Metode Kontrasepsi Darurat

Oleh :
dr.Gregorius Tanamas, SpOG

Kontrasepsi darurat dipergunakan untuk mencegah kehamilan sesaat setelah hubungan seksual tanpa proteksi. Keadaan ini misalnya pada korban pemerkosaan, gagal kontrasepsi (kondom bocor, lupa minum pil atau suntik kontrasepsi), dan kurangnya edukasi terhadap kesehatan reproduksi. Kontrasepsi darurat hanya dipergunakan sebagai metode sementara, bukan kontrasepsi rutin.[1,2]

Selain itu, kontrasepsi darurat dapat digunakan pada pasien dengan kondisi medis yang membuat kehamilan menjadi berisiko atau tidak layak untuk hamil, misalnya penderita penyakit jantung, kanker, dan autoimun.  Metode kontrasepsi darurat yang tersedia adalah pil kontrasepsi darurat (PKD) dan  alat kontrasepsi dalam rahim atau AKDR-Cu (copper intrauterine device / copper IUD).[1-4]

kontrasepsidaruratcomp

Di Indonesia telah tersedia kontrasepsi darurat beserta pedoman penggunaannya, yang dikeluarkan oleh Kemenkes dan BKKBN. Pembelian PKD hanya bisa diakses secara terbatas, karena mempertimbangkan efek samping dan kontraindikasi obat, serta interaksi dengan beberapa obat lain bila dikonsumsi bersama.[3,4]

Indikasi Kontrasepsi Darurat

Kehamilan yang tidak diinginkan memiliki dampak terhadap kesehatan pasien (ibu), bayi, dan dapat menimbulkan masalah sosial. Indikasi penggunaan kontrasepsi darurat pada kasus kegagalan kontrasepsi rutin adalah sebagai berikut :

  1. Kondom bocor atau tidak dipergunakan dengan baik
  2. Lupa minum pil kontrasepsi kombinasi 3 hari berturut-turut
  3. Telat minum pil kontrasepsi progesterone lebih dari 3 jam dari jam seharusnya
  4. Telat suntik kontrasepsi norethisterone enanthate lebih dari 2 minggu
  5. Telat suntik kontrasepsi depot-medroxyprogesterone acetate lebih dari 4 minggu
  6. Telat suntik kontrasepsi kombinasi lebih dari 7 hari
  7. Penggunaan spermisida yang tidak mencair sebelum berhubungan
  8. Kontrasepsi diafragma yang bocor atau robek
  9. IUD yang terlepas [1-3]

Pil Kontrasepsi Darurat (PKD)

Jenis kontrasepsi darurat dalam bentuk pil dapat mengandung hormon tunggal progestin (levonorgestrel) dan hormon kombinasi estrogen dan progestin. Selain itu tersedia pula PKD mengandung ulipristal acetate. Cara kerja pil kontrasepsi darurat adalah dengan mencegah proses ovulasi.[1,6,8]

Namun, pemberian PKD tidak perlu menghitung siklus haid untuk menentukan waktu ovulasi. Pemberian kontrasepsi darurat hormonal diberikan sesegera mungkin setelah berhubungan seksual tanpa proteksi. Rekomendasi penggunaan kontrasepsi darurat hormonal adalah 72 jam dari hubungan seks terakhir, dan masih efektif hingga 120 jam. Namun, pasien harus diedukasi adanya penurunan efektifitas PKD bila semakin lama dari jarak berhubungan seksual terakhir.[1,7,8]

Pil Kontrasepsi Hormon Tunggal Progestin (Levonorgestrel)

PKD yang banyak dijumpai adalah sediaan tablet levonorgestrel 1,5 mg, dikonsumsi dalam dosis 0,75 mg dengan jarak 12 jam. Levonorgestrel dapat menekan kehamilan 1,2 - 2,1%.[5,6,9]

Pada pasien obese (IMT > 26 kg/m2) dosis dapat ditingkatkan menjadi 3 mg. Kontrasepsi pil memiliki efektifitas yang lebih rendah pada pasien obese. Kontrasepsi darurat yang paling efektif adalah pemasangan copper IUD, dengan angka kehamilan mencapai 0,14%.[11]

Pil Kontrasepsi Hormon Kombinasi Estrogen dan Progestin

PKD kombinasi dapat  diberikan secara metode Yuzpe, yaitu dosis pertama ethinyl estradiol 100 µg dan levonorgestrel 0,5 mg, diikuti dosis kedua 12 jam berikutnya dengan dosis yang sama. Metode lain yang dipergunakan adalah mifepristone dengan dosis 10 - 25 mg, yang memiliki efektifitas signifikan dibandingkan levonorgestrel. Sedangkan metode Yuzpe memiliki efektifitas yang rendah dibandingkan dengan levonorgestrel dan mifepristone.[7,8,10]

Pil Kontrasepsi Ulipristal Acetate

PKD yang mengandung ulipristal acetate diberikan dengan dosis tunggal 30 mg. Efektifitas ulipristal acetate dapat menekan angka kehamilan hingga 1,2%.[7-9]

Efek Samping Pil Kontrasepsi Darurat

Efek samping ulipristal acetate dan levonorgestrel tidak jauh berbeda. Menstruasi muncul lebih cepat pada pemakaian levonorgestrel dibandingkan pada ulipristal acetate. Sebanyak 20% pemakai kontrasepsi darurat mengeluhkan sakit kepala, 10-15% mengeluhkan mual dan dismenore, sebagian kecil 5% mengeluhkan lemas, pusing, nyeri perut, dan sakit punggung.[1,2,6-8]

Tidak ada laporan kondisi yang mengancam nyawa pada penggunaan kontrasepsi darurat. Pada kasus penggunaan PKD pada pasien yang sudah hamil, belum banyak laporan efek teratogenik obat-obat kontrasepsi darurat. Penggunaan kontrasepsi levonorgestrel dan ulipristal acetate dapat meningkatkan kejadian keguguran, kehamilan ektopik, dan komplikasi selama kehamilan atau persalinan.[1]

Copper IUD Darurat

Copper IUD dapat dipergunakan sebagai kontrasepsi darurat, dengan mekanisme kerja mencegah proses fertilisasi. Pemasangan copper IUD efektif hingga 5 hari setelah masa ovulasi.  Pemasangan copper IUD  darurat tidak perlu menghitung siklus ovulasi, dapat dilakukan sesegera mungkin dalam waktu 5 - 7 hari pasca berhubungan seksual tanpa proteksi.

Namun, copper IUD  darurat tidak direkomendasikan jika pada perhitungan siklus diduga sudah terjadi implantasi. IUD yang mengandung levonorgestrel juga belum direkomendasikan sebagai kontrasepsi darurat.[1,6-8]

Efek Samping Copper IUD Darurat

Copper IUD memiliki efek samping yang sama pada penggunaan darurat maupun rutin. Yang perlu diwaspadai adalah wanita yang berhubungan tanpa proteksi memiliki risiko terkena infeksi menular seksual, sehingga pemasangan copper IUD dapat meningkatkan risiko penyakit radang panggul (pelvic inflammatory disease atau PID).

Oleh karena itu, pada kasus adanya risiko infeksi klamidia atau gonore, perlu diberikan antibiotik yang sesuai pada saat kunjungan untuk pemasangan copper IUD  darurat. Copper IUD juga tidak dapat diberikan pada pasien dengan gangguan bentuk rahim dan alergi tembaga.[1,2]

Kontraindikasi Kontrasepsi Darurat

Kontraindikasi pemberian kontrasepsi mengikuti kriteria World Health Organization’s Medical Eligibility Criteria. Namun, pada kondisi kontrasepsi darurat kriteria tersebut tidak berlaku. Pasien dengan kondisi gangguan jantung, penyakit hepar, menyusui, dan penyakit vaskular dapat dipertimbangkan pemasangan copper IUD darurat bila memungkinkan.[1,2,6]

Pengawasan dan Edukasi Pasca Kontrasepsi Darurat

Pemeriksaan laboratorium tidak dibutuhkan pada pemberian kontrasepsi darurat. Pada kondisi dimana PKD levonorgestrel dimuntahkan dalam 2 jam setelah konsumsi, maka dosis diulang dan ditambahkan antiemetik. Sedangkan bila PKD kombinasi dimuntahkan dalam 1 jam setelah konsumsi, maka dosis diulang dan diberikan obat antiemetik.[6]

Pada pasien yang menggunakan kontrasepsi hormonal, menstruasi terjadi dalam 1 minggu dari waktu perkiraan menstruasi berikutnya. Penggunaan kontrasepsi darurat  bukan bertujuan untuk aborsi. Pemeriksaan dugaan kehamilan perlu dilakukan pada kondisi sebagai berikut :

  • Tidak ada menstruasi dalam 3 - 4 minggu pasca pemberian kontrasepsi
  • Tidak adanya menstruasi yang disertai gejala akut abdomen (kemungkinan kehamilan ektopik)
  • Jarak waktu yang lama antara berhubungan seksual tanpa proteksi dan pemberian kontrasepsi darurat
  • Masa ovulasi dapat diperkirakan, dan pasien datang pasca ovulasi [12]

Kesimpulan

Kontrasepsi darurat dibutuhkan untuk mencegah kehamilan yang tidak diinginkan. Pemberian kontrasepsi darurat harus menyesuaikan kebutuhan pasien, dan perlu adanya edukasi kepada pasien mengenai tingkat keberhasilan, efek samping dan pengawasannya. Kontrasepsi darurat  bukan digunakan untuk aborsi, sehingga pada beberapa keadaan harus diawali dengan pemeriksaan dugaan kehamilan terlebih dahulu.

Nonton video youtube baru dari Alomedika dengan klik di sini: Manfaat dan Keamanan Morning After Pill

Referensi