Kualitas hasil non-invasive prenatal testing (NIPT) sebagai metode skrining kelainan genetik janin dapat ditingkatkan melewati berbagai faktor. Metode NIPT merupakan inovasi dalam bidang diagnostik prenatal yang menggunakan darah ibu untuk menentukan abnormalitas kromosom fetus. Pemeriksaan ini sangat benefisial, terutama bagi kelompok dengan risiko tinggi kelainan kongenital untuk mempersiapkan persalinan dan manajemen lanjut postpartum.
Sekilas Mengenai Non-Invasive Prenatal Testing
Non-invasive prenatal testing (NIPT) telah diperkenalkan secara luas di Amerika Serikat pada 2011 dan telah digunakan dalam skala global sejak 2018. Pemeriksaan ini menggunakan cell-free fetal DNA (cffDNA) yang beredar dalam darah ibu, yang berasal dari sel trofoblas plasenta.[1,2,9]
Keberadaan cffDNA dalam plasma ibu dapat diidentifikasi mulai usia kehamilan 5–7 minggu, kemudian meningkat 0,1–1% dari jumlah awal berdasarkan usia gestasi. Pemeriksaan NIPT dapat dilakukan mulai dari usia kehamilan 9–10 minggu, di saat jumlah fetal fraction (FF) cukup untuk mendeteksi adanya variasi genetik. Persentase FF dalam sirkulasi mencapai 3–13% dari total cfDNA.
Pemeriksaan NIPT dapat dilakukan sebagai penapisan dengan sensitivitas tinggi terhadap kelainan genetik, seperti trisomi 21 (sindrom Down), trisomi 18 (sindrom Edwards), trisomi 13 (sindrom Patau). NIPT juga dapat membantu diagnosis kelainan kromosom lain, termasuk kromosom seks, seperti 45,X (sindrom Turner), 47,XXY (sindrom Klinefelter), 47,XYY, dan 47,XXX (sindrom triple X).[1–3,14]
Kelebihan pemeriksaan NIPT
Kelebihan utama pemeriksaan NIPT adalah sampel yang menggunakan darah ibu, sehingga kurang invasif dibandingkan dengan pemeriksaan lainnya. Pemeriksaan lain yang digunakan dalam penapisan kelainan genetik, seperti chorionic villus sampling (CVS) dan amniocentesis, membutuhkan metode invasif.
Meskipun jarang, metode invasif lebih berisiko komplikasi, seperti abortus spontan. Dengan risiko sampling yang lebih rendah, NIPT mampu memberikan hasil dengan spesifisitas, sensitivitas, positive predictive value, dan negative predictive value yang cukup reliable.[4–6]
Studi Mengenai Non-Invasive Prenatal Testing
Berbagai studi telah dilakukan untuk mengevaluasi sensitivitas, spesifisitas, positive predictive value (PPV) dan negative predictive value (NPV) dari non-invasive prenatal testing (NIPT). Studi-studi tersebut menilai kualitasnya dalam melakukan penapisan diagnosis trisomi 21, 18, dan 13, serta kelainan kromosom.
Studi Akurasi NIPT dalam Penapisan Trisomi 21, 18, dan 13
Sebuah studi dilakukan oleh Xiang, et al terhadap lebih dari 1,8 juta ibu hamil di Tiongkok untuk menilai kemampuan NIPT dalam deteksi tiga trisomi paling umum, yaitu trisomi 21, 18, dan 13. Studi ini menemukan sensitivitas dan spesifisitas NIPT yang tinggi, yaitu 99,60% dan 99,90% untuk trisomi 21, 99,14% dan 99,94% untuk trisomi 18, dan 100% dan 99,95% untuk trisomi 13.
Positive predictive value (PPV) bervariasi berdasarkan indikasi diagnosis klinis. Nilai PPV tertinggi sebesar 73,09% pada trisomi 21 pada kelompok dengan “usia kehamilan lanjut”. Sedangkan nilai PPV tertinggi untuk trisomi 18 adalah 58,33% dan 47,37% untuk trisomi 13 pada kehamilan dengan “penebalan nuchal”.[7]
Studi serupa juga dilakukan oleh Kim, et al. terhadap 1.055 ibu hamil di Korea Selatan. Pada studi, sensitivitas NIPT sebesar 100% untuk trisomi 21, 92,9% untuk trisomi 18, dan 100% untuk trisomi 13. Spesifisitas NIPT ditemukan sebesar 99,9% untuk trisomi 21, 100% untuk trisomi 18, dan 99,9% untuk trisomi 13. Nilai PPV pemeriksaan NIPT ditemukan bervariasi dari 90,0% hingga 100%.[]
Studi mengenai penggunaan NIPT dilakukan oleh Phan et al. dilakukan pada 130 sampel. Berdasarkan hasil studi, sensitivitas dan spesifisitas NIPT untuk trisomi 21 adalah 99,5% dan 100%, trisomi 18 adalah 96,2% dan 99,7%, sedangkan trisomy 13 adalah 81,4% dan 99,9%.[15]
Studi Akurasi NIPT dalam Penapisan Abnormalitas Kromosom
Zheng et al. melakukan studi yang melibatkan sekitar 20.600 sampel ibu hamil yang diambil pada usia gestasi 18±5 minggu. Pada studi ini, NIPT memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang baik dalam deteksi abnormalitas kromosom dari genom fetus dengan panjang >300 Kb, termasuk mikrodelesi dan mikroduplikasi.[12]
Dalam penapisan aneuploidi kromosom seks, sensitivitas NIPT mencapai 100%, dengan spesifisitas 99,82% dan PPV 46,38%. Sedangkan sensitivitas dan spesifisitas NIPT dalam diagnosis aneuploidi kromosom lainnya mencapai 100% dan 99,95%. Dalam mengidentifikasi sekuen genom yang mengalami repeat atau copy number variants (CNVs), sensitivitasnya mencapai 100% dan 99,95% dengan PPV 8%.
Studi ini juga menilai sensitivitas dan spesifisitas NIPT untuk trisomi 21 (100% dan 99.9%), trisomi 18 (100% dan 99,94%), serta trisomi 13 (100% dan 99,96%). Akan tetapi, beberapa varian genetik yang teridentifikasi pada studi ini pada akhirnya merupakan mutasi genetik normal dan secara klinis tidak signifikan.[12]
Berbagai Faktor yang Memengaruhi Kualitas Hasil Non-Invasive Prenatal Testing
Berbagai faktor yang memengaruhi hasil non-invasive prenatal testing (NIPT) meliputi kualitas sampel darah maternal, algoritma bioinformasi, serta kualitas laboratorium dan sumber daya manusia.
Kualitas Sampel Darah Maternal
Kualitas sampel darah maternal terutama ditentukan oleh nilai rasio cffDNA dalam darah dibandingkan dengan keseluruhan cfDNA, atau disebut juga dengan fetal fraction (FF). Kualitas hasil NIPT sangat dipengaruhi oleh tinggi rendahnya persentase FF. Nilai FF 2–4% merupakan batas minimum untuk mendapatkan interpretasi NIPT yang akurat. Persentase FF pada sampel darah maternal terutama dipengaruhi oleh faktor maternal dan fetal.[2–4,9]
Faktor Maternal:
Salah satu faktor yang mempengaruhi FF adalah indeks massa tubuh (IMT) ibu hamil. Peningkatan IMT pada masa kehamilan berhubungan dengan cfDNA yang lebih tinggi akibat inflamasi dan nekrosis adiposit, tetapi nilai cffDNA tetap atau menurun. Maka dari itu, nilai rasio FF akan lebih rendah seiring dengan peningkatan IMT ibu hamil.[2–4,9]
Faktor ras juga dapat mempengaruhi FF, di mana ibu hamil dengan ras Afrika dan Asia Selatan cenderung nilai FF yang lebih rendah. Nilai FF yang lebih rendah juga ditemukan pada kehamilan dengan assisted reproductive technology, seperti fertilisasi in vitro dengan kehamilan tunggal.
Selain itu, konsumsi low-molecular weight heparin (LMWH), konsumsi >2 jenis obat saat hamil, dan riwayat penyakit saat kehamilan juga berhubungan dengan penurunan FF. Beberapa penyakit maternal yang berhubungan dengan nilai FF adalah hipertensi, defisiensi vitamin B12 dan systemic lupus erythematosus (SLE).[2–4,9,13]
Faktor Fetal:
Selain faktor ibu, faktor janin juga dapat mempengaruhi nilai FF. Nilai FF akan meningkat seiring dengan bertambahnya usia kehamilan. Laju peningkatan nilai FF pada trimester pertama lebih rendah daripada trimester kedua, di mana umumnya FF mulai terdeteksi pada usia kehamilan 5–7 minggu. Setelah usia kehamilan 21 minggu, kenaikan FF mencapai 1% per minggu. Selain itu, janin berjenis kelamin perempuan berhubungan dengan nilai FF yang lebih tinggi.[2–4,9]
Algoritma Bioinformasi
Metode analisis bioinformasi tertentu dapat memengaruhi perhitungan FF. Metode perhitungan fetal fraction (FF) dapat berupa Y Chromosome, FetalQuant, SeqFF, methylation, cfDNA fragment size, dan nucleosome track. Setiap metode memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.[9–11]
Perhitungan dengan metode tertentu, seperti cfDNA fragment size dan nucleosome track, dapat memiliki akurasi yang sedang hingga rendah, tetapi metode ini lebih mudah dan sederhana karena membutuhkan sequencing yang tidak dalam. Y chromosome merupakan metode yang sederhana dan akurat, namun hanya dapat digunakan pada janin laki-laki.
Metode FetalQuant dapat memberikan hasil yang akurat, namun membutuhkan sequencing dalam dan biaya yang lebih mahal. Selain itu, ada pula metode dengan algoritma triSure di mana dilakukan penilaian ukuran fragmen janin dan ibu untuk mendeteksi kelainan kromosom baik pada ibu maupun janin dengan metode yang lebih sederhana dan akurasi yang baik.
Dengan kelebihan dan kekurangan berbagai metode ini, disarankan untuk menggunakan beberapa metode dalam penilaian FF. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan akurasi dalam perhitungan nilai FF.[4–11,15]
Kualitas Laboratorium dan Sumber Daya Manusia
Laboratorium yang melakukan pemeriksaan NIPT juga harus memiliki kemampuan penyimpanan dan pengelolaan sampel yang baik. Sampel plasma yang akan dilakukan ekstraksi DNA harus disimpan dalam suhu –25oC. Pada suhu tersebut, sampel DNA dapat bertahan tanpa perubahan bermakna selama 18 bulan. Akan tetapi, sampel plasma akan mengalami penurunan fetal fraction (FF) setelah 24 bulan penyimpanan.[2–4,9]
Selain itu, penggunaan tabung konvensional K3EDTA berhubungan dengan penurunan kadar cffDNA secara drastis hingga 48,5% setelah 48 jam dan 66% setelah 72 jam. Tabung yang menjadi pilihan terbaik dalam menyimpan sampel NIPT adalah STRECK BCT. Meskipun kadar cffDNA juga mengalami penurunan dalam penyimpanan dengan tabung STRECK BCT, laju penurunan ini tidak sebesar tabung K3EDTA.[2–4,9]
Tidak hanya itu, kualitas sumber daya manusia dalam laboratorium juga diketahui memengaruhi kualitas hasil. Pemindahan sampel yang berlebihan dan kelalaian dalam menjaga suhu penyimpanan sampel dapat merusak dinding leukosit dalam sampel dan melepaskan cfDNA, sehingga nilai FF akan menurun. Variasi antar operator yang memeriksa sampel juga dapat terjadi. Variasi ini dapat diminimalisir dengan pelatihan handling sampel untuk operator pemeriksaan NIPT.[2–4,9]
Kesimpulan
Non-invasive prenatal testing (NIPT) merupakan inovasi yang benefisial dalam skrining diagnosis prenatal. Pemeriksaan ini tidak memerlukan tindakan invasif, di mana kelainan kromosom janin dapat dideteksi hanya dengan menggunakan sampel darah ibu. Risiko pemeriksaan rendah ini disertai dengan sensitivitas, spesifisitas, dan positive predictive value yang tinggi.
Kualitas hasil NIPT dapat dimaksimalkan dengan memperhatikan faktor kualitas sampel darah maternal, algoritma bioinformasi, serta kualitas laboratorium dan sumber daya manusianya. Kualitas sampel darah maternal dapat dipengaruhi oleh indeks massa tubuh, ras, riwayat penyakit terkait kehamilan, hingga riwayat konsumsi obat tertentu.
Pemilihan metode algoritma bioinformasi dilakukan dengan mempertimbangkan biaya dan kebutuhan pasien. Direkomendasikan untuk menggunakan lebih dari satu algoritma agar kalkulasi fetal fraction dan akurasi pemeriksaan meningkat. Selain itu, peningkatan kualitas laboratorium melalui standar operasional prosedur (SOP) dari pemilihan jenis tabung, suhu penyimpanan, serta pelatihan handling sampel untuk operator dapat mengoptimalisasi kualitas hasil NIPT.