Pengukuran tekanan darah cukup mudah dilakukan akan tetapi bila dilakukan secara tidak benar dapat mempengaruhi akurasi hasil dan menyebabkan kesalahan diagnosis hipertensi. Pemeriksaan tekanan darah perifer di layanan primer secara non invasif dapat dilakukan secara manual dengan metode auskultasi atau menggunakan alat yang bekerja dengan metode osilometri.[1,2]
Meskipun pemeriksaan tekanan darah cukup mudah, terdapat beberapa faktor penghambat dalam mendapatkan hasil pemeriksaan tekanan darah yang akurat di layanan primer, antara lain kekeliruan pemeriksa atau observer errors, masalah pada alat, dan kekeliruan metode pengukuran. Artikel ini akan membahas lebih lanjut mengenai langkah pemeriksaan tekanan darah di layanan primer.[2,3]
Metode Pemeriksaan Tekanan Darah di Layanan Primer
Metode auskultasi atau Korotkoff merupakan cara tradisional untuk memeriksa tekanan darah yang dapat dilakukan di layanan primer. Namun, saat ini metode auskultasi sudah banyak digantikan oleh alat osilometri.[1,2]
Metode Auskultasi
Metode tradisional pengukuran darah dilakukan dengan metode auskultasi arteri brakial untuk mendeteksi munculnya suara Korotkoff yang menandakan tekanan darah sistol, serta hilangnya suara Korotkoff yang menandakan tekanan darah diastol.
Metode pengukuran tekanan darah dengan auskultasi dilakukan dengan menggunakan alat sphygmomanometer serta stetoskop. Pada metode ini, cuff harus dikembangkan hingga minimal 30 mmHg di atas titik menghilangnya pulsasi arteri radialis. Pengempisan cuff dilakukan dengan kecepatan 2 mmHg per detik atau per denyut jantung untuk memperoleh hasil akurat.[1]
Selama beberapa dekade, pemeriksaan tekanan darah dengan metode auskultasi menggunakan sphygmomanometer merkuri merupakan standar pemeriksaan tekanan darah di layanan primer. Namun, saat ini sphygmomanometer merkuri sudah tidak lagi direkomendasikan World Health Organization (WHO) karena kekhawatiran terhadap keracunan merkuri.[1,2]
Sphygmomanometer aneroid cukup sering digunakan pada layanan primer yang tidak lagi menggunakan sphygmomanometer merkuri. Sphygmomanometer aneroid rentan memberi hasil keliru, terutama ketika digunakan dengan kasar. Diperlukan kalibrasi alat setiap 2-4 minggu untuk alat yang portabel dan setiap 6 bulan untuk alat yang terpancang di dinding. WHO juga tidak merekomendasikan alat tersebut karena memerlukan kalibrasi ulang yang sering dan training serta retraining pemeriksa.[1,2]
Kini, telah terdapat alat sphygmomanometer hibrid yang mana mengukur tekanan darah dengan metode auskultasi, akan tetapi kolom merkuri digantikan electronic pressure gauge. Sphygmomanometer hibrid dapat menjadi alternatif yang dapat diandalkan dari dua jenis sphygmomanometer lainnya. Namun, frekuensi kalibrasi sphygmomanometer hibrid masih belum diketahui.[1]
Metode Osilometri
Alat osilometri mengukur tekanan darah berdasarkan amplitudo osilasi yang terekam di dinding lateral lengan atas. Osilometri dilaporkan dapat memberikan hasil pengukuran tekanan darah yang akurat serta menghindari kesalahan manusia atau human error terkait penggunaan metode auskultasi.[1]
Berdasarkan cara kerjanya, alat ukur tensi osilometri dibagi menjadi alat semi-otomatis dan otomatis. Alat semi-otomatis hanya dapat memberikan 1 hasil pengukuran dalam 1 kali aktivasi, sedangkan alat otomatis atau automated office blood pressure (AOBP) dapat memberikan hasil multipel diselingi periode istirahat dalam 1 kali aktivasi.[1,2]
Letak Cuff dan Stetoskop
Sebelum meletakkan cuff, pemeriksa harus melakukan palpasi arteri brachialis di fossa antecubiti dan menempatkan bagian tengah bladder cuff (biasanya area tersebut ditandai oleh produsen produk) di atas pulsasi arteri di lengan atas pasien. Bagian bawah cuff ditempatkan 2–3 cm di atas fossa antecubiti. Pada pengukuran menggunakan metode auskultasi, cara ini dapat memberi ruang untuk meletakkan stetoskop di area arteri brakialis.[1]
Studi menunjukkan peletakan cuff yang tidak tepat atau penggunaan cuff yang terlalu kecil pada pemeriksaan tekanan darah metode auskultasi dapat meningkatkan nilai tekanan darah. Namun, pada pemeriksaan dengan metode osilometri, perubahan posisi bagian tengah bladder cuff tidak memberikan perbedaan hasil yang signifikan.[4,5]
Cuff harus dililitkan sama kencangnya di bagian atas dan bawah. Untuk mendapat kekencangan lilitan yang sesuai, satu jari harus dapat dimasukkan dengan mudah ke bagian atas dan bawah cuff serta dua jari harus dapat masuk dengan ketat.[1,6]
Ukuran Cuff
Ukuran cuff yang digunakan untuk memeriksa tekanan darah ditentukan oleh lingkar lengan atas pasien, yang diukur di titik tengah antara acromion dan olecranon. Panjang bladder cuff sebaiknya 75-100% dari lingkar lengan atas, dan lebarnya 37-50% dari angka tersebut. Tabel 1 menunjukkan kategori ukuran cuff yang diperlukan sesuai lingkar lengan atas pasien.[1,6]
Tabel 1. Kategori Ukuran Cuff Berdasarkan Lingkar Lengan Atas
Ukuran Cuff | Lingkar Lengan Atas (cm) | Ukuran Bladder Cuff (cm) |
Small adult | 22-26 | 12x22 |
Adult | 27-34 | 16x30 |
Large adult | 35-44 | 16x36 |
Extra-large adult | 45-52 | 16x42 |
Sumber: dr. Krisandryka Wijaya, 2022
Posisi Pasien
Pemeriksaan tekanan darah dapat dilakukan pada posisi berbaring ataupun duduk. Namun, perlu diingat bahwa ada perbedaan hasil tekanan darah pada kedua posisi tersebut. Pada posisi berbaring, tekanan sistolik 3–10 mmHg lebih tinggi dan diastolik 1–5 mmHg lebih tinggi dibandingkan posisi duduk. Baik pada posisi duduk maupun berbaring, yang terpenting adalah posisi cuff harus sejajar dengan atrium kanan pasien.[1,7]
Pada posisi berbaring, untuk menjaga agar posisi cuff sejajar dengan atrium kanan, lengan pasien umumnya perlu diganjal bantal. Jika lengan atas berada di bawah atrium kanan, hasil dapat lebih tinggi dari seharusnya.[1,7]
Pada posisi duduk, atrium kanan berada di ketinggian intercostal space (ICS) IV atau titik tengah sternum. Saat pemeriksaan tekanan darah, sebaiknya pasien duduk bersandar dan kaki tidak disilangkan. Jika punggung pasien tidak bersandar, tekanan sistolik dapat meningkat 5–15 mmHg dan diastolik meningkat 6 mmHg. Menyilangkan kaki juga dapat meningkatkan tekanan sistolik sebanyak 5-8 mmHg dan diastolik sebanyak 3--5 mmHg.
Lengan yang dipasangkan cuff sebaiknya dipegang oleh pemeriksa atau diletakkan di atas meja dengan posisi sejajar dengan jantung. Jika pasien dengan sadar mengangkat tangannya sendiri atau disebut isometric exercise, atau lengan pasien menjulur ke bawah, hasil pengukuran tekanan darah dapat lebih tinggi dan menjadi tidak valid.[1,7]
Lokasi Pengukuran Tekanan Darah
Berdasarkan pedoman European Society of Cardiology (ESC) dan European Society of Hypertension (ESH) tahun 2018 tekanan darah direkomendasikan untuk diperiksa pada kedua lengan pada kunjungan pertama. Pada kunjungan selanjutnya, pemeriksaan dilakukan pada lengan yang menunjukkan tekanan darah lebih tinggi.
Perbedaan tekanan sistolik atau diastolik ≥10 mmHg antara kedua lengan cukup sering dijumpai. Perbedaan yang sangat besar dapat disebabkan koarktasio aorta atau obstruksi arteri di ekstremitas atas. Sebuah tinjauan sistematis terhadap pengukuran tekanan darah di kedua lengan menemukan prevalensi perbedaan tekanan sistolik ≥10 mmHg sebesar 11,2% pada pasien hipertensi dan 3,6% pada populasi umum.[1]
Beri jeda 1–2 menit sebelum pemeriksaan ulang. Ketika tekanan darah diperiksa di kedua lengan secara berturut-turut dan tekanan darah di lengan kedua jauh lebih rendah, kemungkinan hal tersebut disebabkan aklimasi. Pada kasus demikian, tekanan darah harus kembali diperiksa di lengan pertama. Jika masih terdapat perbedaan yang persisten antar kedua lengan, diagnosis hipertensi ditegakkan berdasarkan tekanan darah yang lebih tinggi.[1,3]
Prosedur Pemeriksaan Tekanan Darah
Melakukan prosedur pemeriksaan dengan tepat sangat penting untuk akurasi diagnosis. Berikut merupakan prosedur pemeriksaan tekanan darah di layanan primer.
Persiapan Pasien
Pasien duduk bersandar di kursi dengan kedua kaki menjejak lantai. Pasien sebaiknya duduk diam selama 3–5 menit sebelum pengukuran pertama. Pasien dianjurkan untuk tidak mengonsumsi kafein, berolahraga, dan merokok minimal 30 menit sebelum pengukuran, serta tidak menahan buang air kecil (BAK). Sebelum pemeriksaan, singkirkan baju di area lengan atas. [1,3]
Teknik Pemeriksaan
Pada metode auskultasi, gunakan posisi menghilangnya arteri radialis untuk memperkirakan tekanan sistolik. Kembangkan cuff 20–30 mmHg di atas posisi tersebut, lalu kempiskan tekanan cuff dengan kecepatan 2 mmHg per detik. Dengarkan suara Korotkoff. Tekanan sistolik ditentukan dari posisi onset dua denyut yang terdengar berturut-turut, sedangkan tekanan diastolik ditentukan dari suara denyut terakhir yang terdengar.[1]
Waktu dan Frekuensi Pemeriksaan Tekanan Darah
Hypertension Clinical Practice Guidelines tahun 2017 merekomendasikan pemeriksaan tekanan darah minimal 2 kali dalam satu kunjungan layanan primer. Sebuah studi pada orang dewasa di Amerika Serikat memperkirakan bahwa 35% pasien dengan tekanan darah sistolik 140–159 dan diastolik 90–99 mmHg pada pemeriksaan pertama memiliki rata-rata tekanan darah <140/90 mmHg ketika pemeriksaan dilakukan tiga kali.
Hanya 3% pasien dengan tekanan darah <140/90 mmHg pada pemeriksaan pertama memiliki rata-rata tekanan darah ≥140/90 mmHg ketika pemeriksaan dilakukan tiga kali.[1,3]
Untuk melakukan skrining hipertensi pada orang dewasa, memeriksa tekanan darah setahun sekali lebih meningkatkan spesifitas untuk mendiagnosis hipertensi dibandingkan memeriksa tekanan darah pada setiap kunjungan. Dewasa usia 18–39 tahun dengan tekanan darah <120/80 mmHg tanpa faktor risiko hipertensi dapat melakukan skrining lebih jarang, yakni 3-5 tahun sekali.[1]
Pada pasien dengan tekanan darah ≥160/80 mmHg pada kunjungan rawat jalan, diagnosis hipertensi dapat ditegakkan dan terapi dapat dimulai tanpa pemeriksaan follow-up. Sedangkan pada pasien dengan tekanan darah yang menunjukkan hipertensi di bawah nilai tersebut pada kunjungan pertama, perlu dilakukan konfirmasi pada kunjungan follow-up dalam 1 bulan dan pemeriksaan tekanan darah minimal 2 kali pada satu kali kunjungan.[1]
Pada pasien dengan peningkatan tekanan darah di atas normal, yakni tekanan sistolik >120–129 mmHg dan diastolik >80 mmHg, tekanan darah harus dinilai ulang setelah 3–6 bulan terapi non-farmakologi. Sementara pasien dengan hipertensi yang mengonsumsi obat direkomendasikan untuk kontrol setiap bulan hingga target tekanan darah tercapai. Setelah target tercapai, kunjungan dapat dilakukan tiap 3–6 bulan sekali.[1]
Faktor-Faktor yang Dapat Mempengaruhi Hasil Pemeriksaan
Pada pemeriksaan tekanan darah, terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil pemeriksaan, seperti posisi pasien dan obat-obatan atau makanan yang dikonsumsi. Pasien dianjurkan untuk tidak merokok atau mengonsumsi kafein minimal 30 menit sebelum pemeriksaan.[1,3]
Tabel 2 menunjukkan beberapa kesalahan yang perlu dihindari saat pemeriksaan tekanan darah.[3,7,9]
Tabel 2. Human Errors Pada Pemeriksaan Tekanan Darah
Jenis Kesalahan | Keterangan | Efek |
Posisi kaki | Kedua telapak kaki tidak menjejak lantai | Kaki yang disilangkan dapat meningkatkan tekanan darah sebesar 2-8 mmHg |
Istirahat | Pasien tidak beristirahat 3–5 menit sebelum pemeriksaan | Tekanan darah dapat meningkat |
Postur | Pasien tidak duduk tegak sambil bersandar | Lengan dan punggung yang tidak ditumpu dapat meningkatkan tekanan darah hingga 6,5 mmHg |
Berbicara | Pasien berbicara selama pemeriksaan | Tekanan darah dapat meningkat hingga 10 mmHg |
Lengan | Lengan pasien tidak disangga dengan baik (terjadi isometric exercise) | Tekanan darah dapat meningkat hingga 10 mmHg |
Lokasi cuff | Cuff dililitkan di atas pakaian | Tekanan darah dapat meningkat 5-50 mmHg |
Jumlah pengukuran | Hanya mengukur satu kali, meskipun hasil pengukuran pertama >140/90 mmHg | Hasil tidak akurat |
Gerakan | Pasien bergerak selama pemeriksaan | Tekanan darah dapat meningkat |
Ukuran cuff | Ukuran cuff tidak sesuai ukuran lengan pasien | Ukuran cuff yang terlalu kecil dapat meningkatkan tekanan darah sebesar 2-10 mmHg |
Riwayat buang air kecil | Pasien diperiksa dengan kondisi kandung kemih penuh | Tekanan darah dapat meningkat hingga 10 mmHg |
Sumber: dr. Krisandryka Wijaya, 2022
Kesimpulan
Pemeriksaan tekanan darah yang tidak akurat di layanan primer dapat mengakibatkan misdiagnosis hipertensi. Beberapa faktor yang dapat mempengaruhi akurasi pemeriksaan tekanan darah adalah, kesalahan metode ukur, kekeliruan alat ukur, serta faktor dari pasien seperti konsumsi makanan sebelum pemeriksaan atau gerakan pasien saat pemeriksaan.
Saat ini, pemeriksaan tekanan darah metode auskultasi sudah mulai digantikan alat osilometri di berbagai tempat. Terdapat dua jenis alat osilometri, yakni otomatis dan semi-otomatis. Metode osilometri dilaporkan dapat memberikan hasil pengukuran tekanan darah yang akurat dan menghindari terjadinya human errors terkait metode auskultasi.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan tekanan darah di layanan primer adalah posisi pasien dan ukuran cuff yang tepat. Pemeriksaan tekanan darah dalam satu kunjungan layanan primer direkomendasikan untuk dilakukan sebanyak minimal 2 kali. Waktu dan frekuensi pemeriksaan selanjutnya bervariasi sesuai dengan kondisi pasien. Alat pengukur juga perlu dikalibrasi secara rutin dan petugas yang melakukan pengukuran sebaiknya mendapat pelatihan secara berkala.
Penulisan pertama oleh: dr. Alexandra Francesca Chandra