Terapi Farmakologi Terbaru Berupa Peranan Mukolitik N-Acetylcystein Sebagai Upaya Berhenti Merokok: Nicotine DependenceAbstrakRokok menjadi masalah utama...
Terapi Farmakologi Terbaru Berupa Peranan Mukolitik N-Acetylcystein Sebagai Upaya Berhenti Merokok: Nicotine Dependence - Diskusi Dokter
general_alomedikaDiskusi Dokter
- Kembali ke komunitas
Terapi Farmakologi Terbaru Berupa Peranan Mukolitik N-Acetylcystein Sebagai Upaya Berhenti Merokok: Nicotine Dependence
Terapi Farmakologi Terbaru Berupa Peranan Mukolitik N-Acetylcystein Sebagai Upaya Berhenti Merokok: Nicotine Dependence
Abstrak
Rokok menjadi masalah utama pada kejadian penyakit kardiovaskular maupun respirasi. Nicotine replacement therapy (NRT), varenicline, bupropion sebagai pilihan utama upaya berhenti merokok namun tidak bisa diterapkan di Indonesia. Di otak, nikotin akan menempati reseptor α4-β2 dan merangsang pelepasan neurotransmitter dopamin yang kemudian mengaktivasi brain reward system. Pada pasien yang berhenti konsumsi rokok akan mendapatkan efek withdrawal sejak terakhir rokok dikonsumsi. Mekanisme pengobatan fokus pada target reseptor nACh. blokade pengambilan dopamin dan noradrenalin, tetapi tidak mengobati kejadian relapse. Pada kejadian relapse terjadi penurunan konsentrasi basal glutamat yang pada akhirnya mengaktivasi reseptor metabotropic glutamate (mGluR 2/3). Pada pemberian N-Acetylsistein (NAC), kadar cysteine dapat mengembalikan konsentrasi glutamat ekstraselular dan mencegah terjadinya relapse. NAC dapat mengurangi craving pada kokain, jumlah konsumsi rokok dan marijuana. NAC terbukti dapat ditoleransi dengan baik bahkan dosis yang sangat tinggi pun terbukti aman dan jarang menimbulkan efek samping. Pada pengujian keamanan dan toleransi penelitian menunjukkan pemberian 600mg dosis NAC dibandingkan placebo selama 3 hari masih menimbulkan efek samping yang banyak seperti ruam-ruam, diare, pusing. Pada pemberian NAC selama 4 minggu dengan dosis 1.200mg, 2.400mg dan 3.600mg per hari justru efek samping yang ditimbulkan lebih sedikit. NAC juga terbukti mengurangi angka pada kejadian craving, relapse, withdrawal dan drug reward. NAC aman dan dapat ditoleransi dengan baik bahkan dengan penggunaan dosis tinggi sekalipun, mudah ditemukan di Indonesia dibandingkan NRT, varenicline dan bupropion.
Kata Kunci: Nikotin, N-acetylcystein, Relapse, Rokok, Withdrawal
A New Management Therapy of Mucolytic N-Acetylcystein Role as A Smoking Behaviour: Nicotine Dependence
Abstract
Smoking becomes a major problem in the incidence of cardiovascular disease and respiration. Nicotine replacement therapy (NRT), varenicline, bupropion as the main choice to stop smoking but cannot be applied in Indonesia. In the brain, nicotine will occupy α4-β2 receptors and stimulates the release of the dopamine neurotransmitter which then activates the brain reward system. Patients who stop smoking will have a withdrawal effect since the last cigarette consumed. Treatment mechanisms focus on the nACh receptor target. blockade of taking dopamine and noradrenaline, but does not treat relapse. In the event of relapse, there is a decrease in basal glutamate concentration, which in turn activates the metabotropic glutamate receptor (mGluR 2/3). In administration of NAC, cysteine levels can restore extracellular glutamate concentrations and prevent relapse. NAC can reduce craving on cocaine, the amount of cigarette and marijuana consumption. NAC is proven to be well tolerated, even very high doses are proven to be safe and rarely cause side effects. In safety and tolerance testing the study showed that giving 600mg of NAC compared to placebo for 3 days still caused many side effects such as rashes, diarrhea, dizziness. In the administration of NAC for 4 weeks at a dose of 1,200 mg, 2,400 mg and 3,600 mg per day, the side effects are less. NAC has also been proven to reduce the number of craving, relapse, withdrawal and drug reward incidents. NAC is safe and well tolerated even with high doses, it is easier to find in Indonesia than NRT, varenicline and bupropion.
Keywords: Cigarettes, Nicotine, N-acetylcystein, Relapse, Withdrawal
Korespondensi: Nabila Nuranjumi, Jl. Untung Suropati, Perumahan Puri Surapati Estate Blok A No 9, Labuhan Ratu, Bandar Lampung, 082179363560, nabilanuranjumi98@gmail.com
Pendahuluan
Saat ini diketahui penyebab kematian dini berbagai macam penyakit kronis pada system kardiovaskular dan sistem pernapasan serta kanker diketahui berkaitan dengan merokok.1 Rokok menjadi penyebab berbagai macam penyakit pada sistem kardiovaskular dan berbagai jenis kanker, seperti kanker laring, kanker esophagus, kanker mulut, dan kanker faring.1-3
Penggunaan tembakau adalah penyebab global yang utama dari kematian yang dapat dicegah. World Health Organization (WHO) menghubungkan hampir 6 juta kematian per tahun disebabkan tembakau. Angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi lebih dari 8 juta kematian di tahun 2030.4 Merokok merupakan bentuk utama penggunaan tembakau. Secara global, terjadi peningkatan konsumsi rokok terutama di negara berkembang. Diperkirakan saat ini jumlah perokok di seluruh dunia mencapai 1,3 milyar orang.5
Berdasarkan Global Adult Tobacco Survey (GATS) tahun 2011 Indonesia memiliki jumlah perokok aktif tertinggi jika dibandingkan negara-negara lain yang melakukan GATS (16 negara dengan pendapatan penduduk rendah dan menengah), yaitu 67,0% perokok laki-laki dan 2,7% wanita.6
Terdapat 1.132 pabrik rokok di indonesia dan merupakan jumlah terbesar di seluruh dunia. Sekitar 800 pabrik rokok berada di tiga provinsi, yakni Jawa Tengah, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat yang merupakan daerah penghasil tembakau terbesar nasional.5
Banyaknya permasalahan mengenai rokok sebagai penyebab kematian dini seseorang membuat banyaknya terapi yang dikembangkan untuk berhenti merokok seperti permen karet, koyo, tablet, inhaler, dan obat semprot.7 Dalam studi lanjut dijelaskan bahwa terdapat terapi farmakologi dalam upaya berhenti merokok yakni sebagai terapi utama ada Nicotine Replacement Therapy (NRT), Bupropion dan Varenicline, namun pengobatan itu belum bisa diterapkan di Indonesia.8
N-Asetilsistein (NAC) saat ini bisa digunakan sebagai terapi upaya berhenti merokok dan mudah diterapkan di Indonesia sebab mudah didapat. Terdapat bukti bahwa glutamat, termasuk sistem perubahan cystine-glutamate, memediasi perilaku sensitasi, craving dan drug intake dalam penelitian preklinis. Pada kondisi seseorang adiksi nikotin, glutamate yang digantikan oleh NAC, merupakan faktor utama dari kekambuhan pasien.8 NAC dapat mengurangi craving dan perilaku ketergantungan nikotin, yang keduanya dimodulasi oleh glutamat.9 NAC menggantikan kadar glutamat dengan cara menghambat reseptor GluR2/3 di pre sinaps yang dapat mengurangi kembalinya keinginan mengonsumsi nikotin. Pengobatan dengan NAC dilakukan dengan cara mengaktivasi system cystine-glutamat sehingga dapat mencegah terjadinya withdrawal dan craving pada pasien kecanduan nikotin.9
Isi
Perokok yang mengonsumsi 1 bungkus rokok per hari dapat menyerap 20-40 mg nikotin dalam satu hari, jumlah tersebut cukup untuk menyebabkan perubahan fisiologis pada otak.10 Di otak, nikotin akan menempati reseptor α4-β2 dan merangsang pelepasan neurotransmitter dopamin yang kemudian mengaktivasi brain reward system, sehingga menimbulkan relaksasi, euforia, dan mengurangi lelah pada perokok yang mengonsumsi nikotin; yang merupakan pemicu untuk meningkatkan perilaku merokok.7 Pada proses merokok (smoking), kadar nikotin dalam darah akan meningkat dengan cepat, sehingga nikotin juga dengan cepat dapat mencapai otak sekitar 10-20 detik dan lebih mudah menimbulkan adiksi dibandingkan dengan mengonsumsi nikotin dengan cara lain seperti cara oral, transdermal, sniffing.7
Pada perokok aktif, reseptor nikotin akan terus bertambah (up-regulation) sampai mencapai jumlah 50% lebih banyak dibandingkan bukan perokok. Proses up-regulation tersebut terjadi seiring dengan seringnya orang tersebut konsumsi rokok sebagai bentuk kompensasi untuk mengikat lebih banyak nikotin yang masuk ke otak. Proses peningkatan reseptor nikotin tersebut diduga menyebabkan terjadinya toleransi (peningkatan kebutuhan nikotin untuk mendapat efek yang sama). Pada pasien yang berhenti konsumsi rokok akan mendapatkan efek samping yang berlawanan dengan yang dia dapatkan apabila merokok seperti menjadi mudah lemas, mood berkurang, sulit berkonsentrasi, modd mudah berubah, cemas, mudah tersinggung.7
Nikotin menstimulasi reseptor nikotin asetilkolin (nACh) dalam sistem saraf pusat, yang pada gilirannya meningkatkan pelepasan beberapa neurotransmiter seperti dopamine, glutamate, serotonin dan GABA.11 Mekanisme pengobatan fokus pada target reseptor nACh (NRT dan varenicline) atau blokade pengambilan dopamin dan noradrenalin (bupropion). Namun farmakoterapi ini hanya berhasil sebagai upaya berhenti merokok tidak untuk mengobati kejadian relapse.12
Dalam beberapa tahun terakhir, peran transmisi glutamat dalam ketergantungan zat telah diteliti secara luas. Telah muncul bukti keterlibatan glutamat dalam angka kejadian kekambuhan atau relapse. Studi menunjukkan relapse terjadi pada kecanduan kokain ditunjukkan dengan penurunan konsentrasi basal glutamat yang pada akhirnya mengaktivasi reseptor metabotropic glutamate (mGluR 2/3) yang fungsinya menghambat pelepasan glutamat di presinaps. Selanjutnya transmisi glutamat pada celah sinaps memediasi penguatan efek nikotin pada hewan coba. Transimisi ini merangsang reseptor mGluR 2/3 yang fungsinya menghambat pelepasan glutamat pada sinaps sehinggga mengurangi efek samping nikotin.13 Selain itu meningkatnya kadar glutamat ektraselular dapat menyebabkan efek samping saat nikotin dihentikan. Di otak, kadar basal glutamat ekstraselular dipertahankan oleh cystine ekstraselular dan glutamat ekstraselular yang akan menstimulasi reseptor mGluR2/3. Apabila kita dapat memulihkan konsentrasi basal glutamat ekstraselular kita dapat meningkatkan aktivasi tonik reseptor mGluR2/3 karena reseptor ini penting dalam pengobatan ketergantungan nikotin.14
Pada pemberian NAC, kadar cysteine dapat mengembalikan konsentrasi glutamat ekstraselular dan mencegah terjadinya relapse pada hewan coba tikus. Pada manusia sendiri telah dilakukan uji coba dan hasil menunjukkan bahwa NAC dapat mengurangi craving pada kokain, jumlah konsumsi rokok dan marijuana.15 Kita tahu bahwa NAC digunakan sebagai pengobatan dari keracunan asetaminofen, pasien penyakit paru obstruksi kronis (PPOK), sebagai agen mukolitik yang dijual bebas dan suplemen nutrisi. NAC terbukti dapat ditoleransi dengan baik bahkan dosis yang sangat tinggi pun terbukti aman dan jarang menimbulkan efek samping.16 Karakteristik ini dapat memberikan keuntungan dalam terapi ketergantungan nikotin. Namun masih dibutuhkannya penelitian lebih lanjut seperti penelitian double blind plasebo untuk mengevaluasi efek klinis NAC dalam upaya pasien berhenti merokok.
Banyak penelitian praklinis yang menunjukkan peran glutamat dalam kecanduan, keamanan dan toleransi konsumsi NAC secara keseluruhan di antara orang dewasa dan anak-anak ketika diberikan secara oral, NAC telah terbukti dapat digunakan sebagai terapi pengganti pada pasien kecanduan nikotin maupun kokain. Untuk menilai keamanan dan toleransi konsumsi NAC oral pada populasi, LaRowe dan rekan16 melakukan penelitian penggunaan plasebo terkontrol dengan teknik crossover.
Gambar 1. (a) Keadaan di celah sinaps pasien penyalahgunaan kokain, nikotin dan heroin. (b) Gambaran NAC menggantikan glutamat pada celah sinaps diikuti penurunan dari upregulation dan memulihkan ruang glutamat ekstraseluler
Penelitian ini melibatkan dua rawat inap yang terpisah di mana orang dewasa yang ketergantungan kokain (N = 13) menerima NAC 600 mg atau plasebo setiap 12 jam selama 3 hari. Dua jam setelah itu, dilakukan pengecekan tanda-tanda vital dan efek samping terkait dengan pengobatan. Tidak ada perbedaan atau efek samping yang ditemukan pada pasien yang diberikan plasebo atau NAC. Kejadian tidak diinginkan yang dilaporkan dalam penelitian ini berupa pruritus (gatal), sakit kepala, perut kembung / diare, kram perut, ruam-ruam, kelelahan, peningkatan tekanan darah, berkeringat, nafsu makan meningkat, sariawan, sakit dada, mata mudah berair dan pusing. Tidak ada kejadian yang serius dan hasil penelitian menunjukkan bahwa NAC aman dan ditoleransi dengan baik di antara peserta penelitian.
Pada penelitian pasien rawat jalan, dua studi menilai keamanan dan toleransi pada subjek. Beberapa dosis NAC diuji keamanan dan toleransinya, di antara subyek penelitian yang dilakukan pada orang dewasa dengan ketergantungan kokain (N = 23). Total dosis harian NAC adalah 1.200 mg (600 mg dua kali sehari), 2.400 mg (1.200 mg dua kali sehari), dan 3.600 mg (1.200 mg tiga kali sehari) selama
periode perawatan 4 minggu dan diminta datang dua kali per minggu. Semua dosis terbukti aman dan ditoleransi dengan baik di antara populasi pasien rawat jalan ini, dengan efek samping yang paling umum dialami adalah pruritus, sakit kepala, dan tekanan darah tinggi. Tingkat kerentanan lebih tinggi melalui studi selama 4 minggu terjadi pada kelompok dosis 2.400 mg dan 3.600 mg, dan penggunaan obat kokain yang dikonfirmasi secara biologis melalui skrining lewat urin berkurang.17
Penelitian NAC lainnya dilakukan pada subjek orang dewasa yang ketergantungan pada ganja (N = 24; berusia 18-21 tahun). selama periode pengobatan 4 minggu dengan dosis 2.400 mg / hari (1.200 mg dua kali sehari). Mirip dengan penelitian sebelumnya, hasil menunjukkan bahwa NAC aman dan ditoleransi dengan baik. Kejadian buruk (dari yang paling umum hingga yang paling tidak umum) meliputi rasa tidak nyaman pada perut, nyeri otot, insomnia, sakit kepala, hidung tersumbat, mual, penurunan berat badan, gelisah, dan pusing. Selain itu selama 4 minggu uji coba, rasa keinginan konsumsi ganja juga dilaporkan berkurang.18
Studi-studi yang disebutkan di atas tidak hanya menyediakan data keamanan dan toleransi yang sangat dibutuhkan untuk NAC, baik pada pasien yang sedang ketergantungan ataupun yang sedang mencoba berhenti, tetapi juga menyediakan data efikasi awal untuk mendukung penyelidikan lebih lanjut. Studi tambahan telah menilai mekanisme jaras saraf NAC pada manusia melalui teknik pencitraan, efek pada craving, withdrawal, and drug reward.19
Kebanyakan orang yang berusaha berhenti merokok kambuh dalam 5-10 hari. Kontributor terbesar kejadian relapse ini adalah gejala penarikan.20 Gejala penarikan muncul dalam beberapa jam pertama setelah konsumsi rokok terakhir.21 Cara termudah untuk meredakan gejala-gejala ini adalah mulai merokok lagi. Hasil kami menunjukkan bahwa dengan NAC kecenderungan gejala penarikan akan berkurang. Pengurangan gejala penarikan ini bisa menjadi sangat penting dalam mencegah terjadinya relapse. Selain itu penelitian ini menunjukkan, pemberian NAC dibandingkan plasebo dikaitkan dengan efek drug reward lebih kecil pada pasien yang diberi NAC selama 4 minggu. NAC mengembalikan konsentrasi ekstraseluler glutamat yang pada gilirannya merangsang reseptor mGluR2/3.22 Ditemukan bahwa stimulasi reseptor mGluR kelompok II menghambat transmisi glutamat pada celah sinaps dan mengurangi efek nikotin. Selain itu, efek drug reward menjadi lebih kecil pada pemberian NAC jika dikaitkan dengan pengurangan gejala penarikan, karena gejala penarikan yang lebih parah akan menyebabkan rasa keinginan konsumsi rokok kembali terulang pada pasien. Namun, dalam penelitian saat ini kami tidak menemukan hubungan antara drug reward pada perokok dengan gejala withdrawal pada hari terakhir pengobatan atau pengurangan gejala penarikan selama pengobatan. Sebagai gantinya, ada hubungan antara efek yang menguntungkan dari rokok dalam penilaian angka craving pada hari terakhir pengobatan.22
Ringkasan
Berdasarkan GATS tahun 2011 Indonesia memiliki jumlah perokok aktif tertinggi. Banyaknya masalah mendorong peneliti menemukan banyak terapi. NAC terbukti dapat menjadi terapi upaya berhenti merokok. Mekanisme pengobatan NAC mengaktivasi system cystine-glutamat sehingga dapat mencegah terjadinya withdrawal dan craving pada pasien kecanduan nikotin. Pengobatan NAC dosis tinggi dapat dikonsumsi dengan dosis 3.600 mg (1.200mg tiga kali sehari) pada penelitian pasien rawat jalan selama 4 minggu.
Simpulan
NAC terbukti aman dan dapat di toleransi dengan baik pada pasien untuk upaya ketergantungan pada zat nikotin, ganja atau kokain. NAC tidak ditemukan efek samping yang berarti, hanya berupa pruritus, sakit kepala dan tekanan darah tinggi, sehingga NAC dapat diterapkan pada masyarakat di Indonesia.
Daftar Pustaka
1. Centers for Disease Control and Prevention (CDC). Smoking-attributable mortality, years of potential life lost, and productivity losses- United States, 2000-2004. MMWR Morb Mortal Wkly Rep. 2008;57(45):1226-8.
2. Aygul N, Ozdemir K, Abaci A, Aygul MU, Duzenli MA, Yazici HU, et al. Comparison of traditional risk factors, angiographic findings, and in-hospital mortality between smoking and nonsmoking Turkish men and women with acute myocardial infarction. Clin Cardiol. 2010;33(6):E49-E54.
3. Troy JD, Hartge P, Weissfeld JL, Oken MM, Colditz GA, Mechanic LE, et al. Association between anthropometry, cigarette smoking, alcohol consumption, and non-hodgkin lymphoma in the prostate, lung, colorectal, and ovarian cancer screening trial. Am J Epidemiol. 2010;171:1270-81.
4. WHO. Global Youth Tobacco Survey (GYTS) Indonesia Report. Jakarta: WHO. 2014
5. Tobacco Control Support Centre-IAKMI, Kementerian Kesehatan. Bunga Rampai Fakta Tembakau dan Permasalahannya di Indonesia Tahun 2015 Jakarta: Tobacco Control Support Centre-IAKMI. 2015
6. World Health Organization. Global Addiction Tobacco Survey: Indonesia Report 2011. New Delhi: World Health Organization: Regional Office for South-East Asia. 2011.
7. Houezec JL. Role of nivotine pharmacokinetics in nicotine addiction and nicotine replacement therapy: A review. Int J Tuberc Lung Dis. 2002;7(9):811 - 9.
8. Schmaal L, Berk L, Hulstijn KP, Cousijn J, Wiers RW, Van denBrink W. Efficacy of N-acetylcysteine in the treatment of nicotinedependence: a double blind placebo-controlled pilot study. EurAddict Res. 2011;17:211–16.9
9. Dean O, Giorland F, Berk M. N-acetylcysteine in psychiatry:current therapeutic evidence and potential mechanisms ofaction. J Psychiatr Neurosci. 2011;36:78–86
10. Henningfield JE, Fant RV, Buchhalter AR, Stitzer ML. Pharmacotherapy for nicotine dependence.CA Cancer J Clin. 2005;55:281-99.
11. Calabresi P, Di Filippo M: ACh/dopamine crosstalk in motor control and reward: a cru-cial role for 6-containing nicotinic recep-tors? Neuron. 2008; 60: 4–7.
12. Zaniewska M, Przegalinski E, Filip M: Nico-tine dependence – human and animal stud-ies, current pharmacotherapies and future perspectives. Pharmacol Rep. 2009; 61: 957–965.
13. Liechti ME, Lhuillier L, Kaupmann K, Mar-kou A: Metabotropic glutamate 2/3 receptors in the ventral tegmental area and the nucleus accumbens shell are involved in behaviors relating to nicotine dependence. J Neurosci. 2007; 27: 9077–9085.
14. Kenny PJ, Gasparini F, Markou A: Group II metabotropic and -amino-3-hydroxy-5-methyl-4-isoxazole propionate/kainate glu-tamate receptors regulate the deficit in brain reward function associated with nicotine withdrawal in rats. J Pharmacol Exp Ther. 2003; 306: 1068–1076.
15. Gray KM, Watson NL, Carpenter MJ, LaRowe SD: N-acetylcysteine in young mar-ijuana users: an open-label pilot study. Am J Addict. 2010; 19: 187–189.
16. LaRowe SD, Mardikian P, Malcolm R, Myrick H, Kalivas P, McFarland K, et al: Safety and tolerability of N-acetylcysteine in cocaine-dependent individuals. Am J Addict. 2006; 15: 105–110.
17. Mardikian PN, LaRowe SD, Hedden S, Kalivas PW, Malcolm RJ. An open-label trial of N-acetylcysteine for the treatment of cocaine dependence: a pilot study. Prog Neuropsychopharmacol Biol Psychiatry. 2007;31(2):389–94.
18. Gray KM, Watson NL, Carpenter MJ, Larowe SD. N-acetylcysteine (NAC) in young marijuana users: an open-label pilot study. Am J Addict. 2010;19(2):187–9.
19. Hays JT, Hurt RD, Rigotti NA, Niaura R, Gonzales D, Durcan MJ, et al: Sustained-re-lease bupropion for pharmacologic relapse prevention after smoking cessation: a ran-domized, controlled trial. Ann Intern Med. 2001; 135: 423–433.
20. McCarthy DE, Piasecki TM, Fiore MC, Ba-ker TB: Life before and after quitting smok-i ng: a n elec t ron ic d ia r y st udy. J Abnor m Psychol. 2006; 115: 454–466.
21. Markou A: Neurobiology of nicotine depen-dence. Philos Trans R Soc Lond B Biol Sci. 2008; 363: 3159 –3168.
22. Zhou W, Kalivas PW: N-acetylcysteine re-duces extinction responding and induces en-during reductions in cue- and heroin-in-duced drug-seeking. Biol Psychiatry. 2008; 63: 338–340.