Kerahasiaan Pasien: Etika Medis dan Kewajiban Hukum

Oleh :
dr. Airin Que, Sp.FM

Menjaga kerahasiaan pasien merupakan etika medis dan kewajiban hukum seorang dokter. Di Indonesia, rahasia kedokteran telah diatur dalam peraturan perundang-undangan dan turunannya. Selain itu, Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dalam bentuk Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki) juga mengatur tentang rahasia kedokteran.

Rahasia kedokteran adalah data dan informasi tentang kesehatan seseorang yang diperoleh tenaga kesehatan pada waktu menjalankan pekerjaan atau profesinya (definisi berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 36 tahun 2012 tentang rahasia kedokteran).

Etika Medis dan Kewajiban Hukum

Ruang Lingkup Rahasia Kedokteran

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 36 tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran telah mengatur ruang lingkup rahasia kedokteran di pasal 3. Rahasia kedokteran mencakup data dan informasi mengenai:

  1. Identitas pasien;
  2. Kesehatan pasien, meliputi hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, penegakan diagnosis, pengobatan dan/atau tindakan kedokteran; dan
  3. Hal lain yang berkenaan dengan pasien.

Data dan informasi tersebut di atas dapat bersumber dari pasien, keluarga pasien, pengantar pasien, surat keterangan konsultasi atau rujukan, ataupun sumber yang lain.

Prinsip Utama Kerahasiaan

Pada dasarnya, terdapat tiga prinsip utama dalam kerahasiaan pasien, yaitu:

Prinsip 1: Persetujuan Pasien atau Wali

Persetujuan pasien atau wali adalah kunci utama. Semua informasi mengenai pasien adalah rahasia. Alasan utama untuk membagikan informasi pasien adalah karena mereka telah memberikan persetujuan secara eksplisit. Persetujuan ini harus diberikan secara sadar dan sukarela.

Prinsip 2: Anonimisasi Data

Ketika diperlukan untuk kepentingan mengajar, penelitian, atau audit, maka identitas pasien harus anonim (tanpa nama atau tidak beridentitas). Hal ini memungkinkan dokter untuk belajar tanpa mengorbankan identitas pasien.

Prinsip 3: "Need to Know"

Hanya sampaikan informasi pasien yang relevan, ketika ada pertemuan dan pembahasan kasus sesama tenaga medis dan tenaga kesehatan. Hindari mengungkapkan informasi detail yang tidak diperlukan.

Pembukaan Rahasia Kedokteran

Pembukaan rahasia kedokteran yang dibenarkan telah diatur dalam bab IV pasal 5‒14 Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 36 tahun 2012 tentang Rahasia Kedokteran. Dalam pasal 5, dinyatakan bahwa “Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Kepentingan Kesehatan Pasien

Dalam hal kepentingan kesehatan pasien, diperlukan persetujuan pasien dalam kondisi kepentingan pemeliharaan kesehatan, pengobatan, penyembuhan, dan perawatan pasien. Untuk keperluan administrasi dan pembayaran asuransi atau jaminan pembiayaan kesehatan, persetujuan dari pasien dilakukan baik secara tertulis maupun sistem informasi elektronik yang telah dinyatakan dan diberikan di awal, saat pendaftaran pasien di fasilitas pelayanan kesehatan.

Memenuhi Permintaan Aparatur Penegak Hukum dalam Rangka Penegakan Hukum

Pembukaan rahasia kedokteran dalam konteks ini dapat melalui pemberian data dan informasi, berupa visum et repertum, keterangan ahli, keterangan saksi, dan/atau ringkasan medis yang dapat dilakukan pada proses penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan sidang pengadilan. Akan tetapi, permohonan pembukaan rahasia kedokteran harus dilakukan secara tertulis dari pihak yang berwenang.

Permintaan Pasien Sendiri

Pembukaan rahasia kedokteran atas dasar permintaan pasien sendiri dapat dilakukan dengan pemberian data dan informasi kepada pasien, baik secara lisan maupun tertulis.

Berdasarkan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan

Pembukaan rahasia kedokteran berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dapat dilakukan tanpa persetujuan pasien, dalam rangka:

  • Kepentingan penegakan etik atau disiplin: diberikan atas permintaan tertulis dari Majelis Kehormatan Etik Profesi atau Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.
  • Kepentingan umum: dilakukan tanpa membuka identitas pasien. Kepentingan umum yang dimaksud adalah audit medis, ancaman kejadian luar biasa (KLB) atau wabah penyakit menular, penelitian kesehatan untuk kepentingan negara, pendidikan atau penggunaan informasi yang akan berguna di masa yang akan datang dan ancaman keselamatan orang lain secara individual atau masyarakat.

Dalam hal pembukaan rahasia kedokteran untuk kepentingan umum di atas,  identitas pasien dapat dibuka kepada institusi atau pihak yang berwenang jika ada ancaman KLB dan ancaman keselamatan orang lain. Hal ini bertujuan untuk melakukan tindak lanjut sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Studi Kasus

Berikut empat studi kasus yang dapat meningkatkan pemahaman mengenai kerahasiaan pasien.

Studi Kasus 1: Atasan Pasien

Skenario:

Atasan seorang pasien menelepon dan menanyakan kondisi medis karyawannya. Atasan tersebut menyatakan dia perlu tahu apakah pasien tersebut sudah bisa kembali bekerja.

Panduan untuk Dokter:

Jangan memberikan informasi apa pun. Anda harus menjelaskan dengan sopan bahwa Anda tidak dapat memberikan detail apapun karena kerahasiaan pasien. Anda dapat menyarankan mereka untuk berbicara langsung dengan pasien, yang dapat memberikan formulir persetujuan atau surat keterangan sakit yang sah yang dapat Anda isi dan berikan kembali kepada pasien untuk diserahkan kepada atasannya.

Surat keterangan sakit hanya akan mengkonfirmasi kelayakan untuk bekerja dan tidak akan mengungkapkan diagnosis. Jika pasien telah memberikan formulir persetujuan yang ditandatangani, Anda dapat mendiskusikan informasi terbatas yang telah disetujui pasien, dan tidak lebih.

Studi Kasus 2: Orang Tua yang Khawatir

Skenario:

Ibu dari seorang gadis berusia 18 tahun, yang merupakan pasien, menelepon dan menanyakan apakah putrinya aktif secara seksual. Ibu tersebut khawatir dan ingin memastikan putrinya aman.

Panduan untuk Dokter:

Jangan memberikan informasi apa pun. Menurut hukum dan etika kedokteran di Indonesia, seorang individu berusia 18 tahun atau lebih dianggap sebagai orang dewasa yang memiliki hak untuk menjaga kerahasiaan informasi medisnya.

Anda harus memperlakukan informasinya sebagai rahasia kecuali dia memberikan persetujuan kepada Anda untuk membagikannya dengan ibunya. Beri tahu ibunya bahwa Anda tidak dapat membicarakan kesehatan putrinya karena kerahasiaan pasien dan sarankan agar ibunya berbicara langsung dengan putrinya.

Studi Kasus 3: Teman Keluarga yang Dokter

Skenario:

Anda baru saja memeriksa seorang pasien yang merupakan teman keluarga. Teman keluarga lain, yang juga seorang dokter, menelepon Anda dan menanyakan hasil tes darah pasien tanpa persetujuan pasien, "hanya agar saya bisa menenangkan pikirannya".

Panduan untuk Dokter:

Jangan memberikan informasi apa pun. Kewajiban profesional untuk menjaga kerahasiaan mengesampingkan hubungan pribadi apa pun. Fakta bahwa Anda adalah teman keluarga dan orang yang bertanya juga seorang dokter tidak memberikan Anda akses ke catatan pasien tanpa persetujuan eksplisit mereka.

Jelaskan bahwa Anda tidak dapat mengungkapkan informasi medis apa pun dan pasien akan diberikan hasilnya secara langsung. Anda harus menghindari mengakses catatan medis pasien dengan alasan apa pun selain perawatan langsung yang sedang berlangsung. Akses tidak sah merupakan pelanggaran serius terhadap kerahasiaan dan merupakan pelanggaran terhadap pedoman Kodeki.

Studi Kasus 4:  Pengungkapan Informasi Penyakit Menular kepada Perusahaan

Skenario:

Pengungkapan informasi pasien dengan penyakit menular tuberkulosis (TBC) kepada perusahaan.

Panduan untuk Dokter:

Sebelum mengungkapkan diagnosis pasien terhadap penyakit yang sangat menular (seperti TBC) kepada perusahaan, persetujuan pasien harus diminta terlebih dahulu. Hanya jika terdapat lingkungan berisiko tinggi, misalnya semua pekerja tinggal di lingkungan berisiko tinggi seperti asrama, dan pasien menolak memberikan persetujuan, pengungkapan informasi medis untuk mencegah bahaya serius bagi orang lain dapat dibenarkan.

Dalam skenario seperti itu, kepentingan publik dalam mencegah penyebaran penyakit berbahaya lebih diutamakan daripada hak pasien atas kerahasiaan. Konsultasi medis senior harus dimintakan sebelum melanggar hak pasien atas kerahasiaan.

Pertimbangan dan Pembenaran Utama:

Kepentingan publik dan kerugian bagi orang lain merupakan pembenaran utama untuk melanggar kerahasiaan pasien dalam kasus ini. TBX adalah penyakit serius yang ditularkan melalui udara, yang dapat menyebar dengan mudah di lingkungan dengan kontak dekat.

Di Indonesia, yang memiliki beban TB yang sangat tinggi, pedoman nasional menekankan penemuan kasus proaktif dan investigasi kontak. Definisi kontak erat sangat luas, yaitu:

  • Kontak serumah: siapa pun yang tinggal serumah dengan pasien setidaknya selama 1 malam dalam 3 bulan terakhir.
  • Kontak erat: individu yang tidak tinggal bersama pasien tetapi berbagi kamar atau melakukan aktivitas sehari-hari di ruangan yang sama dengan pasien untuk jangka waktu yang signifikan (sering didefinisikan sebagai setidaknya 6 jam per hari selama 3 bulan terakhir), terutama jika ruangannya kecil atau berventilasi buruk.

Keputusan untuk mengungkapkan harus mempertimbangkan keseimbangan yang cermat, antara hak privasi pasien dan kesejahteraan publik. Sebelum mengungkapkan kepada perusahaan, seorang dokter harus terlebih dahulu mendiskusikan situasi tersebut dengan rekan senior atau supervisor klinis. Dokter juga harus berusaha mendorong pasien untuk menyetujui pengungkapan tersebut, dengan menjelaskan pentingnya melindungi teman kantor mereka.

Rencana Aksi untuk Dokter

Para dokter sebaiknya memiliki rencana aksi terkait kerahasiaan pasien, yang terdiri dari:

  • Minta bimbingan senior: jangan bertindak sendiri. Segera diskusikan kasus ini dengan dokter senior atau tim pengendalian infeksi rumah sakit.
  • Upayakan persetujuan pasien: bicaralah dengan pasien. Tekankan bahwa hal ini demi keselamatan rekan kerja mereka dan bahwa mereka akan sebisa mungkin menjaga kerahasiaan identitas mereka.
  • Pengungkapan terbatas: jika harus mengungkapkan informasi medis tanpa persetujuan pasien (pilihan terakhir), berikan hanya informasi yang benar-benar diperlukan untuk mencegah bahaya. Ini kemungkinan besar melibatkan konfirmasi diagnosis dan perlunya pasien diisolasi atau skrining rekan kerja. Jangan memberikan detail pribadi yang tidak relevan. Tujuannya adalah untuk memberi informasi, bukan untuk bergosip.

Kesimpulan

Kerahasiaan pasien adalah kewajiban hukum dan etika yang harus dijaga oleh setiap dokter. Aturan ini ditegaskan dalam Permenkes No. 36 Tahun 2012 dan Kode Etik Kedokteran Indonesia (Kodeki), yang meliputi seluruh data medis pasien, mulai dari identitas, hasil pemeriksaan, hingga pengobatan.

Rahasia medis hanya boleh dibuka dengan persetujuan pasien, untuk kepentingan kesehatan, proses hukum, atau sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Prinsip utamanya adalah persetujuan pasien, anonimisasi data, dan pembatasan informasi hanya bagi pihak yang memang berwenang (“need to know”).

Dalam praktik, dokter sering menghadapi dilema etis ketika ada permintaan informasi dari atasan, keluarga, atau pihak lain. Situasi ini menegaskan pentingnya sikap hati-hati, menjaga kerahasiaan, serta selalu mengutamakan kepentingan pasien dan keselamatan publik pada kasus khusus seperti penyakit menular. Dengan konsistensi ini, dokter tidak hanya mematuhi hukum dan kode etik, tetapi juga memperkuat kepercayaan pasien sebagai fondasi hubungan terapeutik.

Referensi