Kajian Etik Pemberian Second Opinion oleh Dokter

Oleh :
Josephine Darmawan

Dalam praktik klinis, dokter mungkin berhadapan dengan pasien yang meminta second opinion atau opini kedua tentang masalah kesehatannya. Hal ini merupakan salah satu perubahan yang terjadi pada layanan medis akhir-akhir ini, yaitu perubahan layanan yang bersifat paternalistik menjadi lebih terpusat pada pasien atau patient-centered.

Pencarian second opinion bahkan disarankan oleh lembaga-lembaga kesehatan di beberapa negara maju. Akan tetapi, hal ini sering menjadi momok tersendiri bagi dokter. Beberapa dokter mungkin merasa tersinggung jika pasiennya mencari opini kedua, terutama jika hal ini dilakukan secara mandiri tanpa anjuran dokter yang bersangkutan. Di sisi lain, second opinion merupakan hak pasien, seperti tertulis dalam Declaration of Lisbon on the Rights of the Patient, World Medical Association, 2017.[1-3]

Pemberian second opinion juga menjadi sulit dilakukan karena berpotensi menimbulkan konflik antar sejawat, terutama jika terjadi kesalahan dalam diagnosis pertama dan cara berkomunikasi yang kurang baik. Untuk menghindari hal-hal ini, konsep tentang opini kedua harus diketahui oleh dokter dengan baik.[1,2,4]

Referensi