Vitamin D diperkirakan bermanfaat untuk manajemen dry eye syndrome (DES) di masa pandemi COVID-19, yang terjadi karena waktu penggunaan gawai meningkat akibat pelaksanaan pendidikan dan pekerjaan secara online. Selama ini vitamin D memang lebih dikenal untuk pertumbuhan tulang dan imunomodulasi. Namun, defisiensi vitamin D belakangan ini diketahui berkorelasi dengan keluhan pasien DES.
Dry eye syndrome (DES) merupakan kondisi yang ditandai dengan ketidakstabilan dan hiperosmolaritas lapisan air mata, inflamasi permukaan mata, kelainan neurosensori permukaan mata, dan iritasi mata kronis. DES dilaporkan meningkat di seluruh dunia selama pandemi COVID-19, yang dikenal sebagai fenomena quarantine dry eye akibat peningkatan waktu penggunaan layar elektronik.[1-5]
Sekilas Mengenai Dry Eye Syndrome
Dry eye syndrome (DES) dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe defisiensi aqueous dan tipe peningkatan penguapan lapisan air mata. Penurunan sekresi air mata dari glandula lakrimalis menyebabkan defisiensi aqueous, sedangkan inflamasi tepi kelopak mata dan disfungsi kelenjar meibom menyebabkan peningkatan penguapan air mata.[2,6,7]
Pemeriksaan tear break-up time (TBUT), fluorescein staining score, dan tes Schirmer umumnya dilakukan untuk mengevaluasi kestabilan dan produksi air mata. Sementara itu, ketidaknyamanan mata dinilai menggunakan kuesioner ocular surface disease index (OSDI) dan visual analogue pain score (VAS).
Terapi DES selama ini meliputi pemberian artificial tears, obat antiinflamasi, dan oklusi punctum palpebra. Artificial tears yang mengandung carboxymethylcellulose maupun sodium hialuronat berfungsi untuk melubrikasi permukaan bola mata.[1,2,6,7]
Penyebab Peningkatan Dry Eye Syndrome saat Pandemi COVID-19
Peningkatan gejala dry eye syndrome (DES) selama pandemi COVID-19 mungkin disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, ada peningkatan durasi penggunaan VDT (visual display terminal) >6 jam/hari. Hal ini meningkatkan penguapan lapisan air mata dan menurunkan interval berkedip, sehingga mengganggu lubrikasi permukaan mata.
Kedua, ada penggunaan facial mask yang tidak fit. Fitting yang kurang tepat dapat menyebabkan aliran udara bocor melewati mata, sehingga menyebabkan penguapan air mata terjadi lebih cepat.
Ketiga, ada perubahan diet dan perilaku akibat kebijakan lockdown, yang membuat orang cenderung lebih banyak mengonsumsi makanan beku dan minuman beralkohol. Selain itu, orang dilaporkan menjadi kurang terpapar sinar matahari. Semua ini diduga berhubungan dengan ketidakseimbangan produksi dan penguapan air mata.[2-4]
Hubungan Vitamin D dengan Dry Eyes Syndrome
Vitamin D dilaporkan dapat mengurangi inflamasi permukaan mata dan memperbaiki parameter air mata, seperti tear break-up time (TBUT), pewarnaan permukaan kornea dengan fluorescein, eyelid margin hiperemia, dan produksi air mata.[2]
Selain itu, vitamin D dapat memperbaiki barrier sel epitel kornea, menginduksi produksi interleukin (IL-10), dan mengurangi sitokin inflamasi seperti IL-1, IL-6, tumor necrosing factor (TNF) alfa, dan C-reactive protein.[1,6,8]
Vitamin D juga dilaporkan meningkatkan sitokin antioksidan pada air mata dan bisa mengurangi sel T helper. Selain itu, vitamin D dapat mengurangi osmolaritas air mata dan merangsang D-cathelicidin yang dapat membantu proses penyembuhan luka pada kornea dan konjungtiva.[1,7,9,10]
Studi terkait Vitamin D dan Dry Eye Syndrome
Bae et al mempelajari 105 pasien dry eye syndrome (DES) yang refrakter terhadap terapi konvensional DES dan yang memiliki defisiensi vitamin D. Semua pasien diberi injeksi vitamin D (cholecalciferol) sebanyak 200.000 IU intramuskular.
Luaran berupa ocular surface disease index (OSDI), visual analogue pain score (VAS), tear break-up time (TBUT), fluorescein staining score (FSS), eyelid margin hyperemia, dan sekresi air mata diperiksa sebelum pemberian vitamin D dan setelah pemberian, yakni dengan interval waktu 2, 6, dan 10 minggu setelah pemberian. Hasil menunjukkan bahwa vitamin D dapat memperbaiki semua luaran tersebut.[2]
Studi Hwang et al terhadap 116 pasien DES yang memiliki defisiensi vitamin D maupun yang tidak memiliki defisiensi vitamin D juga memberikan hasil serupa. Injeksi vitamin D intramuskular dapat memperbaiki OSDI, TBUT, dan eyelid margin hyperemia. Vitamin D dilaporkan bisa meningkatkan efektivitas terapi topikal (artificial tears) dan disarankan untuk pasien yang refrakter terhadap terapi topikal.[7]
Sementara itu, studi Karaca et al mencoba memberikan vitamin D 50.000 IU peroral tiap minggu selama 8 minggu pada pasien DES dengan defisiensi vitamin D. Setelah 8 minggu, pemberian dilanjutkan dengan dosis 1.500–2.000 IU/hari selama 24 minggu. Hasil menunjukkan bahwa vitamin D peroral juga dapat memperbaiki meibomian gland expressibility score, hasil tes Schirmer I, TBUT, dan OSDI.[1]
Vitamin D untuk Pasien Dry Eyes Syndrome dengan Defisiensi Vitamin D
Menurut penelitian Hwang et al yang telah disebutkan di atas, efektivitas terapi topikal konvensional berupa artificial tears ternyata tergantung pada level 25-hydroxyvitamin D (25HD) dalam serum.
Terapi topikal konvensional tersebut ternyata lebih efektif pada pasien tanpa defisiensi vitamin D. Oleh karena itu, vitamin D dianjurkan sebagai terapi adjuvan pada pasien yang refrakter terhadap terapi topikal, terutama bila pasien memiliki defisiensi vitamin D.
Suntikan dosis tinggi cholecalciferol intramuskular lebih efektif menaikkan serum 25HD daripada suplemen cholecalciferol oral 2.000 IU/hari. Studi Watts et al menganjurkan pasien DES untuk menjalani skrining defisiensi vitamin D dengan mengevaluasi kadar 25(OH)D dalam darah.[6,7]
Kesimpulan
Vitamin D diperkirakan bermanfaat untuk manajemen dry eye syndrome (DES) selama masa pandemi COVID-19, yang dilaporkan meningkat gejalanya karena pelaksanaan pendidikan dan pekerjaan secara online.
Vitamin D dapat memperbaiki sekresi air mata, mengurangi ketidakstabilan lapisan air mata, dan mengurangi inflamasi permukaan mata serta tepi kelopak mata. Penggunaan vitamin D terutama disarankan untuk pasien yang memiliki defisiensi vitamin D dan memiliki DES yang refrakter terhadap terapi topikal konvensional berupa artificial tears.