Pola diet yang dikenal dengan intermittent fasting saat ini mampu menurunkan berat badan dan memiliki dampak baik terhadap metabolisme tubuh. Intermittent fasting (IF) dipercaya dapat memberikan dampak baik pada penderita dislipidemia, diabetes mellitus tipe 2, maupun penyakit jantung.[1]
Di era maju seperti sekarang, semakin mudahnya akses masyarakat untuk mendapatkan makanan yang cepat saji dan minuman yang mengandung kadar gula yang tinggi menggiring masyarakat untuk memiliki pola hidup yang tidak sehat.
Selain pola makan yang berubah, banyaknya kesibukan yang dijalani sehari-harinya menjadikan aktivitas fisik kini menjadi prioritas terbawah. Diketahui bahwa pola hidup saat ini menjadi risiko terhadap penyakit-penyakit metabolik, seperti obesitas, diabetes mellitus tipe 2, dislipidemia, penyakit jantung koroner, keganasan, gangguan respirasi, maupun kelainan jaringan otot, sendi, dan tulang.[1]
Intermittent fasting (IF) adalah salah satu contoh restriksi kalori yang saat ini banyak digunakan, karena biaya yang murah dan terbukti memiliki potensi untuk mencegah penyakit kronik seperti penyakit kardiovaskular, neurodegeneratif, dan kanker. Restriksi kalori dengan cara mengurangi jumlah kalori tanpa menyebabkan malnutrisi dapat meningkatkan kesehatan secara fisik dan menurunkan angka kejadian penyakit kronik. Pola diet yang dijalani adalah dengan membagi hari-hari puasa dan non puasa.[2]
Pola Makan Intermittent Fasting (IF)
IF dapat didefinisikan sebagai pola diet dengan periode restriksi kalori. Pola diet IF memiliki 3 metode diet. Metode pertama, juga disebut sebagai metode alternate day fasting, dimana pada hari berpuasa tidak ada makanan yang dikonsumsi, dapat digantikan dengan minum air ataupun jus, namun pada hari non-puasa, orang dapat mengkonsumsi makanan sesuai keinginan.
Metode kedua adalah modified fasting regimen, dimana pada hari berpuasa, asupan kalori dibatasi hanya 25% dari kebutuhan kalori total dan pada hari non-puasa dapat mengonsumsi makanan tanpa batasan.
Tipe ketiga, time-restricted feeding, adalah membatasi waktu makan dalam beberapa jam dalam sehari. Seseorang hanya bisa makan pada jendela waktu tertentu, seperti 16 jam puasa dan 8 jam pada jendela makan dan semakin lama jendela makan akan semakin berkurang.[1,2]
Efek Intermittent Fasting pada Metabolisme
Dampak intermittent fasting atau IF, terhadap kesehatan memiliki peran utama terhadap irama sirkadian, mikrobiota usus, dan perubahan pola perilaku.
Dampak Intermittent Fasting terhadap Irama Sirkadian
Tubuh manusia memiliki irama sirkadian yang merupakan suatu proses internal dalam tubuh yang berperan dalam pengaturan metabolisme tubuh mengikuti pola bangun dan tidur manusia, seperti contohnya sensitivitas insulin yang akan semakin berkurang sepanjang hari dan peningkatan sintesis lemak di malam hari. Irama sirkadian ini sendiri diatur oleh hipotalamus.
Perubahan dari perilaku dan kebiasaan manusia dapat berperan terhadap perubahan dari irama sirkadian, yang dapat mengubah metabolisme tubuh, termasuk didalamnya adalah pola diet intermittent fasting.
Pola diet intermittent fasting memiliki dampak dalam regulasi berat badan serta metabolisme energi yang lebih baik. Hal ini disebabkan karena waktu konsumsi makanan dibatasi per harinya dan mengikuti metabolisme tubuh yang disesuaikan dengan irama sirkadian.[2,3]
Dampak Intermittent Fasting terhadap Mikrobiota Usus
Aktivitas dari mikrobiota di traktus gastrointestinal juga mendapat dampak baik dari pola diet intermittent fasting yang dibuktikan ada penelitian meta analisis yang dilakukan oleh Patterson et al.
Diduga ada hubungan antara fungsi gastrointestinal, irama sirkadian dengan mikrobiota usus. Keragaman dari mikrobiota usus dipengaruhi oleh irama sirkadian dan sinyal makan di dalam tubuh. Berdasarkan penelitian tikus, mikrobiota usus bersifat dinamis bergantung dari keragaman komposisi makanan dan fluktasi harian.
Perubahan mikrobiota usus pada pasien obesitas menurunkan fungsi mikrobiota untuk menyerap energi dibandingkan dengan mikrobiota usus indidu normal. Perbaikan dari aktivitas mikrobiota ini berdampak positif terhadap regulasi dan stabilitas berat badan.[1,2,3]
Dampak Intermittent Fasting terhadap Perubahan Pola Perilaku
Perubahan pola perilaku juga menjadi dampak baik dari intermittent fasting. Perubahan perilaku yang signifikan digambarkan melalui perubahan dari asupan kalori per harinya.
Asupan kalori yang dibatasi melalui pola diet intermittent fasting terbukti dapat mengendalikan asupan kalori per harinya pada jangka panjang, dimana terbukti bahwa asupan kalori yang masuk menjadi cukup dan tidak berlebih, sehingga berat badan dan metabolisme tubuh akan tetap terjaga teratur.
Adanya perubahan pola asupan kalori yang juga disesuaikan dengan irama sirkadian tubuh menjadi salah satu keuntungan dari pola diet intermittent fasting, dimana pasien dapat melakukan aktivitas sehari-hari tanpa mengeluh rasa lapar maupun keinginan berlebih untuk mengonsumsi makanan. Selain itu, pola diet ini dapat menjaga berat badan dan pola makan dalam jangka panjang, tanpa adanya efek samping yang bermakna.
Efek samping dari pola diet intermittent fasting ini yang tersering dilaporkan adalah rasa lemas, sedikit pusing, dan konstipasi. Namun, tentunya karena adanya keterbatasan dari jam makan yang diberikan, pola diet intermittent fasting tidak bisa dijalani pada pasien-pasien tertentu.
Pasien-pasien yang memiliki kebutuhan untuk mengonsumsi makanan secara teratur, seperti pasien diabetes tipe I, pasien hamil dan menyusui, populasi lanjut usia yang terkait dengan pengobatan rutin yang membutuhkan konsumsi makanan sebelum konsumsi obat tidak dapat menjadikan intermittent fasting sebagai pola diet.[1,2,3]
Efek Intermittent Fasting terhadap Kesehatan
Pola diet intermittent fasting memiliki dampak baik pada penurunan berat badan, metabolisme lemak, sensitivitas insulin, serta efek kardioproteksi. Peningkatan prevalensi penyakit metabolik saat ini menjadikan pola diet intermittent fasting menjadi sebuah solusi terhadap hal ini.
Sebuah meta analisis mendapati bahwa pada populasi yang terbiasa dengan pola intermittent fasting didapati 35% lebih sedikit untuk menderita penyakit arteri koroner dan 44% lebih sedikit mengidap diabetes tipe 2.[1-5]
Efek Intermittent Fasting pada Penurunan Berat Badan
Berdasarkan studi kohort yang dilakukan oleh Malinowski, didapatkan bahwa penurunan berat badan pada pola diet intermittent fasting didapatkan sekitar 2.5– 9.9% dan terbukti dalam menurunkan massa lemak. Hasil ini didapati pada responden penelitian yang menjalani program diet selama 12 minggu.
Selain itu, penelitian ini juga melaporkan adanya penurunan berat badan, massa lemak, dan lingkar pinggang pada orang yang menjalani pola diet ini. Dibanding dengan pola diet lainnya, penurunan dari berat badan dan massa lemak didapati lebih tinggi pada pola diet intermittent fasting.[5]
Berdasarkan telaah sistemik yang dilakukan oleh Ganesan et al, umumnya melalui intermittent fasting, penurunan berat badan akan stabil menurun selama 6 bulan dan akan menetap setelahnya.
Total penurunan berat badan dilaporkan 3 - 4 kg dalam waktu 12 minggu. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Bhutani pada tahun 2018, pola diet intermittent fasting akan memberikan hasil yang lebih baik apabila dikombinasikan dengan olahraga 3 kali dalam seminggu. Hasil ini sudah dibuktikan melalui studi yang dilakukan selama 12 minggu.[1]
Pada kondisi obesitas, beberapa systematic review melaporkan pola diet intermittent fasting dapat digunakan untuk menurunkan berat badan jangka pendek dan dapat mempertahankan berat badan jangka panjang.[1,4]
Efek Intermittent Fasting pada Metabolisme Lemak
Sel lemak dalam tubuh dapat dijadikan sebagai cadangan energi untuk beraktivitas. Glukosa umumnya menjadi sumber energi utama dalam tubuh, namun pada kondisi puasa, sel lemak dijadikan sebagai energi cadangan dikarenakan glukosa tidak dapat digunakan sebagai energi pada kondisi puasa.
Hal ini disebut sebagai proses glukoneogenesis dimana salah satunya mengubah cadangan energi dari glukosa menjadi pemecahan asam lemak bebas menjadi keton dan sumber energi tubuh.[4,5]
Adanya pola makan yang diubah mengikuti pola intermittent fasting membuat tubuh mengalami perubahan dari metabolisme lipid. Perubahan dari metabolisme lipid ini yang digunakan menjadi sumber energi memberikan dampak baik dengan adanya penurunan berat badan dan massa lemak sekitar 8%. Penurunan massa lemak yang dihasilkan juga disertai dengan penurunan kadar trigliserida dan kadar LDL.[4,5]
Selain itu, adiposit mensekresikan hormone leptin yang mempengaruhi pola makan pada seseorang. Kadar leptin didapatkan meningkat pada orang yang memiliki obesitas, serta berkorelasi terhadap peningkatan dari kadar kolesterol total, trigliserida, tekanan darah, dan efek inflamasi pada pembuluh darah.
Pola diet intermittent fasting terbukti dapat menurunkan konsentrasi leptin yang juga berperan dalam menurunkan kadar kolesterol dan menurunkan risiko penyakit metabolik.[4,5]
Melalui penelitian yang telah dijalankan selama 12 minggu, didapatkan adanya penurunan dari massa lemak, penurunan C-reactive protein (CRP), penurunan leptin dan triasilgliserol. Namun, tidak adanya perubahan dari kadar high-density lipoprotein (HDL).[1]
Berdasarkan studi metaanalisis terhadap berbagai studi randomized control trial (RCT), IF diketahui memberi perbaikan pada kelompok perlakuan terkait faktor risiko kardiometabolik, termasuk berat badan, lingkar pinggang, massa lemak, indeks massa tubuh, tekanan darah, kolesterol total, kadar insulin puasa, perbaikan resistensi insulin, dibanding pada kelompok kontrol. Hanya saja, efek IF terhadap kadar LDL maupun HDL dinilai tidak signifikan.[9]
Efek Intermittent Fasting pada Penderita Diabetes
Intermittent fasting memiliki hasil yang baik dikarenakan terbukti dapat menurunkan kadar HbA1C pada pasien diabetes tipe 2. Secara statistik penurunan kadar HbA1C tidak signifikan, namun mengingat adanya medikasi yang perlu diberikan dan disesuaikan dengan kondisi pasien, pola diet intermittent fasting aman untuk dijalankan bagi penderita diabetes tipe 2.[4]
Selain itu, yang menjalani pola diet ini mengalami perbaikan sensitivitas insulin. Hal ini didukung oleh penelitian oleh Halberg et al. yang menyatakan pria sehat yang menjalani diet alternate day fasting (ADF) mengalami perbaikan sensitivitas insulin yang dinilai melalui peningkatan signifikan glucose infusion rate, adiponectin, dan menghambat lipolisis yang dimediasi oleh insulin.[6]
Pada pasien DM tipe II, penggunaan obat antidiabetes ini dapat disesuaikan dengan pola diet intermittent fasting, dimana pada saat hari berpuasa, sebaiknya dosis dari obat golongan sulfonilurea atau penggunaan insulin dikurangi dosisnya atau diberhentikan terlebih dahulu, dan penggunaan terapi ini dapat dilanjutkan pada hari-hari selanjutnya dimana tidak ada jadwal puasa.
Sebaiknya perubahan dosis ini dilakukan oleh dokter terkait dan ahli gizi untuk mengurangi efek samping yang ditimbulkan dari obat.[3,6]
Efek Intermittent Fasting pada Kardiovaskular
Efek kardioproteksi dari diet intermittent fasting didapat dari peningkatan konsentrasi adiponektin, penurunan konsentrasi dari kadar low-density lipoprotein (LDL), dan adanya kontrol glikemik yang dihasilkan dari pola intermittent fasting.
Adanya efek positif dari pola diet intermittent fasting dibuktikan dapat melindungi otot miokardium dari inflamasi dan kerusakan seluler yang umumnya diakibatkan karena iskemia akibat penumpukan plak pada pembuluh darah koroner.[1,4,5]
Aterosklerosis menjadi salah satu penyebab penyakit jantung yang memiliki dampak fatal, yaitu serangan jantung dan kematian. Aterosklerosis sendiri merupakan suatu proses inflamasi kronik yang terjadi pada pembuluh darah jantung, diakibatkan karena adanya penumpukan sel lemak yang membentuk plak pada pembuluh darah.
Adiponektin yang merupakan protein plasma pada sel lemak memiliki efek anti inflamasi dan memberikan efek kardioproteksi dengan menghambat penempelan sel lemak pada dinding pembuluh darah jantung.
Hubungan antara pola diet intermittent fasting dengan peningkatan kadar adiponektin sudah terbukti pada penelitian-penelitian in vitro yang telah dilakukan. Sehingga, pola diet intermittent fasting memberikan efek kardioproteksi terhadap perubahan dari metabolisme lemak yang ditimbulkan.[3,4,5]
Pada penelitian yang dilakukan pada tikus dengan kondisi infark miokard, intermittent fasting melindungi jantung dengan cara mengurangi ukuran infark, mengurangi apoptosis, mengurangi inflamasi miosit, dan mencegah remodeling jantung post infark. Efek ini dikarenakan peningkatan level serum adiponektin yang terbukti melindungi jantung dari kondisi cedera iskemik.
Intermittent fasting juga menunjukkan efek yang baik pada kondisi post infark, dimana selain mencegah remodeling jantung, intermittent fasting juga memperbaiki fungsi kerja jantung, menstimulasi angiogenesis, dan menurunkan apoptosis sel yang ada di perbatasan daerah yang mengalami iskemik.
Saat fase iskemik – reperfusi, intermittent fasting mencegah kerusakan sel otot jantung dengan cara merestorasi gangguan di autophagic flux dengan cara menstimulasi gen TFEB, yang merupakan regulator master dari autophagy-lysosome gene expression network. Hal ini membuktikan bahwa intermittent fasting memiliki efek proteksi jantung saat terjadi keadaan iskemik.[4,6]
Diet intermittent fasting juga terbukti memiliki manfaat dengan menurunkan tekanan darah dan angka kejadian hipertensi. Mekanismenya adalah dengan cara meningkatkan aktivitas parasimpatik di otak, meningkatkan ekskresi norepinefrin di ginjal, dan meningkatkan sensitivitas ANP dan insulin.
Selain itu intermittent fasting juga menurunkan denyut nadi melalui mekanisme yang sama yakni dengan meningkatkan aktivitas parasimpatik di otak. Efek ini dapat bertahan selama diet intermittent fasting dilakukan, namun tidak dapat dipertahankan setelah diet dihentikan.[3,4]
Perbandingan Pola Diet Intermittent Fasting dan Pola Diet Lainnya
Pola diet lainnya yang sering dijalani untuk menurunkan berat badan adalah pola continuous energy restriction (CER), dimana pada pola ini asupan kalori harian dibatasi setiap harinya menjadi 15%-60% dari total kalori awal.
Penurunan berat badan yang diikuti selama 24 bulan dengan 2 tipe pola diet berbeda, yaitu IF dengan CER tidak memberikan hasil yang berbeda secara signifikan terhadap perubahan berat badan dan stabilitas berat badan yang dialami oleh para responden.
Penurunan berat badan pada kedua tipe diet memiliki hasil yang serupa, dimana juga kedua pola diet memiliki efek baik terhadap kesehatan sistem kardiovaskular dan memiliki efek jangka panjang.[1,7,8]
Pada beberapa sumber penelitian, seperti penelitian yang dilakukan oleh Ganesan et al didapati bahwa dengan pola diet CER, didapati kesulitan untuk dijalani dikarenakan setiap harinya cenderung merasa lemas dan harus menghitung kebutuhan kalori per setiap makanan yang akan dikonsumsi, dan dalam waktu lama membuat orang yang menjalani cenderung makan melebihi kalori atau makan makanan tambahan.
Selain itu pada penelitian yang sama, serta penelitian yang dilakukan oleh Stockman et al pada tahun 2018 juga didapatkan bahwa dibandingkan dengan pola diet IF, pola diet CER membuat rasa lapar semakin tinggi dan orang cenderung untuk mengkonsumsi makanan tambahan atau camilan.
Hal ini dikarenakan pada pola IF, orang dapat makan sesuai yang diinginkan pada hari yang tidak berpuasa. Berbeda dengan penelitian lainnya, penelitian yang dilakukan secara kohort oleh Sundfor et al, menyatakan bahwa rasa lapar lebih dirasakan pada responden yang menjalani pola diet IF.[1,7,8]
Kesimpulan
Intermittent fasting terbukti dalam menurunkan berat badan dan memiliki dampak baik terhadap metabolisme tubuh. Hal ini terkait dengan pola diet intermittent fasting yang dapat disesuaikan dengan irama sirkadian, microbiota gastrointestinal, dan asupan kalori sehingga dapat menjaga berat badan dalam jangka panjang.
Intermittent fasting terbukti memiliki dapat menurunkan berat badan. Hal ini berhubungan dengan penurunan risiko obesitas, kejadian kardiovaskular, maupun diabetes.
Penelitian pada manusia dan hewan menunjukan IF dapat menurunkan risiko tersebut dengan cara menurunkan kadar adiponektin sehingga memiliki efek kardioproteksi, meningkatkan sensitivitas insulin, dan menurunkan massa lemak, termasuk didalamnya kadar kolesterol dan trigliserida.
Hingga saat ini belum adanya penelitian yang membuktikan pola diet yang lebih superior antara satu dengan yang lainnya. Pola diet intermittent fasting dengan pola diet continuous energy restriction terbukti dalam menurunkan berat badan, namun pemilihan pola diet ini dapat disesuaikan dengan kondisi klinis pasien, seperti riwayat penyakit dan pengobatan sebelumnya.
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri