Zuranolone sebagai Obat Baru untuk Depresi Postpartum

Oleh :
dr.Soeklola Muliady SpKJ

Zuranolone merupakan obat yang baru mendapat persetujuan dari FDA untuk tata laksana depresi postpartum. Sekitar 4–25% wanita mengalami depresi postpartum setelah melahirkan. Kondisi ini merupakan salah satu komplikasi medis setelah kehamilan yang masih sulit terdiagnosis ataupun tertangani.[1-9]

Komplikasi depresi postpartum yang tidak ditangani antara lain adalah penurunan kualitas hidup ibu, peningkatan risiko dampak negatif terhadap pengasuhan bayi, dan peningkatan risiko bunuh diri pada ibu ataupun pembunuhan pada bayi.[1,2]

Zuranolone Obat Depresi Postpartum

Farmakoterapi untuk depresi postpartum masih terbatas, terutama akibat limitasi penelitian yang ada. Selain itu, antidepresan yang saat ini tersedia masih memerlukan durasi terapi minimal 4 hingga 9 bulan ataupun seumur hidup untuk pencegahan kekambuhan. Durasi terapi yang panjang inipun berkaitan dengan peningkatan risiko efek samping, terutama pada kasus depresi postpartum.[1-6]

Pengembangan farmakoterapi terus dilakukan untuk menjembatani kondisi tersebut. Bukti terbaru menunjukkan bahwa zuranolone efektif sebagai terapi depresi postpartum.[1-9]

Peran Allopregnanolone dalam Disregulasi GABA Peripartum dan Perkembangan Depresi Postpartum

Patofisiologi depresi postpartum bersifat multifaktorial, namun terdapat data yang menunjukkan bahwa etiologi depresi postpartum berkaitan dengan disregulasi signal γ-aminobutyric acid (GABA) peripartum.[1,2,6]

Secara umum, kondisi peripartum menyebabkan perubahan kadar allopregnanolone plasma. Allopregnanolone merupakan salah satu neuroactive steroid (NAS) pada reseptor GABAA (GABAAR) yang berfungsi sebagai positive allosteric modulator (PAM) atau disingkat sebagai NAS GABAAR PAM.[1,2,6]

Kadar NAS di sistem saraf pusat (SSP) dan plasma meningkat selama kehamilan kemudian menurun secara cepat setelah partus. Sensitivitas terhadap fluktuasi ataupun kegagalan neuroplastisitas GABAAR peripartum  diduga berperan dalam munculnya gejala depresi postpartum.[1,2]

Emosi, persepsi diri, dan konektivitas jaras neural dipengaruhi oleh signal GABAergik serta berkorelasi dengan konsentrasi allopregnanolone plasma. Selain itu, allopregnanolone plasma juga berperan dalam supresi respons aksis hypothalamic-pituitary-adrenal (HPA) terhadap stres selama kehamilan. Kadar allopregnanolone plasma yang rendah dikatakan berkaitan dengan postpartum blues.[1,2]

Sementara itu, terdapat data yang saling bertentangan mengenai pengaruh kadar allopregnanolone plasma terhadap munculnya gejala depresi postpartum. Beberapa penelitian melaporkan kadar yang lebih rendah, sementara yang lain melaporkan kadar yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelompok peripartum yang sehat.[2]

Mekanisme Kerja Zuranolone

Mekanisme kerja zuranolone sebagai antidepresan belum sepenuhnya diketahui. Zuranolone merupakan NAS GABAAR PAM dan memiliki target kerja di reseptor sinaptik dan ekstrasinaptik.[1,5,6]

Benzodiazepine yang juga bekerja di reseptor GABA bersifat downregulation, bertolak belakang dengan zuranolone yang bersifat upregulation. Studi pada hewan coba menunjukkan bahwa pemberian NAS GABAAR PAM di reseptor sinaptik dan ekstrasinaptik pada akhir kehamilan mampu mengurangi perilaku mirip depresi postpartum.[1,3,5,6]

Penelitian randomized controlled trial (RCT) fase 3 yang dilakukan terhadap 275 kasus depresi postpartum menunjukkan bahwa  zuranolone 30 mg memiliki aktivitas antidepresan yang terbukti klinis.[1]

Efikasi Zuranolone untuk Depresi Postpartum

Terdapat tujuh penelitian RCT yang telah dilakukan untuk mengukur efikasi dan keamanan zuranolone terhadap kasus major depressive disorder (MDD). Salah satu dari penelitian tersebut dilakukan oleh Deligiannidis et al. pada subjek wanita dengan depresi postpartum dalam rentang 6 bulan pasca melahirkan.[1,3]

Rata-rata dosis zuranolone yang digunakan sebesar 30–50 mg, sehari sekali pada malam hari, secara oral, dengan lama penggunaan selama 14 hari. Jika tidak ditoleransi dengan baik, dosis dapat diturunkan menjadi 20 mg per hari.[1-4,6,7]

Perbaikan gejala depresi, yang diukur menggunakan baik Montgomery-Åsberg Depression Rating Scale (MADRS) maupun 17-item Hamilton Rating Scale for Depression (HAMD-17), mulai terlihat pada hari ke-3 setelah pemberian dan tetap berlanjut hingga hari ke-45. Pada hari ke-15, kelompok yang menerima terapi mengalami perbaikan gejala depresi atau kecemasan yang signifikan dibandingkan dengan kelompok plasebo.[1-4,6,7]

Number Needed to Treat (NNT) dan Number Needed to Harm (NNH) dari Zuranolone

Gunduz-Bruce et al. melakukan uji klinis fase 2 pada subyek dengan MDD. Hasil studi menunjukkan bahwa zuranolone memiliki number needed to treat (NNT) untuk respons sebesar 4–5 dan NNT remisi sebesar 10 pada hari ke-3. Pada hari ke-15, NNT baik untuk respons maupun remisi sebesar 3 jika dibandingkan dengan kelompok plasebo.[6]

NNT sebesar 3 berarti bahwa untuk setiap 3 orang yang diberikan zuranolone sebagai terapi, 1 orang mengalami perbaikan signifikan dibandingkan dengan mereka yang menerima plasebo. Dalam uji klinis, angka NNT di bawah 5 dianggap sangat baik.[6]

Uji ini juga membandingkan NNT zuranolone dengan beberapa antidepresan konvensional, antara lain escitalopram, fluoxetine, dan duloxetine. Dibandingkan antidepresan konvensional tersebut, NNT zuranolone sebesar 4–5 pada hari ke-15 dan NNT remisi sebesar 4.[6]

Zuranolone juga menunjukkan penurunan tingkat all-cause discontinuation dibandingkan dengan antidepresan konvensional. Dalam perbandingan zuranolone dengan selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs), nilai NNH adalah -57. Sementara itu, ketika dibandingkan dengan serotonin and norepinephrine reuptake inhibitors (SNRIs), nilai NNH adalah -28.[6]

Nilai NNH negatif menandakan keunggulan zuranolone, karena ini mengindikasikan bahwa lebih sedikit pasien menghentikan pengobatan saat menggunakan zuranolone.[6]

Keamanan Zuranolone

Zuranolone dapat ditoleransi dengan baik. Perbandingan munculnya adverse events antara kelompok zuranolone dengan kelompok plasebo adalah 53% berbanding 45%. Adverse events yang tersering dilaporkan berupa sakit kepala, somnolen, pusing, dan nausea.[1-4,6,7]

Sementara itu, adverse events lain yang dilaporkan adalah sedasi, diare, infeksi saluran napas atas, kelelahan, dan peningkatan pikiran atau perilaku bunuh diri.[1-4,7-9]

Peningkatan risiko bunuh diri berupa pikiran atau perilaku dilaporkan dalam beberapa penelitian, namun  penyebab peningkatan risiko tersebut belum diketahui.[8,9]

Kontraindikasi dan Interaksi Zuranolone

Hingga saat ini, belum terdapat data mengenai kontraindikasi mutlak untuk penggunaan zuranolone. Penggunaan zuranolone sebaiknya dihindari saat menggunakan induktor kuat CYP3A4.[8,9]

Penyesuaian dosis menjadi 30 mg diperlukan saat terdapat gangguan fungsi ginjal sedang hingga berat (kadar estimated glomerular filtration rate/ eGFR <60 mL/min/1.73 m2), gangguan fungsi hati berat, ataupun penggunaan bersama inhibitor kuat CYP3A4.[8,9]

Penggunaan bersama depresan SSP (seperti alkohol, benzodiazepine, opioid, dan antidepresan trisiklik) atau obat yang meningkatkan konsentrasi zuranolone sebaiknya dihindari. Penggunaan tersebut berisiko meningkatkan gangguan psikomotor atau efek depresan SSP seperti somnolen, gangguan kognitif dan risiko depresi pernafasan.[8,9]

Pada penelitian hewan coba, penggunaan zuranolone selama kehamilan pada fase organogenesis berisiko meningkatkan malformasi fetus, kematian embriofetal, dan penurunan berat badan fetus.[8,9]

Terdapat uji klinis terhadap 14 wanita yang mengindikasikan bahwa zuranolone terkandung dalam kadar rendah di dalam air susu ibu (ASI). Data mengenai efek dari bayi yang mengkonsumsi ASI yang mengandung zuranolone ataupun dampak zuranolone terhadap produksi ASI belum diketahui.[8,9]

Kesimpulan

Zuranolone merupakan NAS GABAAR PAM yang bersifat upregulation pada reseptor GABAA. Regulasi ini diduga berkaitan dengan penurunan perilaku depresi postpartum.

Data yang ada menunjukkan profil efektivitas dan keamanan zuranolone untuk penggunaan selama 14 hari pada kasus depresi postpartum. Data-data penggunaan zuranolone jangka panjang (lebih dari 14 hari) belum sepenuhnya diketahui.

Dosis yang digunakan bervariasi antara 30–50 mg dan ditujukan untuk wanita postpartum (≤6 bulan) yang mengalami depresi postpartum. Efektivitas zuranolone tergolong cepat dibandingkan antidepresan konvensional, yaitu mulai nampak pada hari ke-3 penggunaan.

Penggunaan pada wanita hamil dianggap berisiko meningkatkan gangguan perkembangan janin sehingga dianjurkan untuk dihindari. Zuranolone dilaporkan melewati sawar ASI dalam jumlah kecil, namun belum ada data mengenai efek zuranolone terhadap bayi yang disusui.

Efek samping zuranolone yang dilaporkan antara lain sakit kepala, somnolen, pusing, nausea, sedasi, diare, infeksi saluran napas atas, kelelahan, dan peningkatan risiko bunuh diri.

Referensi