Menyusui telah dikaitkan dengan perbaikan kondisi mental pada ibu. Selama ini, menyusui memang banyak dianjurkan karena dianggap berkontribusi besar untuk kesehatan bayi. Meski demikian, menyusui juga memiliki banyak efek baik untuk ibu, termasuk untuk meningkatkan ikatan ibu dan anak, serta menurunkan risiko gangguan mental pada ibu seperti depresi postpartum.[1-6]
Kondisi kesehatan mental ibu dikatakan turut berperan penting terhadap terwujudnya pemberian ASI yang optimal. Meski demikian, gangguan mental kerap dialami oleh ibu yang baru melahirkan. Secara keseluruhan, gangguan mental ibu lebih sering terjadi pada 12 bulan pertama sejak melahirkan.[2,3,7]
Gangguan mental pada ibu dapat mencakup gangguan cemas, gejala depresi perinatal, trauma melahirkan yang sering berujung pada depresi postpartum, ataupun gangguan stress pasca trauma. Adanya gangguan mental pada ibu bisa menyulitkan karena beberapa faktor, salah satunya keterbatasan pilihan psikofarmaka dan juga sulitnya untuk mempertahankan kesuksesan menyusui pada ibu dengan gangguan mental.[7-10]
Kaitan Menyusui dengan Kesehatan Mental Ibu
Kesehatan mental ibu terutama di satu tahun pertama sejak melahirkan, berhubungan langsung dengan kemampuan ibu untuk menangkap, mengenali dan merespons kebutuhan bayinya dengan baik. Respons maternal atau sensitivitas maternal yang positif mempengaruhi perkembangan emosi, kognitif dan fisik bayinya di kemudian hari.[3,6]
Teori Efek Protektif Menyusui Terhadap Kesehatan Mental
Menyusui dianggap sebagai salah satu cara meningkatkan sensitivitas maternal serta berdampak protektif terhadap awitan gangguan cemas dan depresi perinatal pada ibu. Adapun teori yang mendasarinya berupa hisapan bayi dapat menstimulasi sistem endokrin untuk melepaskan oksitosin dan prolaktin yang berkaitan dengan peningkatan sensitivitas maternal dan peningkatan rasa nyaman ibu. Oksitosin juga merupakan hormon utama yang berkaitan dengan ikatan ibu-anak serta meregulasi respons kortisol terhadap stress.[3,4,6]
Kondisi menyusui juga dikatakan mampu menurunkan kadar hormon norepinefrin basal dan hormon adrenokortikotropik (ACTH). Peningkatan baik norepinefrin, ACTH dan glukokortikoid kortisol berkaitan dengan aktivasi aksis hipotalamus-pituitari-adrenal (HPA) yang merupakan jaras stres di otak, yang merupakan salah satu mekanisme timbulnya gejala kecemasan, depresi, penurunan kualitas tidur, penurunan efikasi diri ibu, dan gangguan mental lain.[3,4]
Aktivitas menyusui berkaitan juga dengan regulasi siklus tidur bangun pada ibu dan bayi, serta mampu meningkatkan efikasi diri ibu. Terpenuhinya efikasi ini berkaitan dengan mood yang lebih positif, penurunan kecemasan, dan peningkatan rasa tenang jika dibandingkan pada ibu yang memberi susu formula. Selain itu, interaksi sensorik ibu-bayi juga memberi efek positif terhadap mood maternal. Di sisi lain, status imunitas serta perkembangan emosi, fisik dan kognitif anak yang baik, juga berkaitan dengan peningkatan efikasi diri ibu.[3,4,6]
Basis Bukti Ilmiah yang Menunjukkan Manfaat Menyusui pada Kesehatan Mental Ibu
Dalam sebuah tinjauan sistematik yang mengevaluasi 36 studi, menyusui telah dikaitkan dengan luaran kesehatan mental yang lebih baik pada ibu. Dalam tinjauan ini, 29 studi yang dievaluasi melaporkan bahwa menyusui berkaitan dengan gejala gangguan mental yang lebih sedikit.[1]
Dalam tinjauan sistematik lain, durasi menyusui ditemukan berkaitan dengan risiko depresi postpartum, meskipun peneliti menyatakan bahwa kualitas buktinya belum cukup kuat. Dalam tinjauan ini, durasi menyusui yang lebih pendek ditemukan berhubungan dengan risiko depresi postpartum yang lebih tinggi.[11]
Penggunaan Psikofarmaka pada Ibu Menyusui
Sebuah studi terhadap 60 ibu menyusui yang mendapatkan psikofarmaka sejak kehamilan hingga 12 bulan masa menyusui, menunjukkan bahwa luaran kelahiran serta perkembangan bayi selama 12 bulan pertama tidak berbeda bermakna dibandingkan kelompok tanpa psikofarmaka. Adapun psikofarmaka yang dimaksud berupa amitriptyline, clomipramine, sertraline, escitalopram, dan berbagai antidepresan lain.[9]
Adapun hasil lain yang ditunjukkan penelitian tersebut adalah konsentrasi obat pada air susu yang tertinggi terdapat pada pemberian venlafaxine dan lamotrigine, sedangkan yang terendah ada pada pemberian clomipramine dan quetiapine. Perlu diingat pula bahwa waktu minum obat, dosis, dan jumlah molekul larut lemak pada psikofarmaka akan mempengaruhi kadar obat di dalam air susu ibu.[9,10]
Ketika memberikan psikofarmaka pada ibu yang menyusui, dokter perlu mempertimbangkan aspek manfaat berbanding risiko dari menyusui, efek obat, efek penyakit yang tidak diobati, potensi efek obat pada bayi, serta efek menghentikan menyusui. Pastikan bahwa seluruh alternatif pengobatan lain juga sudah dipertimbangkan, serta diskusikan pendekatan penatalaksanaan pada ibu dan keluarganya.[6-9]
Kesimpulan
Beberapa studi terbatas telah menunjukkan bahwa menyusui memiliki efek protektif pada kesehatan mental ibu. Satu tinjauan sistematik menunjukkan bahwa menyusui mampu menurunkan gejala gangguan mental pada ibu, terutama untuk depresi postpartum. Selain itu, beberapa ahli berteori bahwa menyusui dapat meningkatkan rasa tenang dan stabilitas mood ibu karena adanya pelepasan hormon menyusui yang berkaitan dengan penurunan respon stres.