Diet Ketogenik pada Diabetes dan Obesitas

Oleh :
dr. William Alexander Setiawan, SpOG

Diet ketogenik, yang telah lama digunakan dalam manajemen epilepsi anak, sekarang sering digunakan dalam perawatan obesitas dan diabetes. Namun, hingga kini masih ada ketidakpastian terkait penempatan terbaik diet ketogenik dalam terapi diabetes dan obesitas.

Diet ketogenik adalah diet tinggi lemak, cukup protein, dan rendah karbohidrat. Dengan asupan karbohidrat yang tidak memadai, tubuh akan lebih dominan membakar lemak dibandingkan karbohidrat untuk menghasilkan energi. Hepar akan mengubah lemak menjadi asam lemak dan menghasilkan benda keton yang kemudian menggantikan glukosa sebagai sumber energi utama. Akumulasi keton dalam darah ini juga dikenal sebagai ketosis. [1]

obesitydiabeticcomp

Fisiologi Diet Ketogenik

Glukosa dan asam lemak dimetabolisme menjadi asetil-KoA untuk memasuki siklus asam sitrat dengan kondensasi oksaloasetat. Akibat kadar karbohidrat yang rendah dan mengakibatkan penurunan glikolisis, oksaloasetat tidak tersedia untuk berkondensasi dengan asetil-KoA yang dihasilkan oleh metabolisme asam lemak. Hal ini menyebabkan hambatan asetil-KoA ke ketogenesis dan menghasilkan akumulasi keton.

Benda keton yang disintesis dalam tubuh adalah β-hydroxybutyrate, acetoacetate, dan acetone, yang juga dapat melewati sawar darah-otak untuk menyediakan sumber energi alternatif bagi otak. Jantung, otot, dan korteks ginjal dapat dengan mudah memanfaatkan benda keton, sementara otak hanya dapat menggunakan keton dalam kondisi lapar yang berkepanjangan. [2]

Penumpukan keton tergantung pada beberapa parameter fisiologis seperti persentase lemak tubuh, indeks massa tubuh, dan laju metabolisme basal. [1] Diet ketogenik cukup aman karena konsentrasi keton pada orang yang menjalani diet ini jauh lebih rendah dibandingkan konsentrasi yang terlihat pada ketoasidosis diabetik dan tidak terkait dengan perubahan pH darah. [3] Diet ketogenik dapat mendukung lebih banyak fat loss dengan mempertahankan lean body mass. Efek ini sebagian dimediasi oleh penurunan kadar insulin plasma. [4]

Efek Diet Ketogenik pada Diabetes

Berbagai modifikasi diet telah dipelajari untuk meningkatkan kontrol glikemik pada pasien diabetes, seperti diet rendah kalori, diet rendah lemak, diet rendah protein, diet tinggi protein, dan diet rendah glycemic load. Karena karbohidrat merupakan makronutrien utama yang meningkatkan kadar glukosa darah, beberapa penelitian mencoba mengurangi jumlah karbohidrat dalam makanan untuk melihat efeknya terhadap glycemic load, obat antidiabetes, dan dosis obat. [7]

Pada pasien obesitas dengan diabetes mellitus (DM) tipe 2, studi menunjukkan bahwa diet rendah energi tinggi ketogenik menurunkan kadar gula darah puasa, tes toleransi glukosa oral, dan meningkatkan kontrol glikemik. [8] Diet ketogenik tinggi protein rendah karbohidrat mengurangi rasa lapar dan menurunkan asupan makanan. [9]

Diet ketogenik juga dilaporkan secara signifikan bermanfaat dalam meningkatkan kontrol glikemik, menghilangkan atau mengurangi kebutuhan terhadap obat antidiabetes, meningkatkan kolesterol HDL, serta menurunkan berat badan pada individu yang overweight dan obesitas dalam 24 minggu dibandingkan dengan diet rendah indeks glikemik. [10] Namun, diet ketogenik tidak memiliki manfaat dalam mencegah penurunan fungsi sel β pankreas dan tidak meningkatkan fungsi sekresi insulin atau massa sel β. [11]

Pada pasien dengan diabetes, pembatasan karbohidrat dapat meningkatkan risiko hipoglikemia, terutama pada pasien yang diobati dengan insulin dan insulin sekretorik. Oleh karena itu, modifikasi dosis obat dianjurkan sebelum memulai diet ketogenik, serta tergantung pada kontrol glikemik dan jenis obat antidiabetes yang digunakan pasien. [12]

Efek Diet Ketogenik Pada Obesitas

Pada pasien obesitas, diet ketogenik dilaporkan mampu menghasilkan penurunan berat badan yang lebih besar dibandingkan dengan diet seimbang lainnya. [13] Penurunan berat badan yang lebih banyak ini diduga disebabkan oleh rasa lapar yang lebih terkendali akibat efek kenyang yang lebih lama dari protein, efek penekanan nafsu makan langsung dari benda keton, dan perubahan sirkulasi beberapa hormon seperti ghrelin dan leptin yang mengendalikan nafsu makan. [14] Mekanisme lain yang diduga berperan adalah penurunan lipogenesis, peningkatan lipolisis, peningkatan metabolisme glukoneogenesis, dan efek termal dari protein. [15]

Sebuah studi menunjukkan bahwa diet ketogenik jangka pendek dengan nutrisi oral yang hampir bebas karbohidrat dapat secara efektif mengurangi berat badan, lingkar pinggang, tekanan darah, dan resistensi insulin pada pasien obesitas yang sehat. Diet ini secara signifikan mengurangi kadar kolesterol, glukosa darah, berat badan, dan indeks massa tubuh. [16]

Efek Samping Diet Ketogenik

Efek samping ringan diet ketogenik antara lain sakit kepala, konstipasi, dan insomnia. Kadar medium-chain triglycerides yang tinggi pada diet ketogenik dapat menyebabkan gangguan pencernaan seperti kram perut, diare, dan muntah. [6]

Efek samping sedang yang bisa timbul adalah dislipidemia, defisiensi mineral, asidosis metabolik, dan peningkatan risiko terbentuknya batu ginjal. Diet ketogenik juga dapat menyebabkan peningkatan trigliserida dalam jangka waktu 6 bulan.

Efek samping berat dari diet ketogenik berkaitan dengan peningkatan kadar keton darah yang dapat menyebabkan komplikasi dengan meningkatkan redox imbalance dan risiko morbiditas serta mortalitas pada pasien diabetes. [17]

Studi pada tikus menunjukkan bahwa diet ketogenik jangka panjang dapat menyebabkan intoleransi glukosa terkait dengan insufisiensi sekresi insulin, resistensi insulin, dan berkurangnya massa sel β dan α. [18] Selain itu, terdapat risiko peningkatan lemak visceral dan sumsum tulang, peningkatan leptin, penurunan kadar insulin-like growth factor 1, penurunan densitas mineral tulang, serta penurunan faktor transkripsi yang memicu osteoblastogenesis. [19]

Suplementasi kalsium, selenium, zinc, vitamin D, dan alkali oral dapat mengurangi insidensi defisiensi nutrisi dan batu ginjal. Obat H2-blocker atau proton pump inhibitor dapat digunakan untuk mencegah dismotilitas gastrointestinal dan refluks gastroesofageal. Efek samping konstipasi dapat dicegah dengan konsumsi sayuran tinggi serat, minum yang cukup, dan penggunaan laksatif jika perlu. [6]

Kontraindikasi Diet Ketogenik

Adaptasi metabolik terhadap diet ketogenik mengakibatkan pergeseran sumber energi utama, dari karbohidrat menjadi lipid. Dengan demikian, pasien dengan gangguan metabolisme lemak dapat mengalami krisis katabolik yang berat. Oleh karena itu, sebelum memulai diet ketogenik, perlu dilakukan skrining untuk gangguan transportasi asam lemak dan oksidasi, terutama untuk anak-anak dengan kejang dan kelainan perkembangan. Diet ketogenik juga dikontraindikasikan pada porfiria dan pasien dengan defisiensi enzim piruvat karboksilase. [6]

Kesimpulan

Diet ketogenik adalah diet tinggi lemak, cukup protein, dan rendah karbohidrat. Dengan asupan karbohidrat yang tidak memadai, akan terjadi pergeseran sumber energi utama dari karbohidrat menjadi lemak. Pada pasien diabetes, studi yang ada menunjukan bahwa diet ketogenik mampu menurunkan kadar gula darah, meningkatkan kontrol glikemik, menurunkan kebutuhan terhadap obat antidiabetes, meningkatkan kadar kolesterol HDL, dan menurunkan berat badan.

Pada pasien obesitas, studi yang ada menunjukkan bahwa diet ketogenik mampu mengurangi berat badan, lingkar pinggang, tekanan darah, dan memperbaiki resistensi insulin. Walaupun begitu, diet ketogenik juga berkaitan dengan berbagai efek samping. Oleh karena itu, masih diperlukan studi lebih lanjut untuk menilai efek jangka panjang, dampak klinis, keamanan, tolerabilitas, efikasi, dan durasi optimal diet ketogenik.

Referensi