Dokter memiliki peran penting dalam edukasi pencegahan jatuh pada orang lanjut usia. Sekitar 20–30% orang berusia ≥65 tahun terjatuh ≥1 kali setiap tahunnya. Hal ini tidak hanya menyebabkan cedera langsung tetapi juga menimbulkan masalah kesehatan jangka panjang, termasuk keterbatasan fisik, gangguan mental, dan penurunan kualitas hidup. Oleh sebab itu, dokter perlu memahami cara pencegahan jatuh yang efektif dan cara mengedukasi pasien yang tepat.[1,2]
Jatuh sering kali merupakan akibat dari ketidakmampuan untuk mempertahankan atau mendapatkan kembali keseimbangan karena kombinasi faktor risiko yang kompleks. Faktor risiko jatuh dapat berupa sebab biologis, penyakit tertentu, dan proses penuaan (misalnya kekurangan keseimbangan, kondisi kesehatan akut atau kronis, gangguan kognitif, dan gangguan penglihatan), atau gangguan perilaku.[1,2]
Ketakutan akan terjatuh dan riwayat terjatuh merupakan dua prediktor penting dari keterbatasan aktivitas harian pada orang lanjut usia. Ketakutan akan terjatuh adalah kekhawatiran terus-menerus tentang terjatuh, yang menyebabkan pasien menghindari aktivitas yang sebenarnya masih dapat mereka lakukan. Cedera akibat terjatuh tidak hanya menambah morbiditas dan beban ekonomi, tetapi juga memiliki dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan psikologis dan kualitas hidup orang lanjut usia.[1-3]
Sekilas tentang Dampak Jatuh pada Pasien Lanjut Usia
Dalam penelitian Minhui Liu, et al. pada tahun 2021, tampak bahwa pada peserta yang terjatuh beberapa kali dalam tahun pertama, 19,1–31% mengalami keterbatasan dalam mobilitas, 21,4–52,4% mengalami keterbatasan dalam perawatan diri, dan 11,9–35,7% mengalami keterbatasan dalam aktivitas rumah tangga. Hal tersebut dialami selama tahun kedua hingga tahun kelima.[3]
Di antara peserta yang takut terjatuh dalam tahun pertama, 22,5–41,3% mengalami keterbatasan dalam mobilitas, 30,0–55,0% mengalami keterbatasan dalam perawatan diri, dan 18,8–36,3% mengalami keterbatasan dalam aktivitas rumah tangga. Hal ini dialami selama tahun kedua hingga tahun keempat.[3]
Dalam penelitian Minakshi Dhar, et al. didapatkan 42% populasi geriatri memiliki riwayat takut jatuh. Demografi seperti usia >80 tahun, jenis kelamin perempuan, dan tinggal sendiri secara signifikan berhubungan dengan perasaan takut jatuh. Riwayat penyakit kronis seperti stroke, hipertensi, dan gangguan penglihatan juga signifikan berkaitan dengan perasaan takut jatuh. Eun Sook Lee, et al. melaporkan bahwa rasa takut jatuh meningkatkan isolasi sosial dan depresi, serta menurunkan skor kualitas hidup.[2,4]
Pengurangan aktivitas karena rasa takut jatuh juga bisa menyebabkan atrofi otot. Akibat atrofi otot, risiko jatuh berulang akan meningkat. Hal ini menciptakan lingkaran setan yang memperburuk prognosis jangka panjang. Jatuh dapat menyebabkan melonjaknya biaya medis, termasuk rawat inap, rehabilitasi, dan perawatan jangka panjang. Selain itu, diperlukan dukungan keluarga yang juga mengalami tekanan fisik, emosional, dan finansial akibat perawatan lansia yang jatuh.[3-5]
Peran Dokter dalam Edukasi Pasien dan Keluarga tentang Pencegahan Jatuh
Pencegahan jatuh pada lansia bukan hanya soal intervensi fisik, tetapi juga edukasi aktif oleh dokter kepada pasien dan keluarga. Peran dokter sebagai pemberi informasi, motivator, dan pembimbing sangat krusial untuk membangun kesadaran dan tindakan pencegahan yang konsisten.[5,6]
Edukasi pasien dan keluarga yang disampaikan oleh dokter berdampak positif pada pemahaman dan motivasi. Video simulasi edukasi, misalnya, telah terbukti menurunkan angka jatuh dan kecemasan terkait jatuh. Berikan penjelasan yang interaktif dan praktis (misalnya dengan video atau demonstrasi alat bantu). Penjelasan harus disesuaikan dengan kondisi dan lingkungan pasien. Selain itu, dokter juga memotivasi keluarga untuk terlibat aktif mendampingi dan memfasilitasi intervensi.[5,6]
Edukasi harus dilakukan sesuai hasil evaluasi risiko. Penting untuk memperhatikan hubungan profesional yang kuat antara tenaga kesehatan, pasien, dan caregiver untuk efektivitas edukasi. Dokter sebagai pemimpin tim perawatan berperan untuk menjalin kepercayaan dan komunikasi terbuka dengan pasien dan keluarga, melibatkan keluarga dalam diskusi rencana pencegahan, dan mengarahkan tim seperti perawat dan tenaga okupasi untuk memberikan edukasi berbasis hasil evaluasi risiko individu.[5-7]
Kesalahan yang sering terjadi adalah edukasi diberikan terlalu cepat atau terlalu umum dan tidak disesuaikan dengan kondisi pasien atau lingkungan nyata mereka. Dokter perlu memilih waktu yang tepat (misalnya saat pasien stabil), membuat edukasi singkat tetapi spesifik (misalnya: “gunakan call bell saat ingin bangun” atau “pasang pegangan tangan di kamar mandi”), dan melibatkan caregiver dalam pass-time goal setting untuk mendorong perubahan perilaku.[7-9]
Keluarga berperan penting untuk meneruskan edukasi dokter ke tindakan nyata di rumah. Dokter perlu berkolaborasi dengan tim medis dan keluarga pasien. Dokter perlu memastikan bahwa tim telah meneruskan instruksi, penilaian ulang telah dilakukan setelah intervensi dijalankan (termasuk feedback dari pasien dan keluarga), edukasi telah tersampaikan dengan baik, dan pengawasan lanjutan dilakukan dengan baik.[5-8]
Strategi Pencegahan Jatuh pada Orang Lanjut Usia
Strategi pencegahan jatuh yang bisa dilakukan di layanan primer meliputi skrining rutin (misalnya riwayat jatuh dalam 1 tahun terakhir) dan penilaian komprehensif. Penilaian komprehensif yang dilakukan meliputi evaluasi penglihatan, kondisi kardiovaskular (termasuk hipotensi ortostatik), fungsi kognitif, dan pengaruh obat-obatan (polifarmasi, obat-obatan yang mengandung efek sedatif, antihipertensi, dan antipsikotik).[9-12]
Terdapat beberapa intervensi yang telah diteliti (dengan tingkat kekuatan bukti yang bervariasi), misalnya latihan fisik yang terstruktur, intervensi multifaktorial, modifikasi lingkungan rumah, penyesuaian obat yang dikonsumsi, pemeriksaan penglihatan, dan penggunaan suplementasi vitamin D dan kalsium.[9-12]
Latihan Fisik
Latihan keseimbangan dan kekuatan seperti Tai Chi dan balance/resistance training bermanfaat nyata pada lansia di komunitas. Dalam studi yang dilakukan Jennifer Pillay, et al. yang melibatkan 167.864 individu, tampak bahwa latihan keseimbangan dan kekuatan memberikan hasil positif jika dilakukan dengan intensitas ≥2 sesi/minggu selama >3 bulan.[1]
Modifikasi Lingkungan dan Obat-Obatan
Pada penelitian Kayoung Lee, tampak bahwa kombinasi evaluasi kebutuhan, modifikasi lingkungan, penyesuaian obat-obatan, dan latihan memberikan efek moderat pada pengurangan risiko jatuh. Program telehealth, exergaming, dan smart-home juga bisa mengurangi risiko jatuh dan meningkatkan keseimbangan.[13]
Pengurangan risiko juga terjadi melalui penggunaan pegangan tangan, pencahayaan baik, minimalisasi adanya hambatan dalam berjalan, dan lantai anti-slip. Penggunaan obat seperti benzodiazepine, antihipertensi, dan antipsikotik dapat meningkatkan risiko jatuh. Pengurangan obat-obat berisiko ini terbukti menurunkan kejadian jatuh.[13]
Koreksi Penglihatan
Pemeriksaan dan koreksi penglihatan secara teratur (misalnya setiap tahun), termasuk evaluasi lensa dan katarak, terbukti menurunkan kejadian jatuh hingga 23%.[13]
Suplementasi Vitamin D dan Kalsium
Penelitian tentang suplementasi vitamin D dan kalsium sebenarnya memberikan hasil yang masih bervariasi. Dalam penelitian yang dilakukan Tiara Octary, et al. disimpulkan bahwa suplementasi vitamin D tidak signifikan mengurangi jatuh atau fraktur. Dalam penelitian yang dilakukan Fei-Long Wei, et al. disimpulkan bahwa suplementasi vitamin D dosis tinggi (≥700 IU/hari) menurunkan risiko jatuh.[9,10]
Sementara itu, penelitian yang dilakukan Yali Ling pada tahun 2021 menemukan bahwa vitamin D dengan dosis 800–1000 IU/hari lebih efektif untuk mengurangi risiko jatuh, terutama jika kadar baseline vitamin D <50 nmol/L. Suplementasi mungkin berguna jika defisiensi vitamin D terdeteksi, dengan dosis harian 800–1000 IU. Suplementasi tidak direkomendasikan sebagai strategi utama untuk pencegahan jatuh.[11]
Kesimpulan
Jatuh pada populasi lansia merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius, dengan dampak fisik, psikologis, sosial, dan ekonomi yang signifikan. Jatuh tidak hanya menyebabkan cedera, tetapi juga menciptakan lingkaran setan berupa ketakutan jatuh, penurunan aktivitas, hingga isolasi sosial dan penurunan kualitas hidup.
Faktor risiko jatuh bersifat multifaktorial, sehingga pendekatannya harus komprehensif tetapi juga spesifik untuk setiap individu. Peran dokter sangat penting untuk mendidik pasien dan keluarga melalui komunikasi yang efektif, edukasi berbasis risiko, dan juga kolaborasi lintas profesi.
Strategi pencegahan yang terbukti efektif adalah skrining rutin, intervensi multifaktorial, latihan fisik terstruktur, modifikasi lingkungan, penyesuaian pengobatan, dan edukasi berkelanjutan. Dukungan keluarga dan pemanfaatan teknologi seperti telehealth dan exergaming semakin memperkuat dampak pencegahan.