Pungsi lumbal kadang dilakukan pada bayi berusia 0–60 hari yang mengalami demam karena bayi dalam kelompok usia ini sangat rentan mengalami meningitis dan tidak memiliki tanda lokalisasi. Insidensi meningitis pada neonatus terutama lebih tinggi di negara berpendapatan rendah daripada negara berpendapatan tinggi, yakni 0,8–6,1 vs. 0,3 per 1.000 kelahiran hidup.
Penyebab utama meningitis pada neonatus adalah bakteri Streptococcus grup B. Pungsi lumbal yang diikuti dengan kultur cairan serebrospinal merupakan pemeriksaan baku emas untuk mendiagnosis meningitis. Namun, prosedur ini tidak selalu dilakukan karena bersifat invasif dan berpotensi menimbulkan komplikasi seperti hipoksia dan bradikardia.[1]
Risiko Infeksi Bakteri pada Bayi
Bayi berusia <3 bulan dengan suhu badan ≥38°C sering kali sulit diidentifikasi sumber infeksinya. Sekitar 5–15% kasus merupakan infeksi bakteri yang serius seperti sepsis, meningitis, dan infeksi saluran kemih (ISK). Stratifikasi risiko perlu dilakukan untuk menentukan langkah yang diambil selanjutnya.
Pemeriksaan C-reactive protein (CRP) dan prokalsitonin dapat digunakan sebagai alternatif pendekatan risiko infeksi bakteri serius pada bayi di kelompok usia tersebut. Pemeriksaan urinalisis juga dapat dilakukan terlebih dahulu untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi saluran kemih.[2,3]
Suatu meta analisis yang melibatkan 4.191 bayi dengan demam menunjukkan bahwa bayi dengan kadar prokalsitonin dan CRP yang rendah dapat digolongkan ke dalam kelompok risiko rendah infeksi. Studi tersebut juga menyimpulkan bahwa kemungkinan meningitis terjadi bersamaan dengan infeksi lain sangat rendah, sehingga pungsi lumbal tidak perlu dilakukan jika sudah terbukti ada sumber infeksi lain seperti infeksi saluran kemih.[4]
Meta analisis lain yang melibatkan 48 studi (4.737 bayi usia 29–60 hari dengan demam) menunjukkan bahwa prevalensi meningitis bakterial hanyalah sebesar 0,25–0,44% pada kasus yang urinalisisnya positif. Namun, studi ini menyebutkan bahwa urinalisis yang negatif tidak serta merta berarti pungsi lumbal bisa langsung dilakukan.[5]
Waktu Pungsi Lumbal Dapat Dilakukan
Berdasarkan American Academy of Pediatrics (AAP), pendekatan yang dilakukan untuk bayi dengan demam perlu dibedakan berdasarkan usia bayi, yakni usia 8–21 hari, usia 22–28 hari, dan usia 29–60 hari.
Pungsi lumbal dapat langsung dilakukan pada bayi berusia 8–21 hari dengan demam tanpa bukti sumber infeksi. Sementara itu, untuk bayi berusia 22–28 hari dan 29–60 hari, pungsi lumbal dilakukan setelah urinalisis dan kultur darah tidak konklusif.[6]
Cara Menstratifikasi Risiko Infeksi pada Bayi
Kriteria Philadelphia dapat digunakan untuk menstratifikasi risiko bayi berusia ≤60 hari yang mengalami demam. Sensitivitasnya dilaporkan bisa mencapai 91,9%, sedangkan spesifisitasnya dilaporkan sebesar 34,5%.
Komponen yang dinilai dalam kriteria Philadelphia adalah usia (risiko rendah untuk usia >28 hari), riwayat penyakit sebelumnya (risiko rendah jika kondisi sebelumnya sehat), pemeriksaan fisik (risiko rendah jika tidak ada infeksi kulit atau infeksi jaringan lunak), dan pemeriksaan laboratorium (risiko rendah jika urinalisis normal, angka leukosit ≥5.000 dan ≤ 15.000, serta rasio I/T (immature to total neutrophil) <0,2.[7]
Studi retrospektif yang melibatkan 1.188 bayi usia 29–56 hari menunjukan hanya 0,08% kasus terbukti mengalami meningitis bakterial, di mana semuanya tidak memenuhi kriteria risiko rendah berdasarkan kriteria Philadelphia. Oleh karena itu, pungsi lumbal tidak perlu dilakukan pada kategori risiko rendah.
Analisis subgrup juga telah dilakukan pada studi ini, di mana 45,6% kasus yang tidak memenuhi kategori risiko rendah disebabkan oleh angka leukosit yang meningkat dan urinalisis yang abnormal.[8]
Kesimpulan
Bayi demam yang berusia 0–60 hari memiliki risiko tinggi untuk mengalami meningitis. Namun, pungsi lumbal tidak boleh langsung dilakukan secara universal pada semua bayi demam dalam kelompok usia ini. Keputusan perlu tidaknya pungsi lumbal harus didasarkan pada stratifikasi risiko infeksi masing-masing bayi.
Stratifikasi risiko dapat dilakukan dengan pemeriksaan penunjang sederhana seperti hitung leukosit, CRP, kadar prokalsitonin, urinalisis, atau dengan menggunakan kriteria Philadelphia. Pungsi lumbal dan kultur hasil cairan serebrospinal merupakan baku emas diagnosis meningitis. Namun, pemeriksaan ini bersifat invasif, sehingga harus dipertimbangkan dengan hati-hati.