Indikasi dan Dosis Cilostazol
Indikasi utama cilostazol adalah untuk tata laksana klaudikasio intermittent. Cilostazol juga dipakai secara off-label untuk terapi preventif stroke, terapi setelah percutaneous coronary intervention atau PCI, dan terapi setelah pemasangan stent endovaskular pada penyakit arteri perifer. Dosis cilostazol yang umumnya digunakan adalah 100 mg, yang diberikan 2 kali sehari. Dosis mungkin perlu disesuaikan pada pasien tertentu.[6]
Terapi Klaudikasio Intermittent
Cilostazol diindikasikan untuk pasien dengan klaudikasio intermittent. American Heart Association menyatakan bahwa cilostazol terbukti efektif meningkatkan jarak berjalan pada pasien dengan klaudikasio intermittent dalam waktu 24 minggu pengobatan.[6]
Cilostazol diberikan secara peroral dalam dosis 100 mg, sebanyak 2 kali sehari. Apabila diberikan bersama inhibitor CYP3A4 seperti diltiazem, erythromycin, ketoconazole, dan itraconazole, pertimbangkan penurunan dosis menjadi 50 mg 2 kali sehari.[2,3]
Pada kasus klaudikasio intermittent, umumnya pasien akan mengalami pengurangan nyeri dan peningkatan jarak berjalan setelah 2–4 minggu terapi. Apabila tidak ada perbaikan gejala setelah 3 bulan, sarankan untuk menghentikan cilostazol.[2,3]
Terapi Setelah Percutaneous Coronary Intervention atau PCI
Cilostazol dapat digunakan untuk pasien setelah PCI. Umumnya, cilostazol digunakan sebagai triple anticoagulant bersama aspirin dan clopidogrel. Penambahan cilostazol menghasilkan frekuensi restenosis dan perdarahan yang lebih rendah daripada terapi dengan aspirin dan clopidogrel saja. Namun, indikasi ini masih bersifat off-label.[7,8]
Terapi Setelah Pemasangan Stent Endovaskular pada Penyakit Arteri Perifer
Pemberian cilostazol bersama aspirin pada pasien penyakit arteri perifer yang telah menjalani pemasangan endovascular stent dilaporkan menghasilkan angka restenosis yang lebih rendah daripada pemberian aspirin saja.[9]
Studi lain juga melaporkan bahwa kombinasi cilostazol dengan aspirin sebagai terapi preventif sekunder setelah terapi endovaskular pada pasien penyakit arteri perifer bisa menghasilkan angka kesembuhan yang lebih tinggi dan efek samping lebih rendah daripada kombinasi aspirin dan tiklopidin. Namun, indikasi cilostazol ini masih bersifat off-label.[10]
Pencegahan Stroke
Cilostazol dapat digunakan sebagai antitrombotik alternatif pada pasien dengan riwayat stroke iskemik atau transient ischemic attack (TIA). Monoterapi cilostazol dilaporkan memiliki efektivitas yang lebih baik untuk prevensi sekunder stroke daripada monoterapi antiplatelet lain seperti aspirin dan clopidogrel.[11]
Akan tetapi, penggunaan cilostazol sebagai terapi preventif stroke masih kontroversial. Beberapa studi tidak mendukung efektivitas cilostazol untuk pencegahan stroke.[12,13]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur