Penggunaan doxycycline telah dilaporkan efektif sebagai profilaksis pasca pajanan infeksi menular seksual (IMS) seperti sifilis, klamidia, dan gonorrhea. Dengan tidak adanya vaksin dan opsi kemoprofilaksis untuk pencegahan pasca pajanan serta insiden IMS yang terus meningkat, penggunaan doxycycline diharapkan dapat menurunkan morbiditas terkait infeksi menular seksual.[1-3]
Profilaksis pasca pajanan atau postexposure prophylaxis (PEP) adalah tindakan mengonsumsi obat tertentu setelah paparan berisiko dan merupakan praktik umum dalam strategi pencegahan infeksi. Pemberian doxycycline PEP untuk pencegahan IMS telah dilakukan di beberapa negara, tetapi ada perdebatan bermakna mengenai rasio manfaat dan risiko dari tindakan ini.[3-5]
Basis Bukti Ilmiah Efikasi Doxycycline sebagai Profilaksis Pasca Pajanan Infeksi Menular Seksual
Doxycycline adalah tetrasiklin generasi kedua, spektrum menengah, yang umumnya dapat ditoleransi dengan baik. Efek samping yang sering dijumpai pada penggunaan doxycycline adalah fotosensitivitas dan gejala pencernaan termasuk ulserasi dan erosi esofagus. Efek samping yang berat tetapi jarang mencakup reaksi alergi, eksaserbasi lupus, anemia hemolitik, trombositopenia, eosinofilia, neutropenia, dan hipertensi intrakranial.[3,4,6]
Dalam konteks IMS, doxycycline digunakan sebagai terapi lini pertama atau kedua untuk sifilis dan klamidia. Seiring meningkatnya angka kejadian IMS, doxycycline semakin banyak digunakan secara off-label di beberapa negara untuk pencegahan sifilis dan IMS lain pada individu berisiko.[4]
Paparan Basis Bukti Ilmiah
Dalam sebuah studi label terbuka di San Fransisco (n=501 partisipan), pemberian doxycycline oral 200 mg dalam 24-72 jam setelah perilaku seks berisiko dilaporkan efektif menurunkan risiko klamidia, sifilis, dan gonorrhea. Perlu diketahui bahwa studi ini dilakukan pada pria yang melakukan hubungan sesama jenis (LSL), yang mana perilaku berisiko didefinisikan sebagai riwayat hubungan seks tanpa kondom secara vaginal, anal, atau oral dengan satu atau lebih partner.[2]
Hasil studi tersebut didukung oleh studi lain di Perancis (n=232 partisipan) yang juga mengevaluasi efikasi doxycycline PEP pada pria yang berhubungan seks dengan pria. Studi label terbuka ini juga menunjukkan bahwa pemberian doxycycline pasca pajanan efektif menurunkan risiko infeksi klamidia dan sifilis.[7]
Meski demikian, basis bukti efikasi doxycycline PEP pada wanita masih terbatas. Dalam sebuah studi di Kenya yang melibatkan 449 partisipan wanita, pemberian doxycycline PEP tidak ditemukan menurunkan risiko IMS secara signifikan.[1]
Pemberian Doxycycline Sebagai Profilaksis Pasca Pajanan Menurut Pedoman Klinis
Dalam publikasinya, CDC menyarankan agar dokter melakukan diskusi terkait manfaat dan risiko pemberian doxycycline PEP pada semua pasien homoseksual, biseksual, dan wanita transgender dengan riwayat terkena setidaknya satu penyakit IMS dalam 12 bulan. Karena basis bukti pada populasi selain dari LSL masih belum adekuat, CDC menyarankan agar dokter menggunakan penilaian klinis individual dan shared decision making sebelum memberikan doxycycline PEP.
Jika akan diberikan profilaksis pasca pajanan, maka doxycycline diberikan dalam dosis 200 mg, pemberian tunggal, per oral dalam 72 jam setelah melakukan perilaku seks berisiko. Kebutuhan profilaksis pasca pajanan selanjutnya perlu dievaluasi setiap 3-6 bulan.[3]
Potensi Risiko Pemberian Doxycycline Sebagai Profilaksis Pasca Pajanan
Doxycycline umumnya dapat ditoleransi dengan baik dan hanya menimbulkan efek samping ringan pada kebanyakan kasus. Meski begitu, efek samping gastrointestinal merupakan yang paling banyak dilaporkan.
Selain efek samping gastrointestinal, penggunaan doxycycline juga telah dikaitkan dengan peningkatan resistensi antibiotik. Beberapa studi menemukan tingkat Staphylococcus aureus resisten tetrasiklin yang lebih tinggi pada pasien yang mengonsumsi doxycycline. Beberapa studi lain juga menemukan adanya peningkatan isolat Neisseria gonorrhoeae yang resisten tetrasiklin dari pasien yang mengonsumsi doxycycline.[3]
Kesimpulan
Opsi pencegahan, baik vaksin atau agen kemoprofilaksis, untuk infeksi menular seksual (IMS) masih sangat terbatas. Beberapa uji klinis telah menunjukkan bahwa pemberian doxycycline pasca pajanan efektif untuk menurunkan risiko IMS (postexposure prophylaxis/PEP). Meski begitu, kebanyakan dari uji klinis ini dilakukan pada populasi pria yang berhubungan seks dengan pria (LSL), sedangkan basis bukti untuk populasi lain masih sangat kurang. Oleh sebab itu, uji klinis skala besar lebih lanjut masih diperlukan untuk memastikan untung-rugi dari penggunaan doxycycline PEP dalam pencegahan sifilis, klamidia, dan gonorrhea pada populasi selain LSL.