kurang objektif pada bulan-bulan tersebut.
Kelebihan Penelitian
Dalam perekrutan partisipan ke dalam studi, penelitian ini berusaha untuk memperhatikan kekurangan pada studi preventif sebelumnya yang belum cukup komprehensif dalam merekrut partisipan. Dalam studi ini, perekrutan dilakukan dengan memperhatikan adanya riwayat penyakit Alzheimer dalam keluarga. Hal ini menggarisbawahi kriteria partisipan dengan kognitif intak yang berisiko menderita penyakit Alzheimer.
Meskipun dalam studi yang diharapkan adalah luaran klinis, studi ini juga mempertimbangkan pencitraan multimodal dan pemeriksaan biomarka cairan serebrospinal dalam menilai progresivitas penyakit Alzheimer. Selain itu, APS yang digunakan dalam evaluasi progresivitas juga telah divalidasi pada studi sebelumnya dan menunjukkan nilai prediktif yang baik.
Limitasi Penelitian
Adanya potensi prediktif dari biomarka cairan serebrospinal terhadap penurunan fungsi kognitif di kemudian hari seharusnya membuat studi ini memperhitungkan ambang batas nilai biomarka cairan serebrospinal dalam kriteria perekrutan partisipan. Namun, hal tersebut tidak memungkinkan mengingat estimasi kekuatan uji dan perkiraan sampel tidak mencukupi untuk tujuan tersebut. Selain itu, analisis post-hoc mengisyaratkan bahwa metode penelitian yang telah direncanakan menghasilkan kekuatan uji statistik yang lebih rendah daripada proyeksi awal. Hal ini berdampak pada adanya kemungkinan error tipe II (negatif palsu).
Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia
Replikasi dari penelitian ini di Indonesia belum dapat dilakukan, mengingat beberapa pemeriksaan biomarka cairan serebrospinal yang digunakan dalam studi ini belum tersedia secara luas di Indonesia. Walau demikian, hasil penelitian ini dan penelitian-penelitian preventif serupa sebelumnya menunjukkan bahwa penggunaan Naproxen tidak efektif dalam menghambat progresivitas Alzheimer dan memiliki efek samping yang signifikan.