Mobilisasi dini pada pasien di intensive care unit atau ICU dilaporkan berperan untuk mempersingkat durasi rawat dan memperbaiki mobilitas pasien setelah masa rawat. Pasien yang dirawat di ICU umumnya merupakan pasien kritis yang memerlukan waktu perawatan lebih lama daripada pasien di ruang rawat biasa. Hal ini membuat pasien ICU lebih rentan mengalami kelemahan otot, ulkus dekubitus, trombosis, dan bahkan disabilitas.[3-5]
Terapi fisik secara dini pada pasien-pasien di ICU dinilai dapat mengurangi risiko-risiko tersebut. Durasi rawat yang lebih pendek dan efek samping yang lebih minimal ini diharapkan dapat mengurangi beban biaya medis yang dibutuhkan. Akan tetapi, hingga saat ini protokol mengenai terapi fisik dan mobilisasi dini pada pasien di ICU belum ditetapkan dengan jelas.[1,2,6,7]
Efek Perawatan dan Tirah Baring Total di ICU
Intensive care unit atau ICU merupakan bagian dari rumah sakit yang memfasilitasi layanan kesehatan bagi pasien kritis. Pasien di ICU umumnya merupakan pasien yang baru menjalani bedah atau pasien dengan gangguan jantung, gangguan neurologis, gagal ginjal, sepsis, dan gagal napas.[5,8,9]
Pasien-pasien tersebut umumnya mendapatkan obat antiinfeksi, bantuan napas, tirah baring total, dan terapi sesuai penyakit masing-masing. Namun, pasien-pasien tersebut sering masih membutuhkan waktu rawat lebih lama dan memiliki mortalitas yang lebih tinggi meskipun sudah mendapatkan terapi adekuat.[5,8,9]
Suatu penelitian di salah satu rumah sakit di Indonesia menunjukkan bahwa rata-rata durasi rawat di ICU adalah sekitar 14x24 jam, dengan durasi rawat tersingkat 4 hari dan durasi rawat terpanjang hingga 90 hari.[10]
Selama masa rawat di ICU, pasien berisiko mengalami berbagai efek samping dari perawatan intensif, baik dari penyakit yang dialami, terapi yang diberikan, maupun tirah baring yang lama. Pasien juga rentan mengalami kelemahan dan penurunan fungsi aktivitas setelah perawatan.[3-5]
Dampak Tirah Baring Total terhadap Pasien
Tirah baring merupakan tindakan yang umum dilakukan di ICU. Tirah baring total dalam waktu panjang dapat membuat pasien mengalami penurunan kondisi secara medis dan atrofi otot. Tirah baring juga merupakan salah satu faktor risiko infeksi, nyeri pinggang kronis, kontraktur, ulkus dekubitus, serta trombosis.[5,6,11]
Suatu penelitian menyatakan bahwa setelah 2 minggu imobilisasi, terjadi kehilangan massa otot sebanyak 5–9% dan penurunan kekuatan otot hingga 20–27%. Pada pasien yang menjalani tirah baring total, penurunan massa otot dan kelemahan otot dapat terjadi lebih cepat. Pasien juga dapat mengalami intoleransi ortostatik, bahkan dalam waktu 24 jam setelah tirah baring.[5,12]
Biopsi otot juga menemukan inflamasi, nekrosis, dan pergantian serabut otot menjadi jaringan lemak. Pasien juga dapat mengalami kelemahan otot diafragma, penurunan fungsi aktivitas, hingga penurunan fungsi kognitif setelah masa rawat.[3-5,12]
Studi tentang Manfaat Mobilisasi Dini pada Pasien di ICU
Suatu uji acak terkontrol terhadap 200 pasien di ICU bedah melaporkan bahwa pasien yang mendapatkan mobilisasi dini memiliki rata-rata masa rawat 3 hari lebih singkat dan fungsi aktivitas fisik yang lebih baik di akhir masa rawat (P=0,005).[1,2]
Studi melaporkan adanya insiden adverse event yang lebih banyak pada pasien yang mendapatkan mobilisasi dini, seperti hipotensi, pusing, dispnea, takipnea, dan palpitasi. Namun, tidak ada adverse event serius pada studi tersebut. Selain itu, tidak ditemukan kejadian pasien jatuh atau peralatan medis terlepas.[1,2]
Uji acak terkontrol lain di dua rumah sakit pendidikan juga menunjukkan hasil serupa. Mobilisasi dini dapat memperbaiki prognosis pasien dan menurunkan sekuele yang dialami pasien di akhir masa rawat. Namun, studi ini melaporkan adanya satu adverse event serius selama masa studi, yaitu desaturasi oksigen.[15]
Studi lainnya juga menunjukkan hasil serupa. Mobilisasi dini dapat mengurangi durasi delirium selama 2 hari, mengurangi risiko readmisi ke ICU, menurunkan infeksi, dan menghasilkan perbaikan aktivitas fisik yang lebih baik. Studi yang ada menunjukkan bahwa mobilisasi dini dapat sangat bermanfaat dan bersifat aman untuk dilakukan pada pasien yang sudah cukup stabil.[5,12,13]
Kendala dalam Menerapkan Mobilisasi Dini pada Pasien di ICU
Penerapan mobilisasi dini pada pasien di ICU sering mengalami hambatan. Kendala yang paling umum adalah kondisi pasien yang tidak memungkinkan untuk mobilisasi, seperti adanya nyeri hebat, kelelahan, penurunan kesadaran, oversedasi, atau sedang terpasangnya alat medis invasif.[3,7,11,12]
Mobilisasi dini juga sangat tergantung pada keterampilan petugas kesehatan yang ada di ICU dan ketersediaan alat yang mendukung mobilisasi di ICU. Penerapan protokol mobilisasi dini yang sukses membutuhkan perawat khusus untuk memonitor mobilisasi pasien, tenaga fisioterapis, tempat tidur pasien yang adjustable, alat portable untuk memindahkan pasien, serta alat-alat fisioterapi lain.[3,7,11,12]
Alat bantu napas dan alat resusitasi juga dibutuhkan. Namun, institusi kesehatan sering kali tidak menyediakan fasilitas yang mendukung untuk melakukan mobilisasi di ICU, baik dari segi peralatan ataupun tenaga fisioterapis.[3,7,11,12]
Rekomendasi Mobilisasi dan Aktivitas Fisik untuk Pasien di ICU
Mobilisasi dini umumnya mulai dilakukan pada hari ke-2 hingga ke-5 perawatan di ICU. Hasil lebih baik juga ditemukan bila mobilisasi dimulai dalam 72 jam pertama setelah pemasangan ventilator.[5,7,12,14]
Mobilisasi dapat dilakukan secara aktif maupun pasif. Mobilisasi juga dapat dilakukan pada pasien-pasien meskipun alat medis seperti selang nasogastrik, infus intravena, ventilator, ataupun trakeostomi sedang terpasang.[5,7,12,14]
Contoh upaya mobilisasi yang dapat dilakukan adalah duduk di samping tempat tidur, berjalan ke kursi, berdiri di samping tempat tidur, menggerakkan ekstremitas secara aktif di tempat tidur, serta memiringkan tubuh ke kiri atau kanan. Beberapa metode mobilisasi yang lebih canggih seperti latihan fisik dengan alat fisioterapi, hidroterapi, atau sepeda statis (in-bed cycling) juga dapat dilakukan.[5,7,12,14]
Latihan mobilisasi sebanyak dua sesi selama 6 menit per hari menunjukkan hasil yang cukup memuaskan. Latihan sebaiknya dilakukan dengan hati-hati dan diterapkan pada pasien yang sudah cukup stabil secara klinis. Latihan sebaiknya tidak dilakukan pada pasien ICU yang memiliki kondisi buruk.[5,7,12,14]
Kesimpulan
Perawatan di ICU sering kali menimbulkan berbagai efek samping pada pasien karena durasi rawat dan tirah baring yang lama. Imobilisasi dapat menyebabkan pasien mengalami kelemahan dan atrofi otot, ulkus dekubitus, trombosis, hingga gangguan fungsi aktivitas dan kognitif setelah rawat.
Mobilisasi dini yang mulai dilakukan pada hari rawat ke-2 hingga ke-5 akan membantu mengurangi efek samping yang terjadi, mengurangi durasi rawat, serta menekan biaya medis. Keberhasilan penerapan mobilisasi dini sangat tergantung pada kondisi pasien serta kesiapan institusi kesehatan untuk menyediakan alat, protokol, dan tenaga medis yang mendukung.
Meskipun bermanfaat dan umumnya memerlukan biaya rendah, penerapan mobilisasi dini pada pasien ICU memiliki beberapa kendala, terutama keterbatasan keterampilan tenaga medis dan ketersediaan fisioterapis ICU.
Mobilisasi dini juga dapat menimbulkan beberapa adverse event. Namun, intervensi ini aman bila dilakukan secara hati-hati pada pasien ICU yang sudah cukup stabil. Studi lebih lanjut dan pembuatan protokol tentang mobilisasi dini pada pasien-pasien unit perawatan intensif masih diperlukan, terutama di Indonesia.
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur